EPILOGUE

886 133 68
                                    

Dali melotot bukan main ketika Aidan melakukan hal seperti itu padanya. Memang bukan pertama kalinya bagi Aidan melihat seluruh tubuhnya dengan terang-terangan. Dulu pernah, tapi waktu kecil.

Namun kali ini, di tatap sekujur tubuhnya oleh Aidan, Dali merasa malu sekali.

"Maafin gue" kata Aidan tiba-tiba.

"Maaf untuk apa?" tanya Dali terbata.

"Gak seharusnya gue gak peka akan cinta lo ke gue selama ini, Dali. Sampai gue bener-bener buta, ngeliat lo hanya sebelah mata. Sebagai orang yang bersikap sewajarnya ke gue. Padahal lo sedang terluka tiap kali liat gue" ujar Aidan.

Mata Dali berkaca-kaca. Jernih. Oh, Tuhan. Ini yang sekian lamanya dia tunggu selama ini. Aidan berkata manis seperti ini padanya. Lain dari yang sudah-sudah. Ini ia dia inginkan. Setelah berabad-abad mencintai dalam diam.

"Tapi kali ini, gue terlambat, Dal. Elo udah jadi milik Adrial. Jadi harusnya gue gak perlu untuk akuin ini sama lo" tambah Aidan.

Dali melebarkan tatapannya, "Enggak, Aidan. Enggaaak. Dali gak jadian sama Aidan. Selama ini Adrial suka sama Stefan. Bukan Dali. Dali cuma udah gak punya kekuatan apa-apa lagi ketika akhirnya Dali memilih nyerah untuk cinta sama Aidan. Karena Aidan gak pernah peka sama keberadaan Dali. Aidan gak pernah bisa liat kehadiran Dali selama ini untuk Aidan. Aidan bahkan gak tau kan kalau Dali udah lama sayang sama Aidan"

Aidan memegang kedua tangan lelaki itu. Hujan seketika membasahi pelataran belakang rumah Ambu Nasidah. "Tiga hari selama gue disini. Gue hanya bisa merenungi semua yang udah-udah, Dali. Gue tau bagian apa yang selama ini gak pernah gue pelajari dalam hidup"

Dali memandangi raut wajah cowok gentleman ini dengan penuh saksama. Sungguh ini perlakuan terbaiknya yang pernah ada. Romantis. Bahagia tahap akhir. "Apa?" tanya Dali.

"Hargai sebelum pergi. Gue gak bisa menghargai kehadiran lo selama ini. Gue cuma menganggap semuanya tuh sepele. Bahkan cinta lo aja sama sekali gak bisa terlihat oleh mata hati gue, Dali" jawab Aidan, menjelaskan.

Dali menitihkan air matanya menatap wajah lelaki satu ini. Sungguh penat rasanya. Kasihan Aidan. Entah mengapa kalimat itu selalu membendungi lubuk hatinya saat ia akan membenci lelaki itu. Tidak bisa. Hatinya selalu luluh pada Aidan.

"Gue sekarang sadar. Cuma lo satu-satunya orang yang bisa buat hati gue tenang. Cuma lo orang yang bisa bikin gue nyaman. Lo udah berhasil bikin gue terjebak kayak gini, Dali. I'm stuck on you! Gue sayang sama lo. Gue cinta sama lo. Gue cuma mau lo. Gue butuh lo. Cuma lo orang yang bisa ngertiin gue, Dal. Cuma lo" jelas Aidan dengan wajah penuh harap.

Dali menangis, menatap Aidan di tengah derasnya hujan.

"Maafin gue ya. Maafin semua kesalahan gue sama lo. Maafin gue yang baru sekarang nyatain ini sama lo. Maafin gue yang selalu bikin lo seakan di gantung tanda tanya dan harapan yang gak pasti. Maafin gue, Dali" ujar Aidan dengan memegang kedua pipi Dali.

Bibir Dali bergerak, terbata. Rautnya sedih sekaligus bahagia. Dia berkata penuh mantap, "Buat apa Dali benci sama satu-satunya orang yang terlanjur menguasai hati Dali, Aidan??? Dali sayang banget sama Aidan"

Aidan menarik tubuh Dali seketika dan memeluknya dengan erat. Tak hayal seluruh kesedihannya tumpah dalam satu pelukan erat dan melebur menjadi penegasan kebahagiaan yang teramat.

Dali pun menangis di pelukan Aidan. Menyatakan bahwa dirinya benar-benar berserah, memilih untuk terus mencintai lelaki tinggi ini. Menciumi leher Aidan dengan getir.

Lalu Aidan mengambil wajah Dali dan turut mencium lembut bibir Dali yang tipis dan basah karena hantaman air hujan disana.

Dali pun turut menyerahkan sepenuhnya bibir itu untuk Aidan. Tak ada satu pun yang harus tersisa. Aidan benar-benar menjadi miliknya saat ini, saat dia berkata, "Jadi milik gua ya"

STUCK ON YOU 4 (END 18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang