Jangan lupa tinggalkan jejakmu, bintangmu, dan kesanmu.
Masih seperti hari kemarin yang Hira benci, Ale tak ada di sisinya. Tak duduk bersamanya di dekat jendela bus kota untuk pergi ke sekolah. Nanda semakin mengikat, membuat benteng yang kokoh. Mungkin siang nanti pun semua tak akan berubah.
“Pulangnya Kakak nggak usah jemput atau pesan mobil lagi. Aku akan mengerjakan beberapa tugas dulu, soalnya setelah UN, aku dan anak-anak paduan suara ada latihan untuk pembukaan kelulusan dan agenda lainnya.”
Hira asyik membaca buku materi IPA, sesekali terlihat dirinya mencorat-coret kertas tersebut dengan berbagai jawaban. Nanda mengangguk, balasnya, “Kabari gua, nanti gua suruh Ariyan buat jemput pakai motornya. Kalau nggak mau naik mobil.”
“Nggak usah, pacar Kakak kan juga sibuk kerja. Jangan membawa orang lain ke dalam hidup kita,” tegur Hira membuat Nanda diam, dadanya berdebar-debar hebat. Nanda kemudian menyikut lengan Hira membuat gadis yang memangku buku itu mendesis sebal.
“Oke, deh.” Nanda tersenyum, dia tak bisa membuat Hira lebih kesal. Terawangnya sembari mengamati pergerakan sang adik.
Bus melintas kawasan depan sekolah Hira, gadis itu pamit lebih dulu. Kakinya menapak sejengkal demi sejengkal tanah yang dihiasi kerikil-kerikil dan aspal yang legam, di sisiannya banyak rerumputan, bunga-bunga hias, area dinding komplek sekolah diwarnai mural, karikatur dan gambar jenis lainnya hasil kreasi alumni yang PKL ke sekolah—kebanyakan anak seni yang mengajar ekskul padus dan klub gambar.
Kepala Hira tertunduk mengamati sepatunya yang bergerak silih bergantian. Tiba-tiba ada sepatu lainnya yang mengiringi, Hira mendongak mendapati Ale berdiri di sampingnya dengan senyum yang begitu cerah mengalahkan cahaya mentari di jam setengah tujuh ini. Hira lekas mengalihkan pandangannya ke lain arah. Sementara Ale masih setia mengamati dirinya.
“Kamu udah sarapan, Ra?” tanya Ale dengan lembut. Hira bergeming.
“Sesekali. Biar kayak Ale kecil. Nggak ngerasa jijik, kan?” Ale tersenyum lebar, kerling matanya yang manja membuat Hira terpesona sejenak sebelum kembali mengamati wajah langit. Ale berdeham karenanya.
Gadis itu sontak menghentikan langkahnya. Pertanyaan itu mengguncang jiwanya, menggetarkan hati juga kedua bola matanya hingga berkaca-kaca. Wajah Hira bersemu merah jambu, angin yang menyibak rambutnya membuat Hira semakin bersemu malu-malu. Kepalanya mengangguk begitu saja. “Nggak kok. Apa pun itu, aku tetap suka dan kamu tetap Ale.”
“Udah sarapan, Ra?” tanya Ale lagi.
“Udah, Al. Kalau kamu sendiri?” Hira balas menanyai pemuda itu sembari tersenyum ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita, Aku dan Kamu[✔] [SUDAH TERBIT]
Novela JuvenilOPEN PRE ORDER NOW! 8-15 November 2021 [Ikut serta dalam event LovRinz Writing Challenge 2021] Di sini hanyalah secuil kisah seorang batter (pemukul bisbol) terbaik sekolah, bersama sang soprano paduan suara. Singkatnya begini, walaupun pertikaian...