24

1.2K 161 1
                                    

Menaiki roller coaster akan menyenangkan
selama durasinya tidak lebih dari dua menit.
Begitu juga sebaiknya permasalahan hidup.
Tak usah lama-lama, supaya hidup bisa dinikmati.



Tahu-tahu sudah hari Kamis dan Damar masih tidak mau bicara denganku. Apa perlu aku membacakannya hadist dilarang mendiamkan sesama muslim lebih dari tiga hari ya? Siapa tahu berhasil, kan? Tiba-tiba teleponku berbunyi. Nomor extention Mbak Maya muncul di layarnya.

"Halo, Mbak," sapaku.

"Halo, Yu. Tolong sampaikan ke Mr. Jason kalau Pak Seno sudah datang."

"Oke, Mbak. Terima kasih ya."

"Sama-sama. Eh, Pak Seno aku antar ke ruang meeting langsung ya?"

"Oke, Mbak."

Aku menutup teleponku lalu memutar kursiku supaya bisa menghadap ke arah Jason. Dia sedang serius mengetik sesuatu dengan laptopnya. Jari-jarinya dengan lincah mengetik di atas keypad. Sudah ada dua cangkir yang kotor di samping laptopnya. Baru jam sebelas siang tapi dia sudah menghabiskan dua cangkir kopi.

"Mr. Jason, Pak Seno sudah menunggu di ruang meeting."

Jason mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Dia menggigit bibir bawahnya mencoba berkonsentrasi membaca ulang apa yang dia ketik tadi. Biar pun dia sudah menyakitiku, kenapa dia tetap saja terlihat tampan di mataku? Tidak bisakah Kau bengkokkan sedikit hidungnya atau bengkakkan bibirnya supaya setidaknya dia tidak begitu tampan seperti sekarang? Tiba-tiba dia menekan tombol enter dengan keras lalu menoleh padaku.

"Maaf, tadi kamu bilang apa?" tanyanya.

"Pak Seno sudah menunggu di ruang meeting utama," ulangku dengan sabar.

"Akhirnya!" serunya lalu bergegas menutup laptopnya dan berjalan ke ruang Mr. Nilsson. Aku mendengar mereka berbicara dengan bahasa Swedia yang tidak aku mengerti. Aku sempat mendengar Mr. Nilsson sedikit menggerutu sebelum Jason keluar dari ruangannya.

"Panggil Damar dan Bu Farah ke ruang meeting sekarang," perintahnya padaku.

"Baik. Apa saya perlu ikut meeting?" tanyaku sambil menekan nomor extention Damar.

"Nggak perlu. Karl lebih membutuhkanmu di sini," katanya sebelum keluar ruangan.

Ya, beginilah hubunganku dengan Jason sekarang. Nothing personal. Kami hanya bicara seperlunya saja. Tidak ada lagi basa-basi, apalagi flirting seperti dulu. Seolah-olah apa yang pernah kami lalui bersama beberapa bulan ke belakang tidak pernah terjadi. Begitu lucunya kehidupan ini.

"Halo," suara Damar menyapaku.

"Halo, Mar. Mr. Jason minta kamu sama Bu Farah ke ruang meeting utama sekarang."

"Oke."

"Eh, minta tolong kamu bilangin ke Bu Farah sekalian ya?"

"Oke."

Dan Damar sudah menutup teleponnya. Kenapa sih dia belum bisa memaafkanku juga sampai saat ini? Aku merahasiakan padanya tentang pertemuanku dengan Pak Seno karena Jason memintaku untuk merahasiakannya. Seharusnya dia paham betul kalau aku harus menjaga rahasia sesuai perintah atasanku. Mau sampai kapan dia bersikap begini? Apa aku harus menerima cintanya dulu baru dia mau bersikap seperti biasanya? Edan!

Hush! No Drama AllowedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang