20. Apa yang disebut pelecehan?

955 51 0
                                    

"Apakah yang seperti itu bisa disebut mengintip?" Pertanyaan yang mengandung makna sindiran tersebut Rudy lontarkan pada semua orang yang ada di dalam ruangan. Dengan santai dia menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi sambil menyilangkan kaki.

Menghembuskan napas lega, Nyonya Devi melirik anaknya bangga. "Mamah tau kamu pasti tidak akan melakukan hal memalukan seperti itu."

"Terima kasih karena mamah sudah mempercayai Rudy." Rudy mengambil tangan Nyonya Devi yang ada di atas pahanya dan menggemgamnya lembut.

"Tapi, tetap saja kamu sempat melihatku telanjang." Elli berkata sewot. "Apakah itu tidak dapat disebut pelecehan?"

Rudy melirik Elli penuh perhitungan. "Nona, yang disebut pelecehan itu bila saya melakukannya dengan sengaja. Tapi, di sini saya sama sekali tidak ada niatan melakukan itu dan yang harus nona ketahui bahwa saya sama sekali tidak melihat Anda telanjang."

"Mana ada maling ngaku. Kamu pasti cuma menutup-nutupinya dengan dalih tidak melihat karena terburu-buru. Apaan tuh, orang bodoh juga bisa melakukannya." Elli melengoskan wajah karena kesal dengan tampang nyebelin milik Rudy.

Rudy menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Ternyata menghadapi gadis yang dia perkirakan berumur awal dua puluhan ini begitu menguras emosi dan berimbas pada ketenangannya yang selalu dia pertahankan karena posisi jabatannya sebagai Dokter. "Nona...Liya?"

"Elli." Elli buru-buru menjawab. Dia tidak sudi nama kecilnya harus dipanggil oleh laki-laki mesum yang sudah melihat tubuh telanjangnya. Ya ampun, tubuh polos gue udah dilihat laki-laki. Elli membatin frustasi.

"Baiklah Elli," Rudy membenarkan panggilannya. "Apakah kamu bisa mengetahui isi hati manusia? Kenapa sangat yakin seolah saya benar-benar melihat tubuh telanjangmu?"

Elli melotot sambil menyilangkan kedua tangan di area dadanya saat dengan terang-terangan Rudy memindai tubuhnya. "Tuhkan, bagaimana bisa saya gak berpikir kalau kamu sudah melihatku telanjang. Barusan saja kamu melihat tubuhku dengan tatapan penuh napsu begitu."

"Astagfirullah." Rudy mengusap wajahnya kasar. "Kapan saya melihat tubuhmu dengan penuh napsu?

"Rudy." Nyonya Devi mengusap-ngusap pungging Rudy bermaksud untuk menenangkannya. "Jangan terpancing emosi. Coba bicarakan baik-baik, nak."

"Maaf nama kamu Liya, benar?" Nyonya Devi menoleh ke arah Elli yang tengah cemberut.

Elli yang di tatap selembut itu oleh Ibu dari laki-laki yang mengintipnya sontak merasa tak enak hati. Memperbaiki raut wajahnya, Elli mengangguk sambil tersenyum tipis. "Benar bu." Elli menjawab ramah.

"Kalau kamu merasa dirugikan, bagaimana kalau Rudy anak saya mempertanggung jawabkannya?"

"Maksud mamah apa?" Rudy mengernyitkan sebelah alisnya heran. Entah kenapa perasaannya tiba-tiba merasa tidak enak seolah hal buruk akan terjadi ke depannya.

Nyonya Devi melirik Rudy sambil menyunggingkan senyum manis yang malah nampak seperti seringaian penuh rencana jahat. Apakah sekarang ibunya ini rengah merencanakan hal buruk untuk dirinya? Rudy membatin.

"Tanggung jawab seperti apa yang ibu maksud?" Kali ini Sulis yang angkat suara.

Nyonyq Devi tersenyum makin manis saat menatap ke arah Sulis. Dia melirik sekilas anaknya yang tengah menatap penasaran ke arahnya. "Bagaimana kalau Rudy dan Liya atau Elli ini kita nikahkan saja?"

"APAAA!"

"APAAA!"

Elli dan Rudy berteriak bareng. Mereka saling melihat satu sama lain, kemudian langsung membuang wajah masing-masing.

"Bagaimana menurut Pak Supriyadi dan bu Sulis?" Nyonya Devi kembali meminta pendapat kedua orang tua Elli seolah tidak mendengar teriakan heboh Rudy dan Elli.

"Gimana bah?" Sulis menoleh ke arah Supriyadi untuk meminta pendapat.

Supriyadi diam, dia dilema antara menerima tawaran absrud ini atau tidak. Kalau dia terima berarti anaknya harus menikah dengan laki-laki asing yang belum jelas asal usulnya di tambah pertemuan pertama yang terbilang buruk walau ada dalam kesalah pahaman. Dan kalau dia menolak bagaimana dengan mental sang anak dan tanggapan warga Desa yang mengetahui anaknya pernah kepergok telanjang saat mandi oleh laki-laki, pasti akan menjadi bahan olokan.

Supriyadi memindai penampilan pemuda yang tengah duduk gusar tepat di depannya itu. Diam-diam Supriyadi pun mengagumi Rudy. bagaimana tidak, dengan paras rupawan dan jas senolli yang melekat pada tubuhnya cukup memenuhi kriteria menantu idaman dan jangan lupakan juga dia terlihat bisa menjaga batasan dengan terlihat dari ucapannya.

"Abah, gimana?" Sulis kembali menyentak Supriyadi yang malah melamun saat ditanyai.

Supriyadi melirik singkat istrinya sebelum kemudian menatap tajam Rudy. "Berapa umurmu?"

"30 tahun, pak."

"Pekerjaanmu Dokter. Bagian apa?"

"Ahli bedah, pak."

Supriyadi mengelus-ngelus dagunya yang ditumbuhi jambang halus. "Statusmu."

"Untuk ap...," Rudy mengernyitkan dahi karena merasa panas di bagiankulit atas pahanya, dia melihat ke arah tersangka pencubitan. "Kenapa mamah nyubit paha, sih?"

"Jawab yang bener!" Nyonya Devi menatap tajam anaknya.

"Belum menikah." Akhirnya Rudy menjawab setengah hati. Apakah ini yang dinamai tengah ditanya oleh calon Bapak Mertua? Rudy bertanya dalam hati.

Elli yang sedari tadi mendengarkan sontak menegakan punggungnya begitu tau ke mana arah tujuan Abahnya menanyai status laki-laki yang nernama Rudy ini. "Abah, Liya aim dinikahkeun jeung lalalki iyeu. (Abah, Liya gak mau dinikahkan sama laki-laki ini."

"Liya lamun anjeun teu nikah jeung lalaki iyeu, anjeun ukur bakal jadi bahan olokan jalma-jalma tisabat ayeuna. Abah alim sampai eta terjadi. Manehna iyeu Dokter, anjeun oge kuliah kedokteran. Abah rasa iyeu jalan hiji-hijina keur anjeun neruskeun pendidikan di Jakarta tanpa aya rasa was-was deui dina hate Abah. (Liya kalau kamu tidak menikah dengannya, kamu akan menjadi bahan olokan orang-orang mulai sekarang. Abah gak mau itu sampai terjadi. Dia ini Dokter, kamu juga kuliah kedokteran. Abah rasa ini jalan satu-satunya untuk kamu meneruskan pendidikanmu di Jakarta tanpa ada rasa was-was lagi di hati Abah.) Supriyadi menggemgam tangan Elli sambil menatapnya lembut khas seorang Ayah terhadap anaknya.

"Tapi...," Elli menoleh ke arah Sulis yang baru menyela ucapannya.

"Bener caritaan Abah. Tingal, Rudy teh lalaki kasep jeung Dokter deuih. Kurang naon deui atuh Liya? (Benar ucapan Abah. Lihat, Rudy adalah laki-laki tampan dan Dokter pula. Kurang apa lagi Liya?)"

"Begini saja." Pak Lurah Groho melihat kedua belah pihak bergantian. "Keputusan ini biar Nak Rudy dan Liya saja yang memutuskan. Kita sebagai orang tua juga tidak boleh memaksakan kehendak anaknya masing-masing bila itu terkesan malah menekan mental mereka. Bagaimana?"

"Baiklah. Keputusan kita serahkan pada Rudy anak saya dan Elli. Jadi, apa keputusan kalian?" Nyonya Devi memandang bergantian Rudy dan Elli.

***

Status Rahasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang