ATK. 20

334 17 6
                                    

Dengan kecepatan tinggi, Zikry melajukan mobilnya menuju bandara Soekarno-Hatta. Dengan langkah bak seorang pelari maraton proporsional, Zikry mencari Naira dari setiap sudut tempat kedatangan para penumpang pesawat. Dan akhirnya dia menemukan Naira.

Tapi..... Naira memeluk seseorang? Apa laki-laki itu yang bernama Naufal? Apa mereka sedekat itu?

Zikry hanya bisa berdiri memandangi istrinya dari kejauhan. Ia bukan tidak berani, hanya saja, hatinya selalu kalah dengan otak dan egonya. Yang membuatnya menjadi pria dingin seperti ini.
.
.
.
.
.

Keesokan harinya, hari berjalan seperti biasa. Tidak ada yang berani memulai kata dari sepasang pasutri ini, mereka sibuk menikmati sarapannya masing-masing.

Sampai dimana, muncullah suara serak khas bapak-bapak yang berhasil memecahkan suasana canggung diantara keduanya. Siapa lagi kalau bukan Zikry.

"Kemana saja kamu semalam?". Pertanyaan yang sukses membuat si penerima pertanyaan itu pun hampir tersedak karena terkejut.

"Oh, itu..... Emm..... Sebenarnya...."
Naira pun kikuk, ia takut terjadi kesalahpahaman disini. Ingin menjelaskan yang sebenarnya juga takut suami kutub Utaranya itu tak percaya dan menuduhnya yang macam-macam.

"Tidak apa, jika kamu tidak ingin menjawabnya. Itu juga privasi kamu. Saya juga tidak peduli dengan apapun yang kamu lakukan diluar sana. Tapi ingatlah statusmu sekarang! Kamu adalah wanita bersuami sekarang. Dan yang paling penting, kamu juga seorang wanita berhijab. Tidak sepantasnya kamu melakukan itu".

Naira pun semakin ketar-ketir. Dia juga salah, Naira tidak izin dulu tadi sebelum pergi. Tapi, seperti ada yang mengganjal, seakan-akan Zikry melihatnya berpelukkan dengan Naufal tadi? Bagaimana cara menjelaskannya? Pikiran Naira semakin kalut. Bagaimana jika Zikry tidak mempercayainya? Batin Naira.

Naira juga mengutuk dirinya, mengapa dia lupa. Lupa kalau sekarang situasinya sangatlah berbeda. Mereka sudah dewasa, bahkan Naira sudah memiliki suami sekarang. Berbeda saat mereka masih duduk disekolah dasar.

Naira dan Naufal sangatlah dekat saat itu. Bisa dibilang, Naufal adalah orang yang menggantikan sosok Zikry bagi Naira waktu itu. Saat Zikry pergi meninggalkan Naira kecil yang sangat senang akhirnya ia punya teman main selain kakaknya. Naufal juga menjadi obat kerinduannya kepada Zikry. Zikry kecil memiliki sifat yang sangat mirip dengan Naufal. Maka dari itu, terkadang Naira suka lupa memanggil Naufal dengan kak Fauzan.

Tapi, sekarang berubah. Zikry seperti orang lain baginya. Zikry yang dulu tidak seperti Zikry kecil yang kerap dipanggil kak Fauzan itu.

"Bukan begitu kak... Sebenarnya Naira dan Naufal-"

"Sudahlah. Saya tidak punya waktu sekarang. Nanti kita bicarakan lagi". Zikry langsung menyelesaikan ritual makannya dan bergegas pergi ke kantor.

Naira pun tak tau apa yang harus dia lakukan sekarang. Apa suaminya begitu marah dengannya? Mengapa mulut ini begitu kalut untuk menjelaskannya?....

.
.
.
.

Keesokkan harinya, hari berjalan seperti biasanya. Hanya yang sedikit berbeda ialah, canggung. Kecanggungan diantara keduanya. Entah itu bercampur dengan rasa takut atau pun rasa kecewa, perihal insiden kemarin.

Tidak ada diantara dua insan ini untuk mengutarakannya. Mereka memilih diam, entah itu sampai kapan.

Seperti biasa, Zikry selalu berangkat lebih dulu karena urusan kantor. Naira menghembuskan nafas beratnya, sembari memutar otak bagaimana cara ia menjelaskannya? Apa Zikry mau mendengarkan?

Assalamualaikum Teman KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang