11. Penyakit mental.

1.5K 87 1
                                    

Monalisa yang tengah mencuci tangan di wastapel sesekali melirik Elli yang berdiri di sampingnya. Dia menggelengkan kepala heran melihat tingkah tak jelasnya Elli. Bagaimana tidak, Elli tengah mendumel pada keran air yang dia pakai untuk mencuci tangannya.

Dia heran, apa yang Dokter Rudy katakan tadi sehingga dapat membuat mood Elli anjlok begini. Perasaan sebelum dipanggil Dokter Rudy, Elli masih biasa saja. Ya, tidak dapat Monalisa pungkiri bahwa tadi dia juga sempat deg-degan takut Dokter Rudy beneran marah saat di gosipkan. Tapi, Monalisa yakin tadi Dokter Rudy tidak terlihat marah sama sekali. Dokter Rudy itu orang ramah dan jarang terlihat marah.

"Elli, lo tadi diapain sama Dokter Rudy sampai badmood gini?" Monalisa menyusut tangannya dengan tisu yang tersedia di dekat kaca. Dia melihat sekelilingnya, ternyata mereka hanya berdua di dalam Wc. Tumben Wc kosong saat jam istirahat, pikir Monalisa.

"Gak." Elli menjawab singkat.

Elli mengambil lagi sabun yang tersedia di pinggir wastapel dan menggosokan lagi pada kedua tangannya membuat Monalisa makin keheranan. "Lo mendadak punya gangguan Mysophobia? Apa OCD?"

Selesai membuang busa sabun di tangannya, Elli tidak mengeringkannya melainkan sengaja mencipratkannya pada wajah Monalisa sampai menjerit takut Make up-nya luntur.

"Elli!" Monalisa mendesis kesal.

Bagaimana tidak, saat Elli mencipratkan air ke wajahnya, Monalisa baru saja selesai memoleskan Make up. Make up yang dia pakai tadi pagi memang luntur akibat keringatan saat menemani Dokter konselen-nya oprasi selama empat jam. Makanya Monalisa kembali merias wajahnya agar tetap tampil cantik dan fres, walau kenyataan fisiknya lelah dengan lingkaran hitam di bawah mata.

"Makanya jangan suka nuduh orang sembaranagn! Gue masih sehat, gak ada tuh yang namanya Mysopobia apalagi OCD!" Bibir Elli manyun tiga senti. Dia tidak terima disalahkan akibat merusak Make up Monalisa menjadi basah.

"Abisnya prilaku lo aneh, sih. Orang waras mana yang akan cuci tangan dari saben kapan dan gak selesai-selesai sampai sekarang. Lo lagi stres, kan?" Monalisa memicing curiga. Dia memang bukan kuliah di jurusan Psikologis, tapi tentu untuk dasar-dasarnya dia tau.

"Stres dari mana?" Elli menjawab heran. "Udah jangan nanya gue mulu, bawaannya malah makin ingin makan orang." Elli berkata sewot.

Ingin sekali dia mengguyur tampilan wajah yang serupa dengan dirinya di depan kaca. Menurut Elli, wajahnya cukup manis. Lalu kenapa  Dok. Udinnya tidak pernah mau menyentuhnya?

Dirinya memang jorok dan pemalas, Elli sendiri mengakui itu. Namun, masalah penampilan dan kebersihan badannya, Elli selalu berusaha untuk tetap menjaganya. Kalau Dok. Udin tidak ingin menyentuhnya dengan alasan bau dan kotor, Elli rasa itu tidak mungkin.

"Tadi gue kira gangguan Mysopobhia atau OCD, sekarang gue malah lebih yakin lo punya gangguan maladaptive daydream." Maladapative daydream adalah orang yang sering melamun hingga terhanyut terlalu dalam sampai lupa waktu.

Elli memutar bola matanya malas. "Halu banget ucapan lo. Gue sehat dan kagak mengalami gangguan kejiwaan Mysophobia lah, OCD lah, apalagi maladaptive daydream."

Monalisa menyenderkan tubuhnya pada tembok wc sambil menatap Elli yang tengah mengeringkan tanagnnya memakai tisu. "Terus lo kenapa dari tadi punya kelakuan aneh banget?"

Ditanya tentang kelakuan anehnya, Elli jadi teringat tentang kejadian tadi pagi di ruangan Rudy yang membuatnya kesel sekaligus malu luar biasa. Mau ditaruh di mana mukanya nanti saat bertemu Rudy.
Pagi tadi saat Elli sudah memejamkan matanya bersiap menerima first kiss-nya dari Rudy, Elli malah kena tamparan dari bisikan suara Rudy.

Bagaimana tidak kesal, Rudy mengatakan ada belek di matanya. Elli kira itu hanya cara jail Rudy seperti biasanya, eh pas diperiksa emang beneran ada belek. Malu, Elli langsung membuka pintu dan berlari keluar tanpa mendengar teriakan Rudy yang menyuruhnya kembali.

Ya Robb, aku harus bagaiman agar bisa menyembunyikan wajah malunya di depan Rudy nanti? Elli membatin frustasi. Pusing dengan pemikirannya sendiri, Elli membentur-benturkan jidatnya pada tembok.

"Bukan Mysophobia, OCD, maladaptive daydream, tapi fiks lo Self–Harm." Monalisa menatap Elli iba. Self-Harm (Melukai diri sendiri) adalah perilaku di mana orang tersebut melukai dirinya sendiri, baik melalui luka, luka bakar, atau pukulan.

"Momo udah gue bilang berapa kali, sih? Gue gak punya gangguan jiwa, gue normal ok. Jadi stop ngomongin penyakit-penyakit mental itu. Gue cuma lagi kesel, itu aja kok." Elli memandang Monalisa jengah. Ada apa dengan isi otak sahabatnya itu, kenapa mengaitkan segala tindak prilakunya dengan penyakit mental? Elli merasa dirinya tidak akan waras bila terus berdekatan dengan Monalisa saat ini.

"Ya maaf. Gue kan cuma khawatir sama lo." Monalisa merengut gak ingin di salahkan.

"Ok, terima kasih karena telah menghawatirkanku. Tapi, jangan katai gue punyakit mental juga kali." Elli mendelik sinis. Dia senewen sendiri jadinya. Udah tadi ketiban sial saat di ruangan Rudy, eh sekarang juga gak kalah sialnya saat disangka gila oleh teman sendiri. Kalo gini caranya, lama-lam Elli bisa gila beneran.

"Iya, iya. Kalau gitu coba sekarang lo cerita kenapa dari tadi tingkah li aneh banget?" Monalisa melembutkan suaranya siap mendengarkan curhatan Elli seperti biasanya.

Ketika Elli akan membuka mulutnya, pintu kedua kamar mandi terbuka. Seorang suster keluar sambil nyengir kuda. "Duluan ya." Suster itu berlalu meninggalkan dua gadis yang memandangnya cengo.

"Pasti Suster Mia bakal gosipin gue sama seperti yang lo omongin tadi." Elli menatap Monalisa datar. "Dia kan Ratu dari segala Ratu gosip."

"Sorry." Monalisa meringis tak enak. Dia tentu tau penyebaran gosip khusus di Rumah sakit ini secepat apa. Apalagi yang mendengar pembicaraan mereka tadi adalah Suster Mia, Suster terbawel se Rumah sakit. "Itu kan tidak begitu penting. Kalau sampai Suster Mia gosipin lo gila, itu hanya pekerjaan sia-sia saja. Iya, kan?"

Sekali lagi Elli menatap Monalisa datar. Tanpa menjawab pertanyaan Monalisa, Elli melangkah keluar tanpa menoleh lagi.

"Yah, marah." Monalisa meringis.

"Elli, tunggu!" Monalisa ikut melangkah keluar mengejar Elli. Namun, langkahnya langsung terhenti begitu melihat Elli tengah berdiri di belakang tangga berhadapan dengan seorang laki-laki. Monalisa membekap mulutnyabegitu melihat laki-laki itu memegang tangan Elli sambil menciumnya.

***

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang