A month later
Laura menatap pantulan diri di depan cermin dengan senyuman manis terpahat di bibirnya. Disaat tengah mengagumi kecantikan dirinya sendiri, teman-temannya yang lain menerobos masuk ke dalam bride's room; lengkap dengan komentar-komentarnya.
"MANA COBA PENGANTIN KITA HARI INI?"
"Gila, gilaa.. Nikah juga, ya, ternyataa..."
"Nangisnya gak sia-sia, tuh!"
Laura merespon semua celotehan itu dengan putaran pada kedua bola mata, jengah. Meski begitu, ia tak bisa menghilangkan senyum di bibirnya.
"Maura mana?" tanya Laura kemudian saat tak melihat kehadiran Maura di antara teman-temannya yang lain.
Anneth menjawabnya dengan acuh tak acuh. "Di jalan katanya."
"Macet kali, ya?" lanjut Agni bertanya. Yang lainnya tak menjawab, namun membenarkan dalam hati masing-masing. Bisa jadi begitu.
"Btw, gue jadi inget pas nikahannya si Anneth, deh!" ungkap Tintan. Ferli merespon perkataan Tintan sambil berseru heboh. "Berasa deja vu gak, sih? Banyak wartawan, sist! Perasaan temen gue yang artis cuma si Anneth doang, deh! Kok Laura tiba-tiba jadi seleb gini, ya?"
Anneth tertawa menanggapi celotehan kedua temannya sedangkan Laura hanya mendengus jengkel. Jujur saja, setelah semua pengalaman buruk yang terjadi padanya kemarin-kemarin, Laura jadi tidak menyukai kehadiran para wartawan itu. Bukan maksudnya menyamaratakan, tapi ia jadi trauma saja.
Tak lama, pintu ruangan terbuka lebar. Kelimanya melirik ke arah pintu masuk dan menatap lekat-lekat pada Maura yang telah hadir lengkap dengan gaun bridesmaid dan rambutnya yang membentuk braided bun. Maura mengatur napasnya yang tak beraturan itu dengan perlahan, namun ia nampak terlihat begitu lega.
"Gue kira gue udah telat banget."
***
Di ruangannya, James terlihat berdiri di depan cermin dengan penuh kegugupan. Berkali-kali ia mencoba menenangkan diri dengan mengatur napasnya perlahan, namun itu tak banyak membantu. Kenneth, sebagai bestman-nya yang juga berada di groom's room itu menahan rasa jengahnya dengan sekuat tenaga. Ia mengerti perasaan yang James rasa karena ia juga pernah melewatinya; tahun lalu. Meski begitu, Kenneth menganggap James terlalu berlebihan hingga ia sama sekali tak bisa duduk tenang.
"Relax, Bro. Lo gak usah gugup gitu," ucap Kenneth mencoba menenangkan temannya yang satu itu. James menghela napas berat. "Gue berusaha, tapi tetep gabisa..."
Kenneth bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati James. Ia menggiring pelan temannya itu ke sofa; mencoba membuatnya untuk duduk dengan tenang. Kenneth sudah akan membalas ketika pintu ruangan terbuka dan menampilkan Tuan Max bersama tangan kanannya. James dan Kenneth bangkit dari sofa sambil memberi hormat pada tamu-tak-terduga itu.
Max berjalan mendekati James. Ia menepuk sebelah bahu James pelan dan mengucapkan selamat. James membalas ucapan selamat itu dengan kata terimakasih yang tulus.
"Omong-omong, saya tau waktunya kurang tepat, tapi saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Papa kamu bilang dia yang akan beritahu kamu soal rencana ini, tapi sampai sekarang nampaknya ia masih belum memberitahu kamu juga. Dia sibuk menebar berita pernikahan kalian dimana-mana sampai saya muak. Intinya, saya menantikan kerja sama kita untuk ke depannya. Saya punya feeling yang bagus soal ini."
James mengernyitkan dahi ke arah uluran tangan Max, ia masih tak paham. Kerja sama apa yang Maximillian maksud?
"Proposal kamu yang terakhir kali itu. Saya menyukainya dan saya harap kita akan bekerjasama dengan baik," lanjut Max.
![](https://img.wattpad.com/cover/231492307-288-k504037.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Little Liars | ✔
Romance[ Seri kedua dari Marriage In Rush ] Sebagai pencetus taruhan semasa SMA, Laura Sanchez--sang gadis kaya raya dari keturunan konglomerat Sanchez yang terkenal itu--tentunya tidak boleh kalah. Ia harus menikah tahun ini. Ia tidak boleh kalah dari Agn...