26. How to explain?

95 37 8
                                    

Selamat membaca💜
.
.
.
.
.

"Kau ingin aku menyebutkan permintaanku bukan?"

Seokjin menaikkan sebelah alisnya, antara gengsi mau membalikkan badan tapi ia juga penasaran, kenapa lagi anak asing ini memanggilnya dengan sebutan 'Papa'.

"Aku ingin bertemu papaku.
Di setiap ulang tahunku, aku selalu membuat permintaan agar bisa bertemu papa. Tapi harapan itu tidak pernah terkabul meski sudah tiga belas tahun aku berulang tahun."

Keadaan hening sejenak. Seokjin masih membeku di tempat, otaknya sibuk mencerna kata demi kata dari Dohyun.

"Sekarang silahkan pergi, Tuan. Kau mau brownies ini? Aku membelinya dengan semua uang sakuku hari ini. Ya ... walau hanya sepotong kecil, pemilik toko roti tadi bilang rasanya lumayan. Oh ... jika saja aku berhasil menjalankan misi hari ini dengan benar dan mendapat upahku dari Hyuk, pasti aku bisa beli kue yang lebih besar." Hajoon menjeda ucapannya. Helaan napas berat tampak terdengar. Seokjin yang mendengarnya sampai merasa bahwa menelan ludah adalah hal tersulit di dunia. Kerongkongannya mendadak kering kerontang sebab terganjal oleh sebuah batu kerikil tak kasat mata.

"Kau bisa membuangnya juga jika ternyata tidak enak. Oh, terimakasih sudah mau mengikatkan tali sepatuku tadi. Kuanggap itu sebagai kado ulang tahun dari anda. Sebaiknya ... mulai sekarang, jangan buang-buang waktu lagi untuk menghampiriku jika anda tak sengaja melihatku di jalan lain waktu atau anda akan kembali kecewa karena ketidaksopanan yang kumiliki. Aku Kim Dohyun, minta maaf."

Sepersekon setelah Dohyun menyelesaikan ujarannya, Seokjin membalikkan badan. Presensi bocah itu telah lenyap. Brownies kecil dengan lilin yang menyala itu sudah tergeletak di atas bangku.

Hati Seokjin mencelos, rasa bersalah menggerayangi hatinya. Seokjin terus menatap punggung sempit itu berjalan kian menjauh, hingga tenggelam di balik persimpangan jalan sementara debaran misterius itu kembali membelai dadanya.

Apa perkataanku terlalu kasar? Tatapan datar mata sendu itu ... ternyata menyimpan banyak luka.
Apa ayahnya sudah tiada? Atau mungkin orang tuanya bercerai? Ya Tuhan ... aku merasa jahat sekarang.
-batin Seokjin.

"Oppa?"

Seokjin menoleh ke arah sumber suara.
Ada Sooyoung dengan wajah terkejut berdiri tak jauh dari tempatnya.

"Eoh? Sooyoung-ah kau di sini?"

"Iya. Baru saja aku mau meneleponmu untuk minta jemput," jawab Sooyoung.

"Dimana Sera? bukankah kau akan pergi dengannya, kenapa sekarang sendirian?"

"Sera sedang ada perlu mendadak dengan kekasihnya. Oh, itu kue siapa? Dan tunggu, apa yang kau lakukan di sini, Oppa?"

"Eummm ... tadi aku mau membeli gula-gula kapas kesukaanmu dan ada anak kecil yang meninggalkan kue itu di sini, aku memanggilnya berkali-kali tapi dia sudah pergi." bohong Seokjin. Manik matanya bergerak ke sana kemari berusaha untuk tidak melihat langsung ke arah Sooyoung.

"Benarkah, ini seperti kue ulang tahun. Kenapa ditinggalkan disini?"

"A-aku juga tidak tahu. Lupakan itu, ayo kita makan di restoran."

Seokjin mematri senyum, namun masih dengan netra yang seolah tak ingin lepas dari lilin kecil di atas brownies milik Dohyun telah kehilangan apinya karena terpaan angin dari kendaraan yang lalu lalang.

"Oppa.. sebenarnya aku sudah kenyang.. kita pulang saja ya" Sooyoung bergelayut manja pada sebelah lengan sang suami, yang tentu mencuri banyak perhatian orang yang berlalu lalang, bukan tanpa alasan, Seokjin itu mantan idol. Sejak ia mengobrol dengan Dohyun, sebenarnya tak sedikit orang yang mengambil foto secara diam-diam. Ketampanannya masih terpancar sangat jelas meski sudah berkepala tiga.

HiBye Mr. Kim [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang