"Turun!" kata Tori.
Stefan menoleh ke arah pemandangan yang ada. Dia menjuruskan pandangannya pada berbagai tukang makanan di sepanjang trotoar dekat jalan yang ramai.
"Kita makan disini?" tanya Stefan.
"Kenapa? Gak suka? Lu maunya dimana? Restoran???" tanya Tori, ketus.
"Bukaaan! Tapi masa mau dinner, tempatnya gak romantis gini?" ujar Stefan.
"Bersyukur ya! Masih banyak orang yang gak bisa makan! Lagian gua lagi bokek! Jadi please, lo tolong-"
"Iiihhh, Toriiii! Kan bisa pake uang gue! Gue gak minta traktir kook!"
"Stef! Please ya! Ini bukan masalah uang. Tapi gua juga pengen lu bersyukur dikit. Lagian dimana pun makannya, kan intinya kita tetep makan berdua! Apa bedanya?" tukas Tori.
Stefan senyum-senyum sendiri mendengar penghujung kalimat Tori barusan.
"Kalo lo gak mau yaudah! Gue anter lu balik, biar gue bisa nongkrong bareng Lazim, Nata-"
"Eh eh eh eh!!! Siapa bilang gue gak mau? Orang gue mau kok! Wleee!!!"
"Yaudah turun! Ngapain lo anteng ae di motor, udah kayak cabe-cabean ae lu!" cetus Tori.
Stefan pun cemberut, lalu turun dari motor vespa milik Tori. Dia berusaha membuka tali belt pada helmnya tapi tak bisa. "Aduuuhh, susah nih"
"Gausah manja" cetus Tori, sambil menurunkan standar vespanya.
"Tapi beneran susah, Tooor! Gue gak boong!"
"Gue gak percaya! Paling ini cuma trik lo aja supaya gue mau bantuin lepasin tuh helm dari pala lo! Biar kayak di sinetron-sinetron kan???" cetus Tori dengan kedua tangan di pinggangnya.
"Heh, lo pikir gue boong-boongan apa! Serius, helm lu ke-stuck! Gue gak bisa lepasinnya, Toriii!!!"
"Bodo amat ah!" Tori berjalan menuju tempat makan tersebut, meninggalkan Stefan.
Stefan geram dengan Tori. Mau tidak mau dia berlari cepat menyusul Tori dengan helm yang masih terpakai di kepalanya. "Toriiii!!!"
~
Dali tengah berusaha menyibukkan dirinya dengan mengerjakan tugas-tugas sekolah yang menumpuk.
Apapun itu, Dali lakukan agar ia teralihkan dari bayang-bayang Aidan yang terus mengganggunya.
Dengan tidak bergairah, ia hanya bisa menulis dan menulis di buku tugasnya tersebut.
Walau kadang tak ada pengaruhnya, Dali memaksakan diri untuk melakukannya di meja belajarnya.
Lambat laun tangannya bergerak dengan cepat. Dia semakin cepat menulis. Alih-alih mengerjakan tugas, nyatanya dia semakin gusar dan malah mencoret-coret kasar pada bukunya.
Lalu dia menangis, menutup wajahnya. "AIDAAAAAAAANNN!!! SIALAN LOOO!!!" teriak Dali.
Seketika teriakan Dali barusan dibalas oleh seseorang yang bersuara tiba-tiba, "Segitu cintanya lo sama dia, sampe jadi bego begini???" tukas Adrial.
Dali melonjak kaget dan berdiri dari duduknya ketika melihat Adrial yang duduk di pagar balkon kamar Dali. "Anjrit!!! Ngapain lo disini???" tanya Dali.
Adrial mengisap sebatang rokoknya sambil bersandar ke dinding. Tak menjawab pertanyaan Dali.
"Gua sumpahin jatoh lo, monyet!" cetus Dali pada Adrial disana. "Ngagetin aja! Punya kebiasaan setan darimana sih sampe lo jadi gak tau sopan santun kayak gini??? Gua yakin diajarin sama si Afkar nih!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU 4 (END 18+)
AcakWARNING : LGBT STORY HOMOPHOBIC, DILARANG MEMBACA CERITA INI. Aidan, si cowok dingin dan galak, masih di ambang rasa ragu akan jati dirinya yang terasa samar dia rasakan. Dali sendiri tak urung berani untuk mengatakan perasaannya terhadap Aidan yang...