15

1.5K 151 0
                                    

We are a list of trials and errors.
I've tried almost everything like loving him
and making him love me back.
Yet I can't point out the errors that fail us. 

(Kami adalah sekumpulan percobaan dan kesalahan. Aku sudah mencoba hampir semua hal seperti mencintainya dan membuatnya balas mencintaiku. Namun hingga kini aku masih tidak bisa menunjukkan di mana salahnya hingga kami gagal)



Sudah dua minggu berlalu sejak pernikahan Mas Bekti. Berarti sudah dua minggu aku tidak mendengar kabar dari Sam. Setiap hari aku mencoba melanjutkan hidupku dengan menerima kenyataan bahwa aku lah yang memintanya pergi. Selama ini kata putus tidak pernah sekali pun keluar dari mulut kami. Jadi, sekali saja aku memintanya untuk meninggalkanku, dia langsung mengabulkannya.

Kalau memang dia mencintaiku, bukankah dia seharusnya menghubungiku? Memohon kesempatan untuk bersama lagi denganku? Apakah empat tahun bersama tidak menimbulkan rindu di hatinya? Atau memang hanya aku yang mendambanya?

Aku tersentak mendengar dering telepon. Nomor ekstensi resepsionis berkedip-kedip di layar. Akhir-akhir ini Mbak Maya sering meneleponku untuk memastikan aku tidak sedang melamun atau memikirkan Sam di tempat kerja. Ya, dia sudah tahu kalau hubunganku dengan Sam berakhir. Telepon itu sudah berdering sampai tiga kali. Bagaimana ini? Kan tidak mungkin aku membicarakan hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan padahal ada Jason di sampingku. Telepon kembali berdering. Ah sudahlah, kujawab saja. Toh Jason tidak paham bahasa Indonesia dan dia sedang serius memeriksa hasil render desain sofa dari Mas Roni.

"Ya Mbak?" sapaku.

"Ih, kok begitu sih nada suaramu. Yang ceria dong, Yu!" katanya.

"Atasanku ada di sini, jadi kita nggak bisa ngobrol. Kenapa telepon, Mbak?"

Sebisa mungkin aku tidak menyebut nama Jason ketika berbicara dengan orang lain di dekatnya. Cukup sekali dia menegurku karena berbicara dengan Mas Roni menggunakan bahasa Jawa di hadapannya. Kali ini aku tidak ingin dia menuduhku sedang menjelek-jelekkannya hanya karena aku tidak sengaja menyebut namanya.

"Oh, ada Mr. Jason ya di situ. Biasanya jam segini dia ke workshop."

"Dari tadi di sini. Gimana, Mbak? Ada apa telepon aku?

"Ini lho, Yu. Damar minta tolong aku nanya ke kamu."

"Dia nggak bisa nanya langsung ke aku?" potongku cepat.

Aku mendengar Mbak Maya menghela nafas, "Kalau kamu nggak judes terus sama dia, pasti dia sudah nanya kamu langsung."

"Jadi sekarang aku yang salah, Mbak?"

"Sudah, sudah. Kalau dilanjut, bisa-bisa kita yang berantem," kata Mbak Maya menyerah.

"Oke. Aku tutup teleponnya ya, Mbak."

"Eh, tunggu dulu. Kamu kan belum dengar pertanyaannya."

"Apa pertanyaannya?" tanyaku tidak sabar.

"Dua minggu lagi kan kamu ulang tahun, kamu mau dirayakan di mana? Damar bilang dia yang akan traktir sebagai permintaan maaf."

Aku melirik kalender meja yang berdiri di samping kanan laptopku. Aku hampir lupa kalau dua minggu lagi aku berulang tahun yang ke dua puluh sembilan. Rahayu Maheswari akan bertambah lagi usianya di tahun ini dengan status yang masih sama di KTP, Belum Kawin!

"Yu, kok diem sih? Katanya nggak mau ngomong lama-lama di telepon."

"Harus banget ya kita merayakan ulang tahunku?"

Hush! No Drama AllowedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang