"Baringkan!" Elli memandu Supriyadi dan Pak Lurah Groho untuk membaringkan tubuh tinggi besar Rudy di atas ranjang kamar Elli.
Setelah memastikan luka Rudy yang sedari awal Elli tahan menggunakan tisu tidak mengaliri darah lagi, Elli mengambil peralatan seadanya berupa p3k yang selalu tersimpan rapi di lemari bawah tv ruang keluarga.
Elli mengeluarkan setoskop, perban, kain kasa gulung dan steril, gunting, dan terakhir larutan povidone-iodine, "Hanya ada ini, tapi sudah lebih dari cukup." Gumamnya
Elli mengambil stetoskop untuk memeriksa keadaan Rudy, dia mengernyit karena menemukan sesuatu yang cukup masuk akal akan pingsannya Rudy.
"Abah, tolong pangnyanankeun cai jeung sabun. Pak Lurah Groho bisa bantu Liya di sini. (Abah, tolong ambilkan air dan sabun. Pak Lurah Groho tolong bantu Liya di sini)."
Dengan sigap Supriyadi keluar kamar untuk mengambil apa yang anaknya suruh. Dalam hati dia terus berucap meminta pada yang maha kuasa agar pemuda itu tidak sampai terjadi hal patal padanya.
Elli mengambil kain kasa yang langsung ia tempelkan pada di kedua luka Rudy setelah membuang tisu. "Pak Lurah bisa ceupeungan iyeu kain kasa heula? Liya keudah membersihkeun panangan. (Pak Lurah Bisa pegangin ini kain kasa dulu? Liya harus membersihkan tangan.)"
Walau ngeri melihat darah yang begitu merah di sekitar bantal, Pak Lurah Groho tetap maju. Ragu-ragu tangannya menjangkau kain kasa yang sedang Elli tahan untuk menghentikan pendarahan Rudy. "Li-liya, iyeu...iyeu saena urang cnak ka rumah sakit wae. Getihna seueur, abdi sieun Nak Rudy iyeu kudu dijahit luka na. (Li-liya, ini... ini gak sebaiknya kita bawa ke rumah sakit saja. Darahnya banyak, saya takutnya Nak Rudy ini harus dijahit lukanya.)"
"Liya rasa teu keudah, pendarahanna oge tos liren. Lukana teu ageung, ukur oge getihna katingali siga seueur teh apan sanes tina hiji luka ngalinkeun sumberna dua luka. Kamungkinan iyeu lalaki pingsan sanes tina kakurangan darah, ngalainkeun lalaki... em saeuntos Liya periksa secara keseluruhan tadi, pekanteh patuanganna teu acan ka isi nanaon. ( rasa gak perlu, pendarahannya juga sudah berhenti. Lukanya tidak besar, hanya saja darahnya terlihat banyak karena bukan dari satu luka saja melainkan sumbernya dua luka. Kemungkinan laki-laki ini pingsan bukan karena kekurangan darah, melainkan... em setelah Liya periksa keseluruhan tadi, ternyata perut dia belum terisi apapaun.)"
"Alhamdulillah.) Pak Lurah Groho mengusap dada lega.
Setelah dipastikan Pak Lurah Groho memegang dengan benar kain kasa di kepala Rudy, Elli beranjak ke kamar mandi yang kebetulan terdapat di dalam kamarnya. Sudah dikatakan bukan, kalau Elli ini termasuk orang cukup beruntung karena tidak kekurangan ekonomi seperti kebanyakan para warga Desa Asih. Kamarnya yang dilengkapi kamar mandi sendiri adalah bukti contoh kehidupan keluarganya cukup berada.
Supriyadi datang dengan seember air dan sabun di tangannya. Dengah tergopoh-gopoh dia mondar-mandir mencari Elli. "Di mana Liya, di mana? (Mana Liya, mana?" Supriyadi celingak celinguk mencari keberadaan putrinya.
Pak Lurah Groho tidak menjawab karena dia sendiri tengah berperang melawan batinnya sendiri yang ketakutan seolah tangannya menyentuh langsung luka di kepala Rudy. Dia hanya pokus pada pekerjaan yang di amanatkan Elli.
Sedangkan Elli yang baru selesai mencuci tangannya mengernyit kesal pada sang Abah. Namun, dia tidak mengatakan apapun begitu Supriyadi menyongsongnya sambil ingin memberikan air dalam ember dan sabun.
Wios ku Liya we, Pak Lurah Groho. (Biar Liya saja, Pak Lurah Groho.)" Elli mengambil alih kain kasa yang dipakai untuk menahan pendarahan di kepala Rudy. "Tolong kocorkeun cai iyeu kana luka lalaki iyeu. (Tolong kucurkan air ini pada luka laki-laki ini.)"
KAMU SEDANG MEMBACA
Status Rahasia
ChickLitElli Mahasiswa Kedokteran yang mempunyai sifat ceroboh, jorok, dan pemalas mendapat keberuntungan dapat Magang di rumah sakit Kasih ibu tempat di mana Rudy bekerja. Kedekatan mereka menjadi guncingan hot se antero rumah sakit dan se fakultas Kedokte...