"Ya kalo bunda mah boleh-boleh aja. Yeri gapernah kemana-mana soalnya kalo natal." Ucap Bunda sambil menggunting ranting pohon yang rusak di pekarangan rumah.
Selvia dan Yeri langsung high five dengan bersemangat. Akhirnya diijinkan untuk liburan bersama sehingga bisa segera memesan tiket karena saat ini sudah awal November.
Bunda menatap kedua gadis didepannya itu dengan hangat. Dia mengerti bahwa Yeri pasti sangat senang mempunyai teman sekaligus kakak perempuan baru. Dia jadi bersyukur Defa bisa menikah dengan Selvia. Dan juga pasangan menikah itu tak banyak melakukan pemberontakan sepertinya dulu. Dia curiga bahwa Defa dan Selvia diam-diam ternyata saling suka.
"Yang penting ijin ke Defa juga." Sambung Bunda lagi.
Selvia dan Yeri langsung berhenti tersenyum. Yeri sempat cerita bahwa Defa orangnya sangat susah memberikan ijin. Ketika Yeri hendak keluar untuk sekedar bermain bersama teman-temannya saja susah, jadi setiap keluar Defa selalu menemaninya.
Bunda menyudahi kegiatannya karena ponselnya terus berdering. Yeri memberi isyarat bahwa itu telepon dari orang butik yang artinya Bunda harus segera kembali ke butik meninggalkan mereka.
Yeri kembali dari depan setelah mengambil pesanan makanan. Lalu mereka berdua duduk di ruang tamu menyantap makanan sambil memikirkan cara meminta ijin pada Defa.
"Males deh, kalo udah ijin ke abang." Omel Yeri penuh tekanan.
Selvia berpikir sejenak. "Gausahlah ijin ke dia. Emang dia siapa? Ini, kan liburan gue!"
Yeri mendecak. "Dia suami lo, Kak! Jangan ngawur. Gue pernah dulu asal keluar main, pulangnya dimarahin. Ayah bunda cuma diem doang." Curhatnya panjang lebar.
Percakapan mereka terhenti karena suara motor yang memenuhi garasi. Selvia dan Yeri sama-sama melihat kearah pintu, mengantisipasi siapa yang akan masuk.
Pintu terbuka dengan perlahan menunjukan orangnya, yang tak lain dan tak bukan adalah Defa, yang mereka bicarakan sejak tadi. Cowok itu masuk sambil menenteng tas yang biasa dia pakai untuk kuliah. Defa menghampiri mereka berdua.
Tangannya hampir mengambil paha ayam, tetapi langsung terhenti karena Selvia dengan sigap memukul tangan Defa. "Cuci tangan dulu, bego!"
Defa cemberut sambil mengusap-usap bekas pukulan Selvia tadi. Dia berjalan kearah dapur untuk mencuci tangan di wastafelnya. Setelah itu membuka kulkas mengambil 2 botol akua besar yang dingin dan 3 gelas, lalu membawanya ke meja. Iya, Defa seenaknya bergabung dengan mereka berdua.
Selvia dan Yeri saling melemparkan tatapan, dengan maksud menyuruh untuk meminta ijin ke Defa. Keduanya tak ada yang mau dan tetap teguh saling menyuruh. Defa yang sadar pun langsung berhenti.
"Kenapa sih, anjir? Copot mata lo berdua, ntar." Ucap Defa muak.
Selvia mendengus kesal karena Yeri terus saja mendorong-doronginya supaya mau berbicara pada Defa. Dia pun berdeham menyiapkan diri. "Natal besok, gue, Widya sama Yeri mau ke Balikpapan. Liburan tempat temen gue. Gratis, kok! Cuma bawa duit buat main aja."
Defa menatapnya. "Oh."
Yeri mengernyit. Anjir, kok begini?
"Ngapain bilang ke gue?" Lanjut Defa santai sambil menonton televisi didepannya itu.
Selvia langsung sumringah. "Jadi lo ijinin? Yes!"
Defa mengangkat sebelah alisnya. "Gue gak ada bilang kaya gitu."
"Jangan gitulah Def, soalnya gue udah pesen tiket." Jawab Selvia pura-pura memelas berharap sang suami segera menyetujuinya.
"Abang, please. Kapan lagi gue liburan sama Kak Selvi, kalo bukan sekarang?" Sahut Yeri dramatis. Yeri memasang wajah pasrah. Ini satu-satunya andalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Enemy || Jaebum ● Seulgi
FanfictionGimana rasanya, kalau kalian tiba-tiba menikah dengan musuh bebuyutan di kampus? Marah? Pingin kabur? Atau.... Bakal bisa jatuh cinta beneran? Ini cerita mereka, Defa dan Selvia. 🔞