Bab 44. patah hati

1.2K 67 2
                                    

Laki-laki remaja yang menjadi om-nya Tulip itu memperhatikan perempuan yang datang bersama Dokter Rudy. Dia sedikit memiringkan kepalanya, tapi tetap tidak dapat menebak siapa itu karena wajahnya ditutupi tas. Namun, justru itu yang membuatnya makin penasaran. Siapa perempuan yang terlihat menyembunyikan wajah darinya ini?

"Ray, jangan memelototinya begitu! Gak sopan, ah." Emely menegur kelakuan adiknya yang ingin melihat wajah Elli. Dia tidak enak pada teman suaminya ini, karena adiknya malah bersikap tidak sopan.

Ray merengutkan wajah, dia menatap kakaknya ini gak suka. "Bukan gitu, hanya ingin melihat wajahnya doang. Aku berasa kenal, soalnya."

Satria tertawa kecil melihat perdebatan antara istri dan adiknya ini yang selalu saja bertengkar tak tahu waktu. "Ini Elli, Ray. Sudah, jangan bertengkar lagi kalian. Malu dilihatin Rudy dan Elli!"

"Elli!" Ray menoleh kaget ke arah Elli. Dengan paksa, Ray membuka tas yang menutupi wajah Elli. Dia melotot ternyata perempuan ini beneran Elli, perawatnya waktu di rumah sakit.

Akhirnya mau tidak mau, Elli menurunkan tas yang menjadi penghalang wajahnya agar tidak dapat diketahui Ray. Dia menghembuskan napas tak berdaya karena mendapati wajah Ray seduai dengan ekspetasinya, yaitu shok saat mengetahui dia datang bersama Rudy.

Rudy di samping Elli hanya acuh tak acuh, dia tidak peduli mau bocah SMA ini tau atau tidak tentang hubungan rahasianya dengan Elli. Karenamenurutnya, tidak ada dampak apa-apa.

Berbeda dengan Ray, dia hanya bisa terdiam shok. Kemungkinan-kemungkinan bermunculan di pikirannya, kenapa bisa Elli datang di anniversary kakanya? Kenapa pula datangnya bersama Dokter Rudy? Baju mereka terlihat sengaja di serasikan, apa mereka datang ke pesta ini sebagai pasangan? Seketika Ray dapat mendengar retakan mendadak hatinya, Perawat yang dia taksir ternyata sudah mempunyai pasangan.

"Hai." Elli melambai kaku. Dia meringis karena tak ada balasan dari Ray, Elli menyimpulkan kalau Ray benar-benar shok.

"Aw!" Ray mengaduh sakit saat merasakan sengatan maut pada pinggangnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan sang kakak, Emely.

"Jangan hanya bengong, cepat balik sapa!" Emely mendesis galak di telinga adiknya.

Satria yang juga ikut mendengar bisikan sang istri pada adik iparnya makin tertawa keras. Adik ipar dan istrinya ini memang merupakan mood busternya sekali, pasti ada saja hal-hal dari mulai yang kecil sampai yang besar sering mereka ributkan. Namun, dia juga tau bagaimana saling menyayanginya mereka satu sama lain.

Ray memutar bola matanya malas, kakanya ini memang hobi sekali mencubit. "Iya." Balasnya malas. Lalu, dia menoleh ke arah Elli yang masih menatapnya khawatir. "Hai, juga Elli... wadaww." Ray kembali merasakan sengatan maut, kali ini di bagian lengannya. Tanpa menoleh pun, dia tau siapa pelakunya.

"Yang sopan mamggilnya, Elli umurnya jauh di atasmu. Panggil kakak atau mbak!" Emely kembali berbisik di telinga Ray.

"Kak, Satria." Panggil Ray jengah.

Satria menaikan sebelah alisnya, menunggu adik iparnya ini melanjutkan ucapannya.

"Bisa tolong ambilkan lakban?"

"Buat?" Satria tertawa tanpa suara. Sebenarnya dia sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan Ray, tapi dia tetap menunggu agar Ray sendiri yang meneruskannya.

Ray melirik sinis sang kaka. "Buat tutup mulut Kak Em, agar tidak berisik kayak kaleng rombeng."

Seketika tawa yang Satria tahan pecah seketika, membuat hampir semua orang menoleh heran.

"Berisik!" Emely mendesis jengkel pada Satria yang langsung mengatupkan bibirnya. Namun, semua orang dapat tahu dengan kedutan di bibirnya, bahwa Satria masih mentertawakan sang istri.

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang