OPEN PRE ORDER NOW! 8-15 November 2021
[Ikut serta dalam event LovRinz Writing Challenge 2021]
Di sini hanyalah secuil kisah seorang batter (pemukul bisbol) terbaik sekolah, bersama sang soprano paduan suara.
Singkatnya begini, walaupun pertikaian...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Janganlupatinggalkanjejakmu, bintangmu, dan kesanmu.
Ale memasuki Baseball Pen Competition yang digelar di Stadion Internasional Baseball Arena, Jakarta City; seorang diri sebab anak-anak lainnya sudah ada di ruangan ganti bersama pelatih dan para senior. Jika bukan karena ayahnya, mungkin dia tidak akan datang seorang diri. Ale melenguh kesal. Terlihat sekawanan makhluk tak asing dengan dagu terangkat arogan di depan jalannya. Sontak Ale memutar kepalanya jenuh. Pemuda itu segera mempercepat langkahnya, tak ingin berurusan dengan orang-orang tak penting seperti mereka. Namun, tas ransel Ale tiba-tiba saja ditarik oleh salah satu dari mereka, dan siapa lagi jika bukan Nando si kapten kesayangan Tim Galantika 2002 sekolah tetangga.
“Buru-buru banget, mau ke mana?” tanya pemuda itu—Nando—dengan wajah songong.
“Belagu!” cebik Ale tak segan.
“Mau ke mana sih, buru-buru? Takut ketinggalan koloninya?!” tanya Nando sembari mendorong bahu kanan Ale. Terdoronglah Ale beberapa jengkal dari hadapannya. “Sendirian agak takut gitu, ya?”
“Lo ini banyak banget bertingkah, ya?!” balas Ale sewot. “Gua nggak sepengecut lo yang koar-koar barengan. Nggak takut.”
Nando menarik kembali tali ransel Ale, akan tetapi Ale dengan tangkas menepis tangan Nando dari ranselnya. Bola mata Ale yang hitam besar membuat Nando lantas mundur darinya. Tatapan mata elang sedingin salju bulan Desember itu sanggup membuat Nando gemetar.
“Nggak usah ngancam, ya, lo!” sulut Nando dengan sewot. Bibirnya tersungging.
“Ngancam? Nggak salah denger?” Ale mencibir dengan embusan napas panas yang menerpa wajah Nando. “Udah, deh, kita duelnya di lapangan aja, nggak usah ngajak ribut di luar yang bukan arena kita. Kalau lo nggak mau reputasi lo hancur sendiri. Lo tau, gua nggak ada waktu buat ladenin orang kayak lo!” tandas Ale dengan tegas sambil menabrakkan bahunya pada bahu Nando juga anak-anak lainnya.
Nando menganga, mendapati reaksi heroik seorang Ale yang sangat mengangumkan. Pemuda itu mendesis, “GILA! Pumya nyali juga tuh anak! Cabut!” perintahnya dengan geram.
“Anak belaga kayak Ale nggak bisa dibiarin, Bos!” celetuk Hikam sembari menatap kesal. Nando mengangguk dengan bibir dikulum, matanya menatap jenuh.
“Gua nggak akan diam. Tenang aja, musim depan dia nggak akan ada di sini lagi!” ucap Nando memaki angin di depan wajahnya.
Sedang Nando sibuk membicarakan dirinya, Ale berbelok menuju kamar ganti yang sudah disiapkan panitia bersebelahan dengan dua sekolah tetangga lainnya. Kawanannya yang menunggu, menghela napas lega. Pasalnya, akan ada sedikit arahan untuk menghadapi tim Nando. Seperti yang orang tahui, jika softball dan baseball memang terlihat sama. Namun, ada beberapa hal yang beda. Khususnya, bola yang digunakan berbeda. Bola baseball lebih kecil dari bola softball, yang mana kecepatan pukulan akan memperngaruhi kecepatan bolanya juga.