36

1.4K 179 0
                                    

Di dunia yang riuh dengan ejekan,
kesunyian memberi pelukan yang menenangkan.
Ketika nyanyian samar tentang kebohongan bergema,
menyenandungkan kebenaran tak akan berguna.



Aku sedang mempelajari proposal peremajaan mesin pemotong kayu ketika Damar masuk ke ruanganku. Dia berdiri di samping mejaku. Aku bisa mencium wangi parfumnya yang lebih kuat dari biasanya.

"Agnes sudah minta maaf sama kamu?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Sudah. Kamu yang nyuruh dia?"

"Iya."

"Patas saja minta maafnya nggak ikhlas," ujarku lalu menengadah untuk menatap matanya. "Tapi nggak apa-apa. Setidaknya Agnes sudah mau minta maaf, daripada nggak sama sekali."

"Maaf ya, Yu. Seharusnya aku bisa berbuat lebih untuk mencegah gosip-gosip itu beredar."

"Bukan salahmu, Mar. Toh awalnya kamu sudah memintaku untuk menjauhi Jason."

Damar cuma tersenyum lalu dia mengeluarkan sebatang Silverqueen Cashew dari saku celananya. Diletakkannya coklat itu di atas mejaku.

"Apa ini?"

"Sogokan. Biar kamu nggak sedih lagi."

"Cuma Silverqueen?"

"Kurang? Kamu mau minta apa lagi?"

"Tiger Roll Pandan dari Parsley!"

"Ngelunjak deh," katanya sambil mengacak-acak rambut di puncak kepalaku dengan gemas.

"Ih, apaan sih! Rambutku kan jadi berantakan," protesku sambil berdiri dari kursiku lalu mencubiti lengannya.

"Sakit, woi!" ujarnya lalu mundur beberapa langkah untuk mengindari cubitanku berikutnya.

Bruk! Tanpa sengaja Damar menubruk Jason yang baru saja keluar dari ruangannya. "Maaf, Mister," ujarnya dengan senyum geli yang masih menghiasi wajahnya.

"Tolong jangan berisik. Saya sedang mempelajari laporan keuangan dan saya butuh ketenangan untuk berkonsentrasi."

"Maaf, Mister. Saya cuma mau pamit dinas luar."

"Mau ke mana?"

"Ada bimbingan teknis dari Disnaker."

"Okay, just keep me updated." (Oke, pastikan kamu memberi info terbaru pada saya)

Damar mengangguk dengan sopan lalu segera keluar dari ruanganku. Jason masih berdiri di depan pintu ruangannya sambil mengamatiku. Bukannya tadi dia bilang kalau dia butuh ketenangan untuk mempelajari laporan keuangan? Sekarang sudah tenang, kenapa dia masih berdiri saja di situ?

"May I help you?" (Ada yang bisa saya bantu?) tanyaku akhirnya.

Jason menggeleng. Wajahnya yang tampan tampak tidak senang. "Nanti siang saya mau makan di luar. Kamu ikut."

"Saya nggak bisa karena..."

"Itu perintah, bukan tawaran," potongnya cepat lalu segera masuk kembali ke ruangannya. Apa-apaan itu tadi? Kenapa dia jadi seenaknya sendiri?



Jason mengajakku makan siang di Gubug Mang Engking. Dindingnya restoran ini didominasi batu berwarna abu-abu gelap dan pintu masuknya ditumbuhi tanaman hijau yang merambat dengan lebat. Terdengar sayup-sayup musik khas Sunda ketika kami memasuki bangunan berbentuk kastil itu. Dia berjalan mendahuluiku dengan langkah-langkah yang panjang dan langsung memilih meja yang ada di sebuah ruangan tersendiri di ujung bangunan itu. Kalau dilihat dari caranya memilih meja, sepertinya ini bukan pertama kalinya dia ke sini.

Hush! No Drama AllowedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang