Karena tangannya agak kesusahan saat mengusap darah di dahinya, Elli meringis karena lukanya jadi tertekan.
"Biar saya bantuin."
Elli membalikan badan yang semula menghadap kaca menjadi ke arah ranjang di mana Rudy berbaring. Dia melihat Rudy sudah duduk sambil menatapnya. "Kamu sadar."
"Hm." Rudy menggeser badannya hingga kakinya menapak lantai. Dia mengisyaratkan Elli dengan tangannya agar mendekat.
"Tidak perlu. Mending kamu berbaring lagi, nanti saya ambilkan makan buatmu setelah selesai mengobati luka di dahi saya ini."
Tanpa mendengar perkataan Elli, Rudy maju mengambil air dalam wadah dan langsung mengucurkannya pada luka Elli sampai bersih. Setelah mengeringkannya, Rudy memberi luka Elli cariran povidone-iodone, setelah itu baru Rudy menempelkan kain kasa yang sudah di pasang perekat.
Tanpa bisa dicegah, wajah Elli merona dengan degup jantung kencang. Bahkan Elli sampai takut kalau Rudy bisa mendengar degupan jantungnya. Berada dalam jarak sedekat ini, membuat Elli merasakan perasaan asing yang cukup mengganggu. Namun, anehnya Elli menyukai perasaan asing ini. Bibirnya tersenyum kecil saat di rasa Rudy meniup luka di dahinya yang sudah tertutup kain kasa.
"Udah saling deket-deketan begitu, nikah aja kalian."
Suara penuh cibiran itu menyentak Elli dan Rudy sehingga keduanya menjauh segera.
Di ambang pintu, ada Nyonya Devi, Supriyadi, Pak Lurah Groho, dan terakhir Sulis yang tadi berbicara.
"Mamah." Rudy memanggil Nyonya Devi.
Melihat ke adaan anaknya yang babak belur penuh dan perban, Nyonya Devi tidak dapat untuk tidak mencibir. "Kenapa bisa sampai babak belur?"
"Hah?" Elli yang duduk di kursi samping Rudy bertanya bodoh. Apa dia tidak salah dengar, bukannya menghawatirkan ke adaan samg anak, Nyonya Devi malah mencibirnya.
Ternyata yang menampilkan wajah bodoh pun bukan hanya Elli seorang, Sulis, Supriyadi, dan Pak Lurah Groho pun sepemikiran dengan Elli.
Melihat wajah melongo Elli, Nyonya Devi berdecak dan langsung menghampiri Rudy. "Kamu ini kan bisa bela diri, kenapa tidak melawan saat dilempari begitu?"
Ingin jujur tapi malu, akhirnya Rudy hanya diam enggan menjawab pertanyaan sang mamah.
Tidak puas karena Rudy hanya diam, Nyonya Devi mendesak sang anak. "Kenapa?"
Rudy menghela napas pasrah, mau tak mau Rudy harus menceritakannya kalau Nyonya Devi sudah mendesak begini. Kalau tidak, cubitan maut sudah dipastikan hinggap di perut dan pahanya. "Rudy gak punya tenaga, lapar."
Seketika Nyonya Devi menyesal telah menanyai anaknya begitu. Kalau tau jawabannya seperti ini, sudah pasti Nyonya Devi buang jauh-jauh pertanyaan tadi. Bukannya apa, Nyonya Devi sudah terlanjur menyukai keluarga Elli sekaligus dengan Ellinya. Cita-cita mempunyai besan asyik di ajak ngobrol sudah di depan mata, maka Nyonya Devi tidak boleh membuat nama baik anaknya tercoreng lagi setelah insiden salah paham kemarin.
"Ternyata begitu. Tunggu sebentara, saya ambilkan nasi serta lauknya dulu biar Nak Rudy bisa makan."
"Tidak usah." Rudy menatap tak enak ke arah Sulis yang baru ingin ke luar untuk mengambil makanan di dapur. "Biar saya saja yang makannya di dapur, ibu tidak perlu sampai membawanya ke sini."
"Eh, Nak Rudy kan sakit. Sudah, jangan seperti tak enak begitu. Nak Rudy terluka juga karena nolongin Liya anak saya. Jadi, biar saya yang membawa nasinya ke sini."
"Gak apa-apa, Mamak. Dia kuat kok kalau hanya jalan ke dapur. Lagian Dia pingsan juga bukan karena terluka, melainkan perut kosong karena belum terisi apapun." Elli menatap Rudy geli. "Benarkan?"
"Ya." Rudy menjawab sedikit malu.
"Oalah gitu. Kalau begitu ayo saya tunjukan jalan ke dapurnya. Sekalian juga kita makan bersama-sama. Mari bu Devi, Pak Lurah Groho, Nak Rudy, abah." Sulis melirik anaknya. "Kamu sudahkan ngobatin lukanya?"
