PLL | 54

234 33 15
                                    

Ini sudah hari kelima dan Kenneth masih rutin mengunjungi teman baiknya itu di apartemennya. Hari ke hari, keadaan James semakin kacau. Berbanding terbalik dengan kondisi Laura yang sudah jauh lebih baik dari James. Laura bahkan sudah menjadi pribadi yang baru. Ia bergabung ke perusahaan keluarganya dan mengambil tempat sebagai sekretaris CEO, sekretaris Gabriel. 

Gosip yang beredar kemarin mengakibatkan kondisi kedua perusahaan, baik Williams maupun Sanchez, tidak dalam posisi yang stabil. Saham mereka turun drastis dan mereka kini tengah kembali membangun kepercayaan pada klien-klien juga para pemegang saham lainnya agar posisi mereka tidak goyah.

Sanchez mengambil langkah cepat karena Laura 'sadar' lebih dulu dibanding James. Saat ini, Tuan Williams yang kembali meng-handle perusahaan dan tengah sibuk mengurus seluruh kekacauan yang ada di perusahaan akibat ulahnya sendiri. 

Kenneth duduk di atas sofa sambil memainkan game console yang ada di apartemen James. Ia tidak tahu kalau James masih punya waktu luang untuk bermain. 

"Lo kapan balik?" tanya James yang terdampar di atas karpet, tepat di bawah kakinya dalam kondisi setengah teler. Orang yang patah hati memang tidak bisa lagi membedakan pagi, siang dan malam. 

"Sampai akal lo sehat lagi."

James tertawa kering mendengar jawaban dari temannya itu. Dengan tenaga yang tersisa, ia menyeret tubuhnya agar bisa mendekati Kenneth dan duduk di bawahnya dengan kedua kaki yang diselonjorkan.

"Lo balik aja deh, sana! Gue muak liat muka lo terus!" 

Kenneth menghela napas berat. Ia menjeda permainannya sebelum memukul tempurung kepala James dengan joystick yang ada dalam genggamannya. "Harusnya gue yang muak liat lo kayak gini terus, Bodoh!"

James meringis dan mengusap pelan kepalanya yang dipukul Kenneth. Kenneth tak mempedulikan rasa sakit James. Lebih bagus lagi kalau pukulannya itu bisa mengembalikan akal sehatnya juga.

"Lo tau? Cewek lo, Laura, dia udah bangkit dari patah hatinya. She's become stronger, bro! Makin cakep juga. Lo bakal malu kalo ketemu sama dia dengan keadaan lo yang kayak gini. Penerus tunggal Wills. Corp? Lo lebih keliatan kayak gembel, man!"

James berdecih pelan dan bergumam, "Kayak yang dia mau ketemu gue aja."

Kenneth geram melihat kelakuan temannya yang satu itu. Bibirnya gatal ingin memberikan seribu petuah pada James. "Lo itu laki, bro! Kalo dia ogah nemuin lo, ya lo yang cari kesempatan dong!"

Kenneth memberi petuah pada James dengan menggebu-gebu. Ia sepertinya lupa kalau dulu juga Kenneth lebih memilih untuk melarikan diri ke Filipina dibanding menyelesaikan masalahnya dengan Anneth.

"You know that you love her. So just wake up and catch her!" sahut Kenneth lagi.

Namun kata-kata mutiaranya itu masih belum mampu menyadarkan James. Ia masih nampak tak bergairah. James sudah terlalu putus asa hingga membuat Kenneth geram sekali. Ini belum apa-apa, kenapa sudah putus asa begini?

Bukannya berpikir, James malah kembali meminum birnya dalam sekali teguk. Kenneth tak tahan lagi melihat tingkah James yang tak lagi bisa dimaklumi. Kenneth bangkit dari sofa dan berdiri menjulang di hadapan James yang masih teler. Dengan sekali sentakan, Kenneth mencengkram leher baju James hingga tubuh James terangkat dari posisi duduknya. Sentakan dari Kenneth itu nampaknya sedikit menyadarkan mabuk James. Kali ini, ia pandangannya tak lagi mengabur. 

"Lo bener-bener bikin gue muak! Dan karena momennya pas, please allow me to punch your face at least twice."

Tanpa membutuhkan izin James, Kenneth telah melayangkan tinjunya ke wajah tampannya. Kedua pipi James memerah. Ia meringis nyeri.

Pretty Little Liars | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang