Bab 47. Tamat

3.1K 110 9
                                    

Saat membuka mata, hal pertama yang Elli lihat adalah langit-langit berwarna putih. Dari ciri khas bau obat-obatan, ia tahu kalau saat ini posisinya ada di rumah sakit. Elli tersenyum tipis, tidak menyangka akan masih memiliki kesempatan untuk menghirup oksigen.

"Elli, apa kamu mendengarku?"

Elli yang semula tengah menatap langit-langit langsung melirikkan matanya ke samping, ia menemukan Rudy yang menatapnya khawatir. Ia berkedip lambat, sebelum kemudian senyumnya melebar tatkala benar-benar ada Rudy di depannya.

Tidak mendengar jawaban apa-apa dari Elli, Rudy mengatur nafasnya yang tiba-tiba memburu karena panik. Setelah membubuhkan satu ciuman sayang di kening Elli, perlahan Rudy mundur. Ada setitik air mata yang terjatuh, laki-laki penuh pesona itu menangisi keadaan Elli yang seperti ini karena secara tidak langsung diakibatkan olehnya.

Elli melihat Rudy yang ke luar dengan cepat, lalu tidak lama Dokter George datang dengan dua perawat di belakangnya. Berbagai pemeriksaan dilakukan, tapi anehnya Elli seolah tidak merasakan apa-apa pada tubuhnya.

Dokter George menghembuskan nafas lega. Laki-laki paruh baya itu tersenyum ke bapaan pada Elli, lalu setelah mengatakan beberapa hal dia pergi ke luar bersama dua perawat yang mengikutinya.

Rudy kembali masuk, tersenyum lega pada Elli. Dia duduk di samping ranjang, menggemgam tangan Elli sambil sesekali menciumnya. "Syukurlah kelumpuhan yang kamu alami hanya sementara, terima kasih karena sudah mau bertahan Elli."

Pantas aku tidak merasakan apa-apa pada tubuhnya, pikir Elli.

"Dok--, uhm." Elli yang akan berbicara merasa suaranya sudah dikeluarkan, ia berdehem beberapa kali. Saat ada sedotan berisi air yang disodorkan ke depan bibirnya, Elli langsung menghisapnya dan setelah itu barulah tenggorokannya agak enakan.

"Istirahatlah lagi, saya akan ke luar untuk mengabari kamu sudah bangun pada mamah, mamak, dan abah." Rudy berkata sambil berdiri, mengusap sekilas kepala Elli.

Bukannya sedih atau prihatin dengan keadaannya yang sekarang lumpuh, tapi Elli malah senyum-senyum gak jelas setelah kepergian Rudy. Akhirnya ia bisa melihat sisi Rudy yang perhatian dan penyayang juga, membuat Elli merasa dirinya adalah perempuan terberuntung di dunia ini.

Kehebohan mamak dan abah menghiasi tawa dalam ruangan, sesekali Rudy akan ikut tersenyum dan menimpali ucapan. Elli baru tahu ternyata ia mengalami koma selama tiga hari, selama itu Rudy tidak pernah pergi dari sisinya.

"Gue benar-benar kecewa berat sama Lo," Mande yang saat ini duduk di sopa dalam ruang rawat Elli berkata sinis, di samping Elli ada Monalisa yang duduk di kursi samping ranjang. Mandi dan Monalisa masuk setelah keluarga Elli pergi, kini gantian mereka yang masuk.

Elli tersenyum mengejek pada Mande, dengan suara seraknya ia menjawab. "Kecewa apa gak rela Gue udah beneran nikah sama Dok. Udin?"

uhuk

Mande tersedak ludahnya saat mendengar penuturan Elli, ia menatap Elli beberapa saat sebelum kemudian membuang wajah. Tatapan Mande menyipit, sebelum kemudian kembali menoleh ke arah Elli dengan pandangan ragu. "A-apa selama ini Lo tahu kalau Gue suka sam--,"

"Iyalah Lo bakal iri, secara selama ini selalu bilang Gue ini yang jorok dan gak ada bagus-bagusnya dapat nikah sama Dok. Udin. Makanya kalau punya mulut dijaga, terbuktikan Gue memang istrinya Dok. Udin," Elli tertawa puas, memeletkan lidah pada Mande yang kini terdiam dengan tawa miris.

Mande tertawa karena kekonyolan dirinya yang sempat berpikir kalau Elli tahu tentang perasaannya, menggeleng pelan lalu mengangguk mengiyakan pada Elli. Lamanya menjadi tetangga dan terbiasa direpotkan oleh Elli, bohong kalau Mande tidak memiliki secuilpun perasaan pada Elli. Mande sadar dirinya menyukai Elli, tapi ia terlalu sadar diri kalau yang selalu Elli kejar hanyalah Dokter sejuta pesona Rudy Khoerudin.

Sedangkan Monalisa yang dari tadi diam mendengarkan perdebatan antara Elli dab mande tersenyum kecut, ia tidak sepolos Elli yang tidak menyadari kalau mande menaruh perasaan pada Elli. Namun, apa yang busa Mande harapkan dari Elli? Elli sudah menikah, jadi Mande tidak bisa memperjuangkan perasaannya pada Elli. Tidak ada alasan bukan untuk dirinya maju pada Mande? Monalisa ingin Mande tahu tentang perasaannya ini.

Ya, mungkin nanti, suatu saat nanti, Monalisa akan mengatakan dab berterus terang.

"Kayaknya keadaan Lo sudah membaik, gue balik, yok Monalisa Gue duluan." Mande pamit sambil berdiri, melangkah pergi tanpa mau mendengar jawaban dari Elli.

"Si Mande agak aneh," komentar Elli saat mendapati wajah murung Mande. "Seperti bukan dia."

"Gak usah mikirin orang lain, fokus pada diri sendiri saja." Monalisa menimpali sambil tersenyum tipis, menatap Elli jahil. "Beneran deh, dokter Rudy so sweet banget. Saat kamu pertama masuk ke rumah sakit, dia mengatakan dengan gamblang kalau Lo istrinya. Semua perawat, dokter perempuan, dan semua perempuan lainnya patah hati berjama'ah."

"Ya penting Lo enggak, kan cintanya sama si Mande kutukupret. Oh iya Gue lupa, Gue kan mau jodohin Lo sama dia. Setelah Gue sembuh nanti deh--,"

"Gak usah, biar Gue berjuang sendiri saja." Monalisa langsung memotong perkataan Elli, tapi sama sekali tidak menunjukkan keengganan pada sorot matanya. "Gue gak mau fokus Lo terbagi, Gue maunya Lo fokus pada kesembuhan saja."

"Momo, Lo memang sahabat baik Gue." Elli berkata dengan wajah setengah menangis, terharu saat tahu Momo benar-benar peduli padanya.

"Gue ... ke luar dulu ya." Monalisa pamit, setelah mendapat anggukkan dari Elli ia bangun berdiri dan ke luar. Sahabatnya itu masih terbaring, tapi selama beberapa hari ini ada perubahan pada kondisi tubuhnya. Elli mulai dapat mengatakan sedikit demi sedikit anggota tubuhnya.

"Bagaimana keadaan kamu sekarang?" Rudy yang baru selesai mengecek pasien lain langsing datang ke ruang rawat Elli, di tangannya terdapat aneka buah-buahan untuk ia berikan pada Elli.

"Lebih baik," Elli menjawab sambil tersenyum sumringah karena kedatangan Rudy, mata bulatnya berkilau melihat buah-buahan yang dibawa suaminya ini.

Melihat mata kucing Elli yang nampak kelaparan Rudu terkekeh lucu, ia menyimpan buah-buahan di atas nakas dan langsung mengambil bebrtapa bagian. Ia mengupas jeruk, menyupai Elli dengan telaten. "Kondisimu membaik, setelah kamu pulih mamah, mamak, dan abah setuju kalau kita melakukan resepsi pernikahan untuk memperkenalkan kamu pada publik. Apa kamu siap?"

"Sipa dong," Elli menimpali dengan semangat.

"Masalah Amelia dan keluarganya, saya sudah memutuskan pertunangan. Kini perusahaan ayah Amelia mengalami pailit setelah berita putrinya ditangkap polisi, juga ternyata mereka terbukti melakukan berbagai kecurangan dalam berbisnis." Ungkap Rudy sambil menunduk menatap jeruk di tangan, lalu mendongak dan kembali menyuapi Elli.

"Aku harap mereka bisa sabar," Elli berkomentar setengah acuh.

Rudy mencubit gemas pipi Elli, "Jangan terlalu baik dan polos."

"Siap, Dok. Udin." Elli menjawab patuh.

Mendengar panggilan katro dan menggelikan yang diucapkan Elli untuk memanggilnya, kini tidak lagi Rudy permasalahkan. Ia cukup senang mendengarnya, sebab Rudy sudah merasakan bagaimana tersiksanya ia karena tidak mendengar panggilan itu selama beberapa hari Elli koma.

"Cinta banget sama kamu," ucap Rudy dengan gumaman pelan, tersenyum manis saat melihat betapa lahapnya Elli makan. Elli memang begini, saat dia sakitpun nafsu makannya tidak akan surut. Perempuan polos-polos menyebalkan, anak magang cintanya Dokter. 

***

Tambah ekstra part gak nih? ✌

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang