Laura bekerja seperti biasanya tanpa ada hambatan. Kali ini, James sudah tidak ada di apartemen. Bukan hal yang aneh. Tapi Laura yakin, kemarin itu James memang sengaja menunggunya.
Sebenarnya, Laura sendiri masih tidak percaya James dapat ditaklukkan semudah itu. Jadi sebelum merasa benar-benar yakin, Laura masih harus berhati-hati dalam menentukan langkah selanjutnya.
Ia menghempaskan badannya di atas sofa sambil menghela napas lega. Mungkin ia telah terbiasa dengan ini semua sehingga pekerjaannya jadi selesai lebih cepat. Namun lama-lama, ia bingung juga. Tidak mungkin kan kalau ia diam saja setengah harian ini sambil menunggu waktunya ia memasak untuk makan malam?
Pandangannya mengedar ke penjuru ruangan. Mengecek sekali lagi siapa tahu saja ada pekerjaannya yang terlewat.
Namun, yang ia temukan hanya kehampaan.
Ia semakin menyadari suasana yang ada di apartemen ini.
Bahkan bunga yang ia siapkan saja masih kurang untuk menutupi kekosongan yang ada.
Sedang tenang-tenangnya menikmati keheningan yang ada, meski sedikit sulit karena Laura tidak terlalu suka keheningan, teriakan di luar sukses mengganggunya. Terutama saat teriakan itu berupa panggilan namanya.
Ya, ada seseorang, terdengar seperti suara anak kecil, yang tengah memanggilnya keras-keras. Seolah sedang mencarinya. Walau rasanya tidak mungkin.
Memangnya di apartemen ini hanya ada satu Laura saja, apa? Terlebih, ini bukan tempat tinggalnya juga. Jadi, mana mungkin yang tengah dicari anak itu adalah dirinya?
"KAK LAURA! KAK CANTIK!" teriakan anak itu semakin keras. Tak lama, ada suara seorang wanita yang menimpali teriakan itu. Terdengar seperti tengah mengomeli anak kecil itu. Mungkin ia merasa terganggu dengan teriakannya. Ya, siapa juga yang tidak?
Penasaran, ia memutuskan untuk bangkit dan melihat keluar untuk sekadar memastikan.
Tepat saat Laura membuka pintu, ia melihat sosok Abraham tengah memegang megafon--yang entah didapatkan darimana--bersama dengan pengasuhnya.
"Abraham?" seru Laura tak percaya. Anak lelaki itu menengokkan wajahnya pada Laura dan merekahkan senyumnya.
"KAKAK CANTIK!"
Aduh. Dipanggil begitu oleh anak kecil dengan toa yang masih ia pegang di depan mulutnya jadi membuat Laura salah tingkah. Padahal ia sendiri sudah tahu kalau dirinya memang cantik.
"Kamu ngapain bawa-bawa toa kaya gitu? Terus, kenapa panggil-panggil kakak?" tanya Laura mengalihkan topik agar rasa salah tingkahnya dapat menghilang.
"Ceritanya panjanggg banget. Aku males cerita."
Laura melongo mendengar jawabannya. Abraham lantas menerobos masuk ke dalam apartemen James. "Jadi, ini tempat tinggal kakak, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Little Liars | ✔
Romance[ Seri kedua dari Marriage In Rush ] Sebagai pencetus taruhan semasa SMA, Laura Sanchez--sang gadis kaya raya dari keturunan konglomerat Sanchez yang terkenal itu--tentunya tidak boleh kalah. Ia harus menikah tahun ini. Ia tidak boleh kalah dari Agn...