Hari ini adalah hari di mana Nyonya Devi akan mengunjungi daerah pemasok bahan utama restoran Puding ala home made miliknya yaitu buah-buahan segar dari Desa Asih. Namun, yang dilakukan Nyonya Devi sedari tadi hanya mondar mandir gak jelas padahal keberangkatannya sudah telat setengah jam yang lalu.
"Nyonya, kita sudah telat setengah jam dari jadwal rencana semula. Apakah Nyonya ingin berangkat sekarang?" Supri, Supir keluarga Saswito dengan baik hati mengingatkan majikannya itu. Dia tau kalau keberangkatan ini sudah ditunggu-tunggu oleh Nyonya Devi karena sekaligus ajang liburannya. Dia tidak tau apa lagi yang ditunggu sang Nyonya sehingga masih berdiri mondar mandir gak jelas begini.
"Tunggu sebentar lagi Pak Supri!" Nyonya Devi mengeluarkan Handphonnya dan lamgsung mengdeal nomer anaknya.
"Waalaikum salam." Nyonya Devi menjawab ketus saat sang anak mengangkat telponnya. "Kamu ini gimana sih, katanya mau nemenin mamah hari ini ke Desa Asih. Di tunggu-tunggu dari tadi kok gak nongol-nongol. Kamu lupa?"
Disebrang sana Rudy menepuk jidatnya karena lupa kalau hari ini harus menemani sang Mamah untuk melihat langsung pasokan restorannya. "Maaf, mah. Rudy lupa. Tapi tenang aja, Rudy bisa berangkat pakai mobil sendiri. Mamah berangkat duluan saja sama Pak Supri, biar Rudy berangkat belakangan karena masih harus menyelasaikan oprasi setengah jam lagi. Gak apa-apa kan mah?"
Nyonya Devi mendengus pasrah. Mau bagaimana lagi, pekerjaan anaknya memang seorang Dokter. Ya, walaupun Rumah Sakit itu juga memang miliknya, tapi Nyonya Devi tidak pernah mengajarkan pada anaknya agar bertindak semau hati. "Ya sudah. Tapi ingat, jangan sampai tidak menyusul mamah. Soalnya mamah ingin sekali-kali rehat sambil refresing ke Desa Asih yang masih terlihat asri dan sejuk bersama anak mamah. Mengerti?"
"Siap Madam!" Rudy terkekeh saat mendengar leluconnya sendiri.
"Ok, mamah berangkat sekarang, hati-hati kamu nyetirnya. Jangan lupa pakai sabuk pengaman dan jangan ngebut-ngebut!"
"Iya, mah." Rudy menjawab patuh. Walaupun dia tau umurnya sudah memasuki kepala tiga, namun dia mengerti kalau kekhawatiran seorang ibu tidak pernah memandang umur.
"Assalamualaikum." Nyonya Devi menutup telponnya begitu mendengar jawaban salam dari anaknya. "Ayo, Pak Supri kita berangkat."
"Baik Nyonya." Buru-buru Pak Supri membukakan pintu penumpang untuk Nyonyanya itu.
"Terima kasih Pak Supri." Nyonya Devi tersenyum sekilas sebelum masuk ke dalam mobil.
Pak Supri menganggukan kepalanya. "Sama-sama nyonya." Setelah menutup pintu mobil, Pak Supri bergegas mengitari mobil dan masuk ke pintu bagian pengemudi.
***
Habis Dzuhur, Rudy baru sampai di Desa Asih. Penampilannya yang mencolok dengan rambut dan kulit putih, wajah tampan, perawakan atletis, dan penyempurna dari tampilannya yaitu jas senolli yang melekat di badannya membuat orang-orang Desa terpana termasuk sekelompok waria yang tengah ngerumpi di pos ronda.
Mengecek sekali lagi lokasi yang dikirmkan sang Mamah, Rudy memutar kepalanya untuk mencari kantor Kelurahan. Tidak ada kantor apapun di sekelilingnya, yang ada hanya perumahan dan pos ronda.
Tak sadar Rudy bergidig ketika tatapannya tak sengaja jatuh pada seorang waria yang dengan terang-terangan melihat ke arahnya sambil tersenyum genit. Memilih mengabaikannya, Rudy menghampiri seorang Ibu-ibu yang tengah menimang anaknya.
"Maaf bu, apa ibu tau kantor Kelurahan ada di mana?"
Ibu yang tengah menimang anaknya itu menunjuk jalan yang berbelok di depan. "Dari belokan sana, Masnya tinggal lurus sedikit. Nah, itu kantor Kelurahannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Status Rahasia
Literatura FemininaElli Mahasiswa Kedokteran yang mempunyai sifat ceroboh, jorok, dan pemalas mendapat keberuntungan dapat Magang di rumah sakit Kasih ibu tempat di mana Rudy bekerja. Kedekatan mereka menjadi guncingan hot se antero rumah sakit dan se fakultas Kedokte...