Elli meraba dahinya lukanya yang sidah tertutupi jkain kasa. "Sudah."
Sulis tersenyum lebar. "Ayo kalau begitu kita makan dulu."
Sulis yang pertama keluar dan langsung diikuti yang lainnya menyisakan dua sejoli yang saling menatap satu sama lain.
"Em, om." Buru-buru Elli menutup menampar mulutnya karena kelepasan menyebut om. Dia nyengir kuda begitu mendapati Rudy menyipitkan mata. "Maksudku itu, anu... aku panggilnya apa?"
Rudy melipat tangan di depan dada, sipitan matanya masih dipertahankan saat menatap Elli. "Nama saya Rudy hoerudin. Panggil saja sesukamu."
"Kamu ini Dokter?"
Walau tidak tau ke mana arah pembicaraan Elli. Namun, Rudy tetap menjawab. "Ya."
Elli bertepuk tangan senang. "Karena Dokter, maka akan aku panggil Dok. Udin."
Mata Rudy berkedip. Apa katanya tadi, Dok. Udin? Gatal sekali Rudy mendengar namanya dipanggil begitu. Ingin komplen, tapi terasa buang-buang tenaga saja. Akhirnya Rudy hanya mendiamkan saja Elli memanggilnya Dok. Udin.
"Loh, kok Dok. Udin tidak tanya kenapa aku manggilnya dengan nama itu?" Elli bertanya heran. Elli kira Rudy akan menanyai apa arti dari kata Dok. Udin yang Elli panggil khusus untuk Rudy.
"Gak penting." Rudy menjawab acuh sambil melengos pergi keluar kamar meninggalkan Elli yang terbengong heran.
Mengedikan bahu, Elli berlari mengejar langkah Rudy yang sudah duluan keluar kamar.
"Nah, jadi pernikahan itu tetap harus dilaksanakan. Saya pribadi takut hal kayak gini terulang kembali. Khususnya pada Elli yang jelas-jelas orabg sini."
Suara Nyonya Devi terdengar membuat Elli mengernyitkan dahi bingung. Pernikahan? Pernikahan siapa? Elli bertanya-tanya.
"Dari awal sebenarnya itu yang saya khawatirkan, cemohan dan olokan warga pada anak gadis saya. Pak Lurah Groho tentu lebih paham mengenai warganya. Para penduduk Kampung asih itu gampang terhasut, makanya waktu kesalah pahaman antara Nak Rudy dan anak saya gampang sekali menjadi ajang ribut para warga."
Makin dekat dengan ruang makan, Elli kembali mendengar suara Abahnya. Elli memutuskan untuk berdiri di balik tembok sebelum bergabung ke dalam obrolan tentang kejadian waktu itu yang mengharuskannya menikah dengan Rudy.
"Maafkan anak saya pak Supriyadi. Kalau saja Rudy ini tidak bertindak gegabah, tentu putri Anda masih baik-baik saja sekarang."
Elli tertegun mendengar suara Nyonya Devi yang masih menyalahkan Rudy. Sejujurnya dia pun sudah tidak mempermasalahkan waktu itu karena dia sudah menyadari kalau Rudy benar tidak sengaja datang ke pemandian.
"Itu bukan salahnya Nak Rudy. Nak Rudy hanya mencoba menyelamtkan diri dari kejaran si Mince, waria yang demen sama laki-laki ganteng. Tidak ada yang salah di sini bu Devi."
Elli membenarkan apa kata Mamaknya. Namjn, dia menyalahkan ketika kata bahwa 'tidak ada yang salah' Elli malah lebih setuju kalau kejadian waktu itu salah si Mince.
"Saya akan menikahi anak ibu Sulis dan pak Supriyadi."
Tibuh Elli mendadak kaku begitu mendengar nada sungguh-sungguh Rudy tentang akan menikahinya. Elli mengankat tangannya ke atas dada sebelah kirinya. Apa dia baru saja salah menilai hatinya, kenapa pernyataan Rudy barusan memberi sensai hangat pada wajahnya?
"Apakah kamu mau menikah denganku?"
Elli yang tengah sibuk menenangkan jantungnya yang berdegup kencang sontak menoleh ke arah sumber suara yang terdengar dari arah sampingnya. Dia terlonjak sampai pinggulnya terbentur meja yang ada di belakangnya begitu mendapati Rudy sudah berdiri di sana.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Status Rahasia
ChickLitElli Mahasiswa Kedokteran yang mempunyai sifat ceroboh, jorok, dan pemalas mendapat keberuntungan dapat Magang di rumah sakit Kasih ibu tempat di mana Rudy bekerja. Kedekatan mereka menjadi guncingan hot se antero rumah sakit dan se fakultas Kedokte...