"Aku mau tanya, apa kamu menyukai pak Arfan?" Ucap Naira to the point.
"Aku? Ahh tidak mungkin Nai, kamu ada-ada saja"kata Maura yang berusaha tertawa dan menyembunyikan perasaannya yang tak karuan.
"Kamu yakin tidak suka sama pak Arfan?"goda Aisyah.
"Ahh iya kok, aku tidak suka dengannya"jawab Maura sedikit ragu.
"Terus kenapa tadi nangis?"tanya Aisyah.
Jdrr
Pertanyaan yang dilontarkan Aisyah membuat Maura mati kutu, ia tidak tau lagi harus berbuat apa. Ia tidak bisa lagi merangkai kata untuk mengelak pertanyaan mereka. Maura pun terdiam, memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang.
"Ahh iya, tadi aku sempat liat kamu ngapus air mata gitu. Kamu beneran nagis Maura?"timpal Naira.
Bibir Maura masih keluh untuk berbicara. Dia pun memilih diam dan berkelit dengan pikirannya sendiri.
"Kamu katakan saja dengan jujur Maura. Tidak usah pedulikan aku, andai kau tau yang sebenarnya Maura"kata Naira.
"Emang kenapa?"tanya Maura.
"Kamu mikirnya Naira dilamarkan sama pak Arfan? Dan menunggunya pulang dari Kairo kan?"ujar Aisyah yang sudah tidak terlahan lagi.
"Tapi kamu salah Maura. Naira tidak nerima permintaan pak Arfan untuk menunggunya balik ke Indonesia dan menerima lamarannya. Jadi kamu tidak usah menyembunyikan perasaanmu lagi Maura" tegas Aisyah.
Kemudian Maura menggenggam tangan Naira "benar Nai?"kata Maura.
Dan dijawab anggukan dan senyum simpul oleh Naira, dan akhirnya mereka berpelukan.
********
Sisi lain Maura
Rumah Maura
Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Maura. Entah mengapa dirinya terlihat sangat lesu. Sekarang dia berada dirumah orang tuanya, dan memutuskan beberapa hari untuk tinggal bersama orang tuanya. Sebab selama ini ia tinggal di apartemen milik orang tuanya yang berada di dekat kampus.
"Sore ma, Maura pulang" teriak Maura. Dan segera menuju kamarnya.
Dikamar yang bernuansa abu-abu ini, ia baringkan tubuhnya dan sesaat dia teringat, Arfan akan pergi ke Kairo. Itu membuatnya lesu hari ini, karena besok Arfan sudah tidak ada di Indonesia.
Maura pun berfikir untuk mengecek handphone-nya, barang kali ada pesan perpisahan gitu dari Arfan. Dan hasilnya nihil, ia tidak mendapatkan pesan apapun dari Arfan. Biasanya jam segini Maura selalu mendapatkan pesan dari Arfan yang menanyakan gimana kuliahnya. Dan memberi tugas untuk dirinya dan dibagikan dengan teman kampusnya.
Maura sedikit ragu untuk mengirim pesan duluan kepada Arfan, pasalnya Arfan lah yang selau duluan mengirimkan pesan atau menelfonnya.
Haruskah dia yang duluan?
Ahhh rasanya tidak bisa ditahan lagi. Akhirnya Maura memberanikan diri untuk menelfon Arfan saja. Entah mengapa ia sangat ingin mendengar suara Arfan.
Maura pun menekan tombol panggilan. Semoga saja Arfan mau mengangkat telfon darinya.
Halo
Suara itu. Dia mengangkatnya, fikir Maura.
Halo. Ada apa Maura telfon saya?
"Aammm...." Ucap Maura bingung harus ngomong apa.
Apaan! Jangan membuat saya penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Teman Kecil
Romance*Naira Alisya Az-zahra* Tidak pernah menyangka bahwa dosen selama ini sering menghancurkan mood-nya, karna sifat dingin dan menyebalkan bagi Naira, dia adalah teman masa kecilnya, yang ia rindukan selama belasan tahun dan selalu ia sisipkan namanya...