°ENAM°

26 15 17
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejakmu, bintangmu, dan kesanmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa tinggalkan jejakmu, bintangmu, dan kesanmu.

Seluruh lantai di ruangan aula tempat paduan suara dipenuhi anak-anak yang berlatih olah rasa, vokal dan lainnya. Adapula yang asyik membaca not-not balok di layar ponsel masing-masing. Sedangkan, Hira tengah latihan mengolah suaranya. Kepala gadis itu mendongak, bibirnya bernyanyi. Sensasi bergetar di rongga-rongga mulut dan leher membuat rasa gatal menyerang. Hira langsung meneguk air minum dengan cepat, membuat jantungnya pun ikutan berlarian.

Bibir Hira membentuk huruf a, dari kecil hingga besar. Setelahnya membentuk i lalu u, e, sampai o secara runtut untuk mempertegas artikulasi. Hira sedikit menundukkan kepalanya, kini dia bernyanyi merasakan getaran suara beralih di depan wajahnya dengan halus. Hira berlatih menggunakan head voice, akan tetapi kepalanya langsung berdenyut. Hira pikir, mungkin olah vokalnya kurang.

Manajemen napas dilakukan Hira dengan baik. Sebagai seorang soprano, tentunya Hira tak boleh boros dalam memakai oksigen di seluruh tubuhnya untuk bernyanyi, atau napasnya akan terputus dan mengakibatkan false. Hira meletakkan tangannya di depan perut, sesekali menarik banyak oksigen lalu mengembuskannya hingga terasa rongga dada sangat mengempis. Begitu selama hampir dua puluh menit. Anak-anak lainnya baru saja tiba sebab sebagai dari mereka ada yang piket kelas dulu, bahkan ada yang baru selesai kelas karena ulangan harian.

Mereka langsung pada posisi, melatih vokal dan pernapasan masing-masing tanpa dibantu Hira.

“Ra, jadi soprano buat gua ketinggian!” protes seseorang dari depan pintu. Leoni, berdiri di sana dengan wajah merah cabai. Ketingat gerah basahi lehernya yang juga memerah. “Sumpah itu ketinggian. Kepala gua sampai sakit!” protesnya masih sama.

“Loh, emang kamu latihan juga? Kamu kan bukan tim kita?!” sahut Alina merasa risi atas kehadiran Leoni yang membuat suasana jadi gaduh. Kedua gadis itu tampak saling melotot.

“Terus, mau diturunin? Atau mau dirubah ke mezzo sopran?” Alina terkekeh, bola matanya yang sudah belo semakin saja dia belo. “Lo dari dulu emang nggak cocok di paduan suara. Disuruh nyanyi pakai suara rendah alto aja nggak bisa. Harusnya nggak lolos!”

“Udah, udah. Nanti aku tes kamu deh, kalau ternyata range vokal kamu ada di mezzo atau alto bakal aku bilang sama kak Reren kalau dia datang buat ngajar minggu depan. Sekarang mending kamu latihan supaya pita suara dan otot lehermu nggak tegang. Ada baiknya kamu banyak manajemen napas. Jadi, nggak ngerasa sakit kalau harus melakukan nada tinggi dan head voice.”

Tanpa basa-basi dan rasa berterima kasih, Leoni pergi begitu saja. Rambutnya yang hitam mengkilap dikibas ke wajah Alina dan anak-anak dalam ruangan. Bagi Hira, Leoni memang sosok yang suka cari pesona terutama di depan Ale dan khalayak ramai.

Tentang Kita, Aku dan Kamu[✔] [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang