12. Wedding

115 34 0
                                    


Sunhee memandang wajah sendu pemilik sekujur raga yang terlihat pucat di bawah sana. Tubuhnya terlihat lebih ringkih dari terakhir kali mereka bertemu. Garis rahangnya terlihat sangat jelas, tatapan lesu yang ditampilkan seketika membuat Sunhee memastikan bahwa sosok itu kemungkinan besar sering melewati jam makannya. Enam pemuda yang berdiri tak jauh darinya tampak sama terkejut, semua menatap dirinya dengan air wajah penuh tanda tanya.

"Sunhee, apa ada masalah? Bisa berjalan lebih cepat, tidak? Semua orang melihatmu dengan tatapan aneh, asal kau tahu," Bisik Jaein. Pria Park itu sedikit meremat jemari keponakannya untuk meraih atensi Sunhee kembali.

"Oh? Ba-baiklah, paman," jawab Sunhee sama lirihnya. Lantas ia mengalihkan pandangannya lurus ke depan seperti semula. Spontan memaksa birainya kembali menampilkan seutas senyum kendati lewat ekor mata ia melihat bagaimana tubuh Seokjin di sana sedikit terhuyung berakhir jatuh menyentuh lantai berbahan marmer tempatnya berdiri.

Gadis Park itu melangkah cepat, berlagak seolah sedang membawa sejuta perasaan tidak sabar untuk segera melakukan upacara sakralnya. Tidak ada yang tahu hatinya sedang hancur lebur. Tubuhnya pun ia giring paksa menuju tempat di mana ia akan dihancurkan.

"Inikah yang ibu maksud tentang sesuatu yang akan menggoyahkanku? Ibu, aku benar-benar goyah sekarang, bolehkan aku pergi saja? Ini sungguh menyiksaku,"

Pandangan mereka bertemu, saling melempar tatapan penuh makna. Ibu Sunhee paham betul apa yang ingin dikatakan Sunhee padanya lewat mimik wajah menurun disertai manik mata sendu dan juga kecewa.

"Tidak, Sunhee. Jangan sampai kau melupakan janjimu untuk tidak mengacaukan pernikahan ini, lupakan pemuda Kim itu dan jemputlah kebahagiaanmu melalui keluarga Jung. Ini yang terbaik untuk masa depanmu."

Nyonya Yemi tidak mengatakannya secara terang-terangan, memang. Namun, Sunhee kelewat mahir mengartikan gelengan samar disertai tatapan horror dari sang ibu yang berdiri di pojok depan sana. Mau tidak mau Sunhee harus berpura-pura tegar, bahagia, dan memaksa pikirannya agar melupakan presensi Seokjin yang baru saja ia jumpai.

Acara sakral tersebut akhirnya di mulai. Setelah paman Park menyerahkan keponakannya pada mempelai pria, beberapa dari mereka yang sebelumnya berbincang-bincang kini telah terdiam khidmat, meresapi beberapa kotbah dari pendeta sebelum ikrar diucapkan.

☘☘☘


"Maafkan aku, Sunhee-ssi. Karena harus melakukan ini."

Belum sempat menjawab sebuah bisikan yang mengudara di rungunya, Sunhee sudah mendapatkan ciuman dari seorang lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya. Sunhee tak cukup sanggup untuk menghentikan air mata yang luruh membasahi pipinya. Ia tidak menangis terharu. Ia menangis pilu karena tidak berdaya sama sekali.

"Jangan menangis, Sunhee-ssi. Ingat, ada aku bersamamu," ujar Seowoo sembari mengusap bulir asin yang sang istri setelah ciuman mereka terlepas. Sunhee masih membisu, memandangi wajah suami dalam-dalam. Mencoba untuk menyerahkan sisa-sisa harapan di sana.

Bolehkah aku berharap padamu Seowoo-ssi? Apakah kau bisa memberikanku kebahagiaan setimpal dengan pengorbanan cinta yang kulakukan? Apa kau sanggup membuatku melupakan masa laluku bersama Seokjin?

Tak lama kemudian, atensi sepasang suami-istri itu teralihkan pada orang berkerumun pada sebuah meja yang terletak tidak jauh dari altar. Beberapa diantaranya sedikit berteriak panik.

"Jungkook," gumam Sunhee.

Manusia yang ditatap pun tak membalas panggilan lirih yang sebenarnya ia tau betul bahwa bibir itu bergerak memanggilnya tanpa suara. Jungkook memandang Sunhee dengan raut kecewa. Wajahnya merah padam, sangat jelas terlihat beberapa bulir air sudah menumpuk di ujung pelupuknya. Mungkin mereka berdua tidak pernah menjadi sangat dekat kendati sering bertemu. Namun, entah mengapa Jungkook merasa semestanya turut runtuh. Kepercayaannya pada Sunhee telah menguap tanpa bekas.

HiBye Mr. Kim [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang