°DUA DUA°

20 10 32
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejakmu, bintangmu, dan kesanmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa tinggalkan jejakmu, bintangmu, dan kesanmu.


[Play This]

Babak ending fairy ceremony Baseball Pen Competition. Internasional Baseball Arena, Jakarta City. Babak penentuan nama Bantariuos dan Antisadrah. Meski sudah jelas jika keduanya memang sama-sama memiliki nama baik dan prestasi cemerlang. Tetap butuh pembuktian. Walaupun anak-anak kelas tiga khususnya Ale, Marino dan kawan-kawan tidak terlalu dijadikan ujung tombak. Sebab ada generasi baru yang juga sama hebatnya. Namun, Ale tetap tak mau melewatkan satu kesempatan untuk senantiasa jadi bintang.

Terik matahari di antara akhir Desember dan awal Januari lalu berhasil membuat semua penonton meringis meski sudah menutupi kepalanya dengan dengan berbagai aksesori, dari topi hingga payung dari karton. Ale pun merasakan hal itu, meski penglihatan agak kabur, tetapi pukulan tongkatnya sanggup membuat tim bertahan kesusahan menangkap bola Ale. Pemuda itu terus berlari melewati para pemain lawan, nahasnya dua jengkal di depan base tiga, kaki Ale mengkel, ditambah tubuhnya bertabrakan dengan salah seorang pemain yang berlari sama kencangnya dengan membawa bola guna memastikan Ale out sebelum melewati base. Usahanya cukup bagus, tetapi Ale tetap bisa mendahului.

Pelatih di seberang agak kecewa, tetapi Denno bisa memberikan sebuah pukulan jauh, membawa para seinornya melintasi home plate. Ale memukul kepalanya, melemparkan tongkat bisbol kesayangannya ke lantai. Di babak final ini dirinya tak bisa memberikan yang terbaik. Ale duduk membungkuk dengan tangan menyangga kepala. Wajahnya tampak kacau, ada kilat kecewa menyambar sorot mata dan cerah bibirnya. Lelehan kristal bening hangat itu melintasi pipinya. Kali pertama sejak membawa Bantarious, Ale gagal memberikan penampilan yang gemilang. Tidak ada home run darinya. Ale malah menghancurkan poin yang selama ini dirinya kumpulkan. Pemain tanpa strike itu kini mencetak dua strike dengan kecepatan pukulan hanya setengah kecepatan pukulan biasanya.

“Nggak apa, kok, kita percaya Ale tetap bisa. Lagi pula mau jadi winner or runner-up, second runner-up Bantarious selalu jadi pemenangnya. Coach dan para senior juga warga sekolah bangga sama kalian. Melewati babak delapan besar, empat besar sampai final itu nggak mudah. Kalian udah jadi paling hebat!”

Orasi singkat dari mulut pelatihnya tetap tak menghibur Ale. Jika ayahnya tahu, hinaan dan kutukan itu akan memekakkan telinganya lagi. Ale muak, Ale jenuh, Ale jengah dengan hari ini. Memoar singkat permainannya di lapangan sungguh membosankan. Membuat Ale ingin marah besar. Tetapi, mengacaukan perasaan Denno tidak akan berbuah apa pun baginya. Bubur tak lagi bisa jadi nasi, atau jadi beras lagi. Mustahil. Ale membenahi seluruh perlengkapan bisbolnya, kembali memisahkan diri dari kawanan Bantarious. Seluruh tubuhnya sakit bukan main, perasaan kecewa ternyata ampuh membuat jiwanya gonjang-ganjing. Semuanya bergemuruh dalam hati.

Tentang Kita, Aku dan Kamu[✔] [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang