Bab 47. Racun itu mengerikan

1.4K 91 3
                                    

Sekonyol apapun Elli, bila ia disuruh meminta cerai untuk balasan agar ia selamat tentunya tidak akan ia turuti kemauan perempuan di depannya. Ia sudah susah payah mendapatkan hati Rudy, seenaknya saja perempuan ini meminta ia untuk bercerai.

"Apa jaminan yang kamu berikan bila aku meminta cerai, kamu bakal memberikan obat penawar itu? Orang sepertimu yang menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan, ucapannya jelas tidak akan bisa dipegang." Elli menimpali dengan mimik serius, tidak ada sorot main-main lagi pada matanya.

"Goler, ambilah penawar itu!" Perempuan itu berdiri, memyuruh anak buahnya mengambil botol berupa penawar atas racun yang sudah dia jejalkan pada mulut Elli.

Tidak lama Goler datang dengan botol di tangannya, perempuan itu memperlihatkan pada Elli dengan senyum culas. "Sekarang kamu percaya bukan kalau penawar atas racun yang kamu telan itu ada di tangan saya?"

Semoga Dok. Udin gak ada jadwal tambahan, Ya Allah. Doa Elli dalam hati.

Sesuai perhitungannya bila tidak ada gangguan, Elli menghitung seharusnya kini Rudy sudah ada di lokasi. Namun, sesuatu dapat ia rasakan mulai panas di dalam dada, ia tahu racun itu mulai bereaksi.

"Aku ... tidak akan meminta cerai pada suamiku," Elli pada akhirnya mengucapkan kata itu, di mana ia tahu perempuan di depannya pasti murka dan bisa saja membunuhnya sekarang juga. Bila umurnya masih ada sisa ke depan, pastinya ia akan selamat. Namun, bila hanya sampai sini, ia juga tidak akan menyesalinya sebab walau masih perawan setidaknya status ia sudah menikah.

Miris banget ya ampun, nanti akan ada berita di mana seorang gadis sudah menikah ditemukan tak bernyawa. Kata-kata gadis sudah menikahnya itu loh, bikin orang salah faham aja.

"Kamu yang membuat keputusan itu sendiri," perempuan itu membuka tutup botol, lalu membuang isinya hingga berceceran si lantai. Saat semua isi sudah habis ke luar, ia membanting botol hingga hancur berkeping-keping. "Kamu akan mati secara perlahan, membujuk di sini tanpa ada orang yang menemukan."

"Benarkah, uhuk." Icha terbatuh, rasa sesak mulai menghilangkan kewarasannya. Dadanya semakin panas, perempuan di depannya sangat pandai membuat ia berada di ambang keputus asaan. "Dok. Udin sebentar lagi datang, lihat saja dia akan menangkapmu dan menyelamatkanku."

"Dia tidak akan menyadari kamu menghilang," balas perempuan itu dengan tersenyum mengejek. "Kamu terlalu polos dengan menyangka Rudy akan datang mencarimu. Dia hanya mencintaiku, baik itu dulu sampai sekarang. Bila pada akhirnya Rudy tahu kamu mati di tanganku, dosaku akan termaafkan karena Rudy sangat mencintaiku."

"Kamu yang terlalu polos, Amelia."

Baik Elli maupun Amelia langsung menoleh ke belakang, di mana kini Rudy berdiri dengan kedua tangan tersimpan ke dalam saku celana. Pandangan mata Rudy yang berwarna pucat tampak membekukan, kemarahan  jelas terpampang pada sorot matanya.

"Ru-rudy?" Amelia terkejut bukan main, ia langsung mencari keberadaan Goler sang anak buah. Namun, sejauh mata mencari, tidak ia temukan di mana-mana.

"Mencari laki-laki hitam berambut kriting dan temannya yang lain?" Rudy menyingkir dari ambang pintu, memperlihatkan beberapa orang anak buah Amelia yang kini sudah diringkus polisi. "Sayangnya mereka tidak bisa membantumu, jadi lebih baik serahkan diri sekarang juga."

"Rudy, kamu tidak akan memasukan aku ke penjara. Kita ini masih bertuangan kalau kamu lupa." Amelia langsung memperlihatkan wajah memohon, meminta Rudy untuk tidak memasukkannya ke dalam penjara.

"Pak, tangkap juga perempuan itu, dia dalang dibalik penculikan ini." Jangankan iba pada permohonan Amelia, Rudy malah menyuruh polisi agar segera menangkap Amelia. Tatapan Rudy beralih pada Elli yang masih duduk dengan wajah pucat, ia menyipitkan mata lantaran merasa ada yang janggal dengan istrinya itu.

Dua polisi langsung meringkus Amelia, mereka membawa Amelia ke luar untuk diadili. Sebelum Amelia sempat ke luar dari pintu, ia berhenti di depan Rudy dengan wajah marah. "Semua yang aku lakukan sekarang demi kamu, tapi kamu malah melakukan kesalahan dengan memenjarakan aku. Kalau kamu lupa, kamu sendiri yang mengkhianati pertunangan kita."

Rudy diam saja, tatapannya tetap datar dan tidak terpengaruh oleh air mata Amelia. Sorot kecewa jelas Rudy perlihatkan, sebab ia tidak menyangka perempuan yang ia anggap baik ternyata dapat melakukan hal seburuk ini. Masalah pertunangan, Rudy memang sempat merasa bersalah. Namun, balik lagi pada Amelia, Amelia sendiri yang dulu pergi tanpa kejelasan dan main seenaknya memundurkan pernikahan.

Jadi itu bukan salah Rudy 'kan?

"Amelia," panggil Rudy saat dua polisi hampir membawa Amelia pergi.

Refleks langkah kaki Amelia berhenti, senyum senang langsung hadir di bibirnya. Tatapan Amelia penuh harap, ia mengira Rudy akan mencabut laporannya dan kembali padanya.

"Pertunangan itu kita putuskan, terima kasih untuk luka yang kamu berikan beberapa tahun ini. Juga karena kamu sudah berbuat kriminal, aku akan menyerahkan kamu pada hukum biar diadili seadil-adilnya tanap ayah kamu bisa berbuat banyak." Rudy mengatakan hal itu dengan lugas, tanpa ada riak penyesalan sedikit pun.

Amelia hampir jatuh karena linglung andai tidak ada yang memegangi kedua tangannya tatkala mendengar ucapan Rudy barusan, ia tidak menyangka ternyata laki-laki yang ia kira sangat mencintainya hingga rela menunggunya hingga mencapai angka tahunan itu rela memenjarakannya.

Setelah kepergian Amelia Rudy langsung menghampiri Elli, ia semakin curiga ada sesautu yang Amelia lakukan pada Elli. "Katakan! Apa yang Amelia berikan padamu, racun kah?"

Elli tahu Rudy sudah dapat menebak apa yang saat ini terjadi pada tubuhnya, jadi Elli hanya tersenyum manis karena tebakannya benar. "Aku memang selalu pintar, buktinya Dok. Udin datang di waktu yang tepat."

"Elli," Rudy menepuk kedua pipi Elli, tapi percuma sebab Elli hanya dapat membuka matanya sedikit. Setelah memeriksa denyut nadi di pergelangan Elli, Rudy menggertakan gigi dan dengan cepat membawa Elli ke gendongannya.

Jantung Rudy berdebar kencang selama ia mengemudi mobil menuju rumah sakit, rasa takut mendominasinya saat ini. Sial, racun yang Amelia berikan pada Elli benar-benar mengerikan, Rudy tidak akan pernah memaafkan Amelia bila terjadi sesuatu yang fatal pada Elli.

"Apa ... aku akan meninggal sebentar lagi?" Tanya Elli saat Eudy mendorong brangkar, membawa Elli ke ruang UGD. Melihat wajah panik Rudy dengan mata sayunya, Elli tahu keadaannya sekarang benar-benar serius. Elli tersenyum tipis, "Kalau aku masih dapat diselamatkan, jangan buru-buru mencari perempuan lain."

"Jangan konyol Elli, saya benar-benar akan mencari perempuan lain bila sampai kamu meninggalkanku," Rudy membalas dengan suara serak. Untuk pertama kali, setidaknya air maya jatuh dari mata Rudy.

Elli menatap Rudy yang kini terpisah darinya oleh sebuah pintu, tidak lama pandangannya benar-benar menggelap seiring kesadarannya yang menghilang. Elli hanya berharap, setelah ini apapun yang terjadi padanya Rudy akan tetap tersenyum.

"Dokter George, apapun caranya selamatkan istriku!"

"I-istri? Elli adalah istri Dokter Rudy?" Tanya Dokter George dengan nada terkejut, ia menggeleng pelan karena fokusnya malah teralihkan. Prioritasnya sekarang adalah pasien, Dokter yang akan membantu Elli itu mengangguk ke arah Rudy. "Pasti, saya akan melakukan yang terbaik."

Semua orang yang kebetulan mendengar ucapan Rudy barusan terdiam membeku, apa lagi para perawat yang seolah patah hati berjamaah karena Dokter yang diidamkan hampir seluruh suster, Dokter perempuan, bahkan pasien itu ternyata sudah memiliki seorang istri. Ditambah istrinya ternyata Elli, anak magang yang mereka anggap menyebalkan.

Namun, dari semua orang yang terkejut, ada seseorang yang lebih terkejut lagi. Dokter anak itu mengepalkan kedua tangan, kemudian berbalik pergi dengan senyum miris.

Ternyata ia sudah terlambat.

***

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang