4

2.1K 201 4
                                    

Terlalu nyaman dengan seseorang
selama bertahun-tahun bisa membuatmu terlena,
membuatmu merasa bahwa apa yang kamu dapatkan saat ini
adalah yang terbaik untukmu.


Aku baru saja masuk lobby dan menempelkan jempolku di mesin absensi ketika Anita menghampiriku. Wangi parfum mahalnya benar-benar membuat betah siapa pun yang ada di dekatnya.

"Mbak Hayu, nanti makan siang bareng yuk."

Wah, tumben Anita mengajakku makan siang bersama. Setahuku, dia suka sekali memakai barang branded dan hanya mau bergaul dengan staf-staf yang juga memakai barang branded. Seperti biasanya, hari ini Anita juga memakai barang-barang branded. Blazer Zara warna hitamnya yang tidak dikancingkan memperlihatkan mini dress Forever 21 warna beige yang dia kenakan. Flat shoes yang dipakainya pun ada emblem Gosh di bagian sampingnya.

"Ada acara apa, Nit?"

"Ya makan siang bareng saja sambil ngobrol. Nanti aku mampir ke ruanganmu, Mbak. Kita ke kantin bareng ya."

"Oh gitu. Liat nanti yah, Nit. Aku nggak janji. Takutnya Mr. Nilsson butuh apa-apa pas jam istirahat."

"Pokoknya nanti aku ke ruanganmu saja, Mbak."

"Okay," kataku menyudahi basa-basi itu.

Aku melirik jam tanganku. Masih ada sepuluh menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. Masih cukup waktu untuk membuat secangkir kopi. Kuambil mug warna pink yang ada di atas mejaku dan segera menuju pantry di lantai atas. Ketika aku sedang menunggu air di dalam electric kettle mendidih, Damar masuk ke pantry.

"Cieee... yang diajak makan siang sama kalangan elite."

"Nggak sekalian pake speaker ngomongnya? Biar Anita dengar sekalian."

"Ya maap," katanya dengan senyum geli.

"Si Anita pasti cuma pengin ketemu Jason di ruanganku. Modusnya saja ngajak makan siang bareng. Aku bilang juga apa, Mar? Jason belum nongol saja sudah bikin aku repot."

"Siapa bilang dia belum nongol? Tuh orangnya di ruang Mr. Nilsson. Makanya aku nyusul kamu kesini. Pak bos minta dibikinin kopi dua. Satu tanpa gula, tanpa susu, tanpa krimer. Yang satu lagi kopi sama susu saja, tanpa gula."

"Lah, bosku nambah satu lagi mulai hari ini?"

"Yang sabar ya. Nanti aku minta Pak Budi bantu bawain kopinya ke bawah. Tapi tetep kamu yang bikin kopinya ya! Mr. Nilsson suka protes kalau nyoba kopi bikinan Pak Budi."

"Yes boss."

"Senyum dikit gitu lho. Masih pagi kok sudah cemberut saja."

"Gimana nggak cemberut? Kerjaanku nambah, bosku nambah, gajiku kapan nambah?"

"Lah, kok malah tanya gaji kapan nambah. Ntar ganti tahun kan nambah sendiri."

"Gundulmu, Mar. Itu sih sepabrik gajinya nambah semua."

Damar masih tertawa kecil ketika membuka salah satu pintu lemari yang menempel di dinding pantry. Dikeluarkannya sebuah toples bertuliskan PUNYA DAMAR dari dalam lemari itu. Setiap melihat toples yang berisi susu penambah berat badan itu, aku merasa iba padanya yang terobsesi ingin memiliki tubuh yang berisi. Tubuhnya memang terbilang kurus untuk ukuran lelaki. Menurut Damar, badannya yang kurus itulah yang menjadi alasan kenapa dia masih jomblo hingga saat ini. Demi untuk bisa mendapatkan pacar, dia rela menghabiskan seperempat gajinya setiap bulan untuk membeli susu itu.

Dituangkannya tiga sendok makan susu bubuk dari toples itu ke dalam mug hitam miliknya. Tidak seperti aku yang menyukai air yang benar-benar mendidih untuk membuat kopi, bagi Damar air panas dispenser sudah cukup untuk membuat susu. Sambil mengaduk-mengaduk susunya, Damar mengamatiku.

Hush! No Drama AllowedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang