21+ harap bijak.
***
Selvia mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Dia sudah belajar dari sore tadi dan sekarang sudah pukul 9 malam. Dia meregangkan tubuhnya lalu mulai membereskan catatan dan latihannya itu. Besok adalah hari terakhir dia ujian dan dia harus mendapatkan hasil yang sempurna.
Selvia termenung dimeja belajarnya. Dia menatap kearah pintu tertutup itu. Dia tahu, Defa sedang belajar diluar. Mereka masih dalam suasana pertengkaran. Tak ada yang mau mengalah. Baik Selvia maupun Defa masih kesal terhadap satu sama lain.
Tak ingin ambil pusing, Selvia langsung keluar dari ruangan kecil itu. Dia berjalan menuju dapur untuk meneguk segelas air sebelum tidur. Dan tentunya melewati ruang tamu, dimana cowok itu berada.
Padahal saat awal, mereka berjanji untuk belajar bersama saat ada ujian atau hal lain. Tapi, keadaan tidak mendukung. Saat Selvia melirik dengan ujung ekor matanya, cowok itu tak sedikitpun berpaling dari laptopnya. Jadi, Selvia semakin geram.
Setelah itu, dia berjalan menuju kamar. Dia akan tidur duluan dan dia tak mau peduli pada Defa yang sepertinya akan tidur di sofa lagi. Sudah seminggu ini dia tidak berdoa sebelum tidur karena dia merasa sia-sia jika masih menaruh perasaan kesal terhadap kekasihnya itu. Hanya kesal, bukan benci.
Padahal Selvia hanya ingin mendengar permintaan maaf dari bibir manis kekasihnya itu. Ya, Selvia tak berbohong soal bibir manis cowok itu karena ini adalah fakta, dia yang merasakannya langsung.
Sebenarnya dia merasa sedikit sepi karena tidak ada percakapan diantara mereka. Keduanya sama-sama memberikan 'silent treatment' pada satu sama lain, yang Selvia tahu sendiri bahwa ini bukan hal yang baik.
Dan juga, dia rindu berciuman bersama Defa karena biasanya sebelum tidur, mereka akan berbincang sejenak dan berciuman ringan. Ciuman yang menunjukkan betapa beruntungnya mereka mempunyai satu sama lain.
Selvia menghela napasnya, dia berbaring dan menatap langit-langit yang minim cahaya karena dia sengaja tak menyalakan lampu.
Selvia mengusap ujung matanya yang sudah berkaca-kaca, "aku cinta kamu, Defa."
***
Beberapa minggu kemudian
Selvia berjalan bersama Yeri mengitari bagian cemilan sambil mendorong troli. Mereka ingin membeli cemilan untuk perjalanan mereka besok. Selvia terkekeh melihat bagaimana semangatnya Yeri karena untuk pertama kali liburan diluar Pulau Jawa.
Widya tak ikut bersama mereka karena masih asa urusan di kampus. Jadi, temannya itu hanya menitipkan uang padanya untuk dibelikan cemilan.
"Dek, gak usah banyak-banyak belinya. Masih ada temen-temen gue, mereka pasti beli sesuatu." ucap Selvia yang melihat Yeri yang datang dari lorong sebelah sambil membawa banyak cemilan.
Yeri mengangguk, akhirnya dia menaruh kembali yang tak terlalu dia ingini, "jadi sekarang kita belanja titipan mama?" Selvia mengangguk dan mulai mendorong troli menuju lorong selanjutnya sambil membaca list belanjaan titipan mamanya itu.
"Tapi, habis ini gue ajak ke starbucks ya, Kak. Mau balikin bateri LS yang dulu waltu kita ngonser. Baru ketemu sosmednya." ucap Yeri antusias. Sesekali dia mengirim pesan pada seseorang yang akan dia temui nanti.
Selvia mengangguk lagi, "iye iye, yaudah ayo."
Setelah mereka membayar belanjaan, mereka segera keluar dari bagian tersebut dan naik menuju lantai 2 dimana Yeri dan temannya itu akan bertemu. Selvia terus mengikuti langkah riang milik gadis didepannya ini sampai akhirnya langkah Yeri berhenti. Selvia ikut mengedarkan pandangannya keseluruh isi tempat tersebut dan akhirnya menemukan seseorang yang melambai kearah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Enemy || Jaebum ● Seulgi
FanficGimana rasanya, kalