23

1.2K 165 2
                                    

Untung saja Tuhan menciptakan kemerdekaan yang mutlak
untuk membayangkan sesuatu tanpa diketahui orang lain.
Pasti akan terjadi kekacauan yang luar biasa
jika rekan kerjaku tahu tentang apa yang ada di pikiranku:
aku sedang menendang buah zakar bosku!



Aku melongo melihat data yang dikirim Jason melalui email. Sembilan ratus lima puluh juta rupiah! Sebesar itu kerugian yang harus ditanggung perusahaan. Minggu lalu Jason mendatangkan auditor untuk memeriksa dan menghitung kerugian atas kasus ini. Mereka belum selesai mengerjakan laporannya, jadi masih ada kemungkinan kalau angka itu akan bertambah.

"Sudah baca email dari saya?" tanyanya padaku.

"Sudah," jawabku pendek.

"Tolong minta Damar untuk menganalisa data itu. Saya mau tahu berapa beban yang harus ditanggung masing-masing karyawan yang terlibat," katanya sambil memutar kursinya untuk menghadap ke arahku.

"Baik," sekali lagi aku menjawabnya dengan singkat.

Jason masih duduk menghadap ke arahku. Dia memperhatikanku yang sedang mempelajari file Ms. Excel yang menjadi lampiran email tadi. Kenapa dia masih saja memandangiku? Apa dia pikir aku akan luluh lagi padanya jika dia melihatku lekat-lekat seperti ini? Lihat saja nanti, aku tidak akan terpedaya lagi!

"Kamu nggak buat kopi?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Saya mengurangi kopi."

"Kenapa?"

Kenapa sih dia coba berbasa-basi? Apa dia tidak tahu kalau aku sedang malas berbicara dengannya? "Supaya tidak tipes lagi."

"Kopi berpengaruh ya?"

"Iya."

"Tapi saya masih boleh kok minum kopi," katanya sambil berdiri dari duduknya lalu merenggangkan tubuhnya seperti biasa.

"Lalu?" tanyaku sekenanya.

"Tolong buatkan saya kopi. Sudah lama saya nggak minum kopi buatan kamu."

Sabar, Hayu. Sabaaarr! "Baik," kataku sambil menahan emosi lalu berdiri dari kursiku.

"Oh iya, satu lagi," katanya ketika aku hampir melangkahkan kaki keluar dari pintu ruangan kami.

"Ya?"

"Buat kopinya dua ya."

"Kan sudah saya bilang, saya mengurangi minum kopi, Mister."

"Oh, bukan buat kamu kok. Buat Anita. Dia akan ke sini sebentar lagi."

Daripada menanggapinya, aku segera membalikkan badanku dan berjalan dengan langkah kaki tergesa ke pantry. Sial! Dasar playboy tidak tahu diri! Bisa-bisanya dia memintaku membuatkan kopi untuknya dan pacarnya! Betul kata Damar, Jason cuma akan menyakitiku. It won't work! Sambil menuangkan air panas ke dalam dua cangkir kopi di counter, air mataku menitik. Kenapa harus Jason yang memikat hatiku? Kenapa bukan Damar saja?

Anita sudah berada di ruangan kami selama lima belas menit. Mereka membicarakan macam-macam hal mulai dari pengalaman mereka makan malam berdua kemarin malam, sampai latar belakang keluarga Anita pun mereka bicarakan. Bisa-bisanya mereka ngobrol sesantai ini di jam kerja! Mentang-mentang dia bos, seenaknya saja dia di kantor.

Hush! No Drama AllowedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang