2. Rasa penasaran Mande

3K 154 2
                                    

Mande yang tengah mengelap si jago, motor Ninja kesayangannya sontak menghentikan aktivitasnya begitu mendengar suara cempreng perempuan yang bisa menyebabkan gangguan telinga sementara.

Mande menoleh dan mendapati Elli tengah jingkrak-jingkrak kesenangan sambil menyanyikan lagu Mulan Jamilah 'Mahluk Tuhan paling sexi'. Karena kupingnya sudah gatel, Mande melemparkan kanebo yang dipakainya untuk mengelap motor ke arah si biang rusuh.

Elli yang tengah duet bersama Ahmad Dani sang hayalannya sontak berhenti bernyanyi. Elli hanya bisa menghela napas pasrah ketika sang hayalan melambaikan tangannya pergi. Elli menengok ke arah si pelempar sambil mendelik murka. "Lo!" Elli menunjuk Mande memakai kekuatan laser setajam silet. "Ganggu konser gue sama Ahmad Dani."

Mande datang menghampiri Elli yang tengah berdiri di depan pintu kostannya. Dia datang bukan karena apa, hanya mengambil kanebo untuk dipakai mengelap kembali si jago. membuat Elli melongo konyol.

"Mande." Elli berteriak memanggil Mande, yang di balas dengan gedikan dagu. Elli cengar cengir gak jelas. Dia berjalan mendekati Mande. Setelah mendudukan tubuhnya di kursi panjang depan kostannya Mande. Elli membebenah diri agar duduknya terasa nyaman. "Tau, gak?" Tanyanya penuh harap.

Mande melirik Elli heran. Tak urung, dia menggeleng juga.

"Tadi, Dok. Udin ...," Elli sontak menghentikan ucapannya begitu mendapati kanebo melayang ke wajahnya lagi. Elli melotot, namun tidak berkata apa-apa begitu melihat raut Mande yang kelihatan lelah.

"Dok. Udin mulu lo manggilnya! Panggil yang bener, kenapa? Namanya RUDY HOERUDIN. Ingat tuh!" Mande menangkap kanebo yang dilemparkan Elli padanya. Dengan santai Mande lanjut mengelap motor kesayangannya itu.

"Sewot mulu, lo. Habis kena tolak gebetan lagi, ya?" Elli berkata jahil. Mande memang sering kena tolak sama gebetan-gebetannya dengan alsan wajah Mande tak mencerminkan lelaki dewasa. Padahal Mande sudah berumur 23 tahun, umur yang cukup untuk dikatakan dewasa. Hanya wajahnya saja yang imut, babyface.

Kali ini Mande serius menatap Elli. Wajahnya muram tak ada semangat hidup. "Iya. Si Desi nolak gue." Akunya dramatis. Bahkan kini Mande sudah mengusap ujing matanya menggunakan kanebo yang di pakai mengelap si jago. "Dia kata, Malu kalau dilihat orang kalau kencan. Dia takut dikira jalan sama ponakan. Gini amat ini nasib." Mande mengakhiri ceritanya dengan menengadah ke atas.

"Lo, sih. Udah dibilangin si Desi udah punya gebetan." Elli menggeleng prihatin melihat sahabatnya yang tidak pernah beruntung dalam asmaranya itu. "Si Desi bilang malu mah, cuma alasan doang untuk nolak."

Mande berdecak dan melanjutkan kembali acara mengelap motornya. "Ya, namanya juga usaha."

"Usaha mah cari duit bukan cari pacar, Suhendi!"

Mande mendelik kesal karena namanya di ganti jadi Suhendi. "Sekate-kate mulut lo manggil gue Suhendi!

"Mulut-mulut gue, elo yang repot." Elli menjawab santai. Teringat akan tujuannya tadi ketika ingin mendekati Mande. Elli merubah raut wajahnya menjadi senyum-senyum gak jelas lagi. "Makin hari Dok. Ud-maksud gue Dokter Rudy makin tampan aja. Gak sabar rasanya untuk ketemu doi lagi."

Mande yang sudah kembali mengelap motor sontak menghentikan aktivitasnya. Mande menoleh heran ke arah Elli. "Gue sebenarnya udah penasaran dari dulu."

"Penasaran apa?" Elli bertanya heran.

"Kata teman-teman gue yang koas di Rumah sakit tempat elo sekarang. Dokter Rudy yang cakepnya kebangetan itu tak pernah mau secuilpun menyentuh perempuan yang bukan keluarganya kecuali pasien. Makanya banyak gosip yang beredar kalau Dokter dengan wajah memikat itu adalah seorang gay."

Mande memindai tubuh Elki dari atas kebawah membuat Elli melotot penuh peringatan.

"Kenapa liatin gue segitunya?" Elli bertanya was-was. Elli takut saja Mande nanti jatuh pada pesonanya yang memang susah ditolak.

Mande mengabaikan peringatan Elli. Dengan santai dia melanjutkan ucapannya yang sempat berhenti. "Kenapa kalau sama elo beda?"

"Beda gimana?" Elli makin heran dengan pertanyaan Mande.

"Kok sama elo dia mau sentuhan!" Mande memicing menatap Elli curiga. Sebenarnya Mande punya satu asumsi kuat, namun buru-buru ia buang jauh. Dokter Rudy yang tampan banyak fans masa mau sama si Tukiyem jorok, ceroboh, dan biang rusuh.

"Dari mana lo tau?" Elli bertanya curiga. Gak mungkinkan mereka, Rudy dan Mande pernah ketemu. Perasaan Elli, Rudy tidak pernah datang ke kostannya. Tau kostannya saja, Elli sangsi kalau Rudy mengetahuinya.

"Temen-temen gue lah yang bilang." Mande menjawab enteng.

Teman-teman Mande yang dari jurusan fakultas kedokteran memang sering kali menghampirinya hanya untuk mengabarkan tentang kedekatan Elli dan Dokter terlalu tampan di Rumah sakit tempat mereka Koas. Gak guna, kan?

Elli mengangguk mengerti. Oh, itu toh jawabannya. Elli kira Mande sengaja ngikutin Elli kemana-mana. Elli meringis dengan pemikirannya yang terakhir, absrud banget. "Itu mah, elo kagak usah tau. Cukup tau kalau Elli yang manis ini cintanya Dok. Udin sedunia. Ok?"

"Najong, lo." Mande bergidig geli melihat Elli yang mengedip-ngedipkan matanya. Bukannya terlihat manis, imut, dan lucu. Di mata Mande, Elli malah terlihat seperti orang cacingan.

"Ih, kata orang imut gini." Elli manyun karena tersinggung dengan sikap Mande yang seolah-olah jijik dengan wajahnya ketika mengedip-ngedipkan mata.

"Pasti yang bilangnya katarak."

"Wah, harus gue aduin loe sama Mona, soalnya dia yang bilang gue imut." Elli berkata sungguh-sungguh. Tangannya kini mengeluarkan Handphon untuk menelepin Mona. Ketika mengetik nama 'Mona' di pencaria. Nomor yang bernama 'Duniaku si super sexi' masuk ke Handphon-nya. Dengan semangat Elli mengangkatnya.

"Hallo?" Tanya Elli dengan suara lembut.

Mande yang kini tengah duduk di atas jok motor hanya memutar bola matanya bosan. Mande jadi penasaran, dengan siapa Elli teleponan samapi suaranya dibuat sehalus mungkin. Setelah menerka kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, Mande membelalak terkejut. Jangan-jangan si Tukiyem lagi teleponan sama Dokter ganteng pembangkit libido para janda dan perawan yang itu.

"Wa'alaikum salam. Alhamdulillah. Gimana sebaliknya?" Elli tertawa kecil di akhir ucapannya.

"... "

"Kapan-kapan aku main. Pasti." Elli tersenyum malu-malu saat mendengar balasan dari sebrang teleponnya. Bahkan kini dia sudah menggigit kecil kuku jarinya. Greget, Elli semakin menjadi dengan menggaruk kursi yang tidak di dudukinya.

Mande meringins ngilu. Merasa kasihan dengan kursi yang sudah ibunya taruh di situ untuk tempat Mande nongkrong. Kini, bangku itu menjadi tempat pelampiasan kuku tangan ganas si Tukiyem.

"Sama. Kalau aku udah lulus, pasti tinggal bareng kok." Elli terdiam sebentar. Wajah yang tadinya ceria kini agak redup. "Hanya beberapa bulan lagi."

Setelah mendengar balasan dari sebrang telepon, Elli kini sudah balik tersenyum-senyum."siaaaap. Sampai jumpa besok di Rumah sakit."

klik

Elli mengahiri panggilannya. Seakan Handphon yang di genggamnya adalah orang yang barusan menelponnya, Elli mengelus-ngelu pelan layar Handphonnya. Terakhir, Elli memberikan kecupan samapai terdengar muah.

Mande yang sudah cukup mual melihat tingkah lebay Elli, menendang tiang kursi pelan samapai Elli menoleh heran.

"Siapa sih yang barusan telepon?" Mande bertanya penuh keingintahuan.

***

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang