°TUJUH BELAS°

20 12 15
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejakmu, bintangmu, dan kesanmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa tinggalkan jejakmu, bintangmu, dan kesanmu.

Sejak hari dimana Ale berbincang dengan sosok pelatihnya, membicarakan banyak hal. Pemuda itu merasa jika dirinya benar-benar tak boleh mengecewakan siapa pun yang ada untuknya. Terutama sang pelatih, Hira, teman-temannya juga ayah dan ibunya. Dengan demikian Ale berlarian di bawah terik matahari yang menyengat membakar kulit putihnya kecokelatan semu menghitam. Peluh seukuran biji kacang merah menghiasi wajah dan basahi pakaian latihannya. Tiga minggu menuju kualifikasi babak penentuan delapan besar, di tengah semester tahun ini. Lalu empat besar di akhir semester sebelum kenaikan kelas, kemudian semi final dan terakhir ending fairy ceremony, sekitar empat bulan sebelum Ujian Nasional.

Waktu sekian bulan ke depan, Ale harus manfaatkan dengan berkerja lebih keras, berlatih lebih intens dari yang lainnya. Tetap menjadi ujung tombak, anak panah yang mendarat di jantung hati orang-orang dan yang pasti jadi bintang paling bersinar di antara siswa dan atlet Komka lainnya.

Kaki Ale sudah memberi radar nyeri mangkel yang luar biasa di tulang belakang lutut hingga paha atas. Tetapi, kakinya masih bergerak intens melalui balok-balok plastik yang dijajarkan dengan jarak beberapa jengkal. Marino dan kawan-kawan mengamati dengan dahi terlipat. Terheran-heran mereka karena Ale masih bisa berlari dengan enerjik sementara mereka berleha-leha di saat-saat krusial menghadapi Orion Jatim 2000 yang jelas tak bisa dianggap remeh. Marino mengudarakan botol minumnya, sembari sedikit diguncang isinya agat Ale menepi untuk minimal minum satu atau dua teguk. Akan tetapi, Ale masih fokus pada larinya.

Hira melambaikan tangannya dari samping lapangan dengan tangan membawa minuman dilengkapi isotonik. Hira mendekat lebih ke pinggiran lapang. Melihat Hira, Ale memperlambat larinya. Menepi sejenak, kemudian meminum air isotonik yang sahabatnya bawakan tersebut lalu sambung berlari. Dan ini sudah putaran ke delapan belasnya.

“AL ... !!” teriak Aaron, Ralle dan lainnya sebab merasa jika Ale sudah terlalu lama dan banyak berlari. Lantaran masih ada beberapa latihan lainnya. Seperti latihan mengayun, melempar hingga menangkap air-out ball yang tentunya tidak boleh dilewatkan. Marino melempar bekas botol minumnya tepat di depan kaki Ale, pemuda itu berhenti. Duduklah dirinya dengan kaki selonjoran.

Marino seketika berlari ke arah Ale dengan wajah masam, dihentak kaki pemuda itu tepat di hadapan Ale. Marino menunjukkan kerutan di dahi yang ketus, bibirnya mengerucut, dengan kedua tangan berkacak di pinggang. “Mentang-mentang runner terbaik, latihan lari sampai segitunya. Kita capek lihatnya!” protes Marino sewot.

Ale tertawa renyah, wajahnya yang kini kecokelatan sedikit memamerkan bias merah jambu di pipinya. Tangan pemuda itu mengibas-ngibaskan udara kecil ke wajahnya, memberi ruang untuk rasa gerah terbakar. Ale menoleh pada Hira yang berdiri memegangi botol minuman dengan tangan yang bergetar hebat bahkan membuat botol itu hampir terguling. Sontak, bokong juga kaki yang masih kelelahan itu berdiri, menyambar tangan Hira. Ale menuntun Hira ke bangku besi bercat merah dengan gradasi kuning, juga oranye. Dengan sebuah anggukan kepala Hira duduk tanpa penolakan.

Tentang Kita, Aku dan Kamu[✔] [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang