PLL | 59

230 32 8
                                    

James melangkah penuh percaya diri di belakang Gabriel yang nampak sumringah. Sebagai sekretaris, Laura menuturi keduanya sambil mendekap file map di dada. Ini hari H-nya. Mereka akan mempresentasikan proposal pada pihak klien yang selama beberapa minggu ini telah menjadi incaran Sanchez juga Williams.

Dengan langkah kaki mantap, ketiganya memasuki ruang rapat. Dilihatnya, Tuan Maximillian--sang klien telah duduk nyaman di bangku kebesarannya. Dengan senyuman hangat, Gabriel dan James menyapa Max dengan penuh rasa hormat.

Maximillian yang akrab dipanggil Max ini memiliki wajah yang rupawan khas orang-orang Italia sana. Ia masih terlihat bugar dengan badan tegap yang berotot itu. Andai orang-orang yang tidak akan dengan Max ini saling bertemu, mereka pasti akan berpikir Max ada di usia emasnya. Sekitar 30-40 tahunan. Namun, siapa yang menyangka kalau Max sudah berada di usianya yang mendekati senja? Usianya akan genap 50 di tahun ini.

Rambutnya yang beruban seakan menjadi bagian dari style-nya. Jelas, ketampanan Max tidak luntur hanya karena rambut putihnya itu. Ia masih rupawan dan banyak wanita muda mengantri untuk menjadi simpanannya. Sayang sekali, mereka tidak akan pernah bisa menyingkirkan seorang pemenang beauty pageant yang juga seorang model terkenal dua puluh tahun lalu itu, Kaline Meyriska. Istri tercinta Max yang awet muda juga, sama sepertinya. Gabriel bahkan pernah beranggapan mereka adalah pasangan vampir. Begitu menyeramkan. Bagaimana bisa keduanya tidak tampak menua, sama sekali

Max menyambut mereka dengan senyuman cerah. Ia nampak akrab dengan kedua pemuda di hadapannya itu dan dapat beradaptasi dengan cepat di hadapan Laura. Laura tahu pasti, ini bukan kali pertama mereka saling bertemu. Hanya, suasananya saja yang berubah menjadi sedikit lebih ... canggung.

"Sebentar, ya? Kita tunggu Williams yang satunya," jelas Max kemudian seraya melirik ke arah James. James memberikan tatapan kosongnya yang menunjukkan rasa tak acuh sama sekali dengan 'seseorang' yang Max maksud barusan.

Tak lama, Tuan Williams datang didampingi sang assistant. Keduanya, baik Max maupun Williams, saling bertukar sapa. Perbedaan umur yang tak begitu jauh membuat interaksi keduanya jauh lebih hangat. Seketika, Gabriel merasakan firasat buruk yang tak ia pahami.

"Nah, kalau begitu... Kita mulai saja. Saya persilakan yang muda untuk memaparkan materinya lebih dulu."

James mengulas senyum formal pada Max dan memulai presentasinya. Sepanjang presentasi, Max nampak begitu antusias. Laura dan Gabriel yang memperhatikan itu diam-diam merasa lega.

Sekilas, Gabriel melirik ke arah Tuan Williams. Meski samar, ia dapat merasakan tatapan bangga yang selama ini ia dapatkan dari Papinya. Jadi Gabriel pikir, mau sedurhaka apapun putranya, Tuan Williams akan selalu menatap putranya dengan tatapan bangga itu. Tanpa disadari, penilaiannya terhadap Tuan Williams bertambah sepuluh poin setelah sebelumnya berada di angka minus.

Max menepuk kedua tangannya penuh rasa puas sesaat setelah James menutup presentasinya. Setelahnya, giliran Williams yang mempresentasikan proposalnya.

Yang maju untuk presentasi bukanlah Papa James, melainkan Jefry. Asisten sang Papa.

Para audiens menyimak presentasi Jefry. Proposal yang cukup bagus, tapi tidak bisa dibandingkan oleh proposal milik James. Terlebih ... Bagi James, proposal itu bagai rancangan proyek semu yang tidak dapat direalisasikan. Ada banyak kejanggalan di dalamnya. Mustahil kalau Papanya sebuta itu hingga tidak dapat mendeteksi kegagalan total dalam rancangan Jefry.

Namun James tak peduli. Bagi James, big hole yang ada dalam proposal mereka bukanlah masalah untuknya. Justru James malah semakin yakin proposalnya akan dipilih oleh Max.

Pretty Little Liars | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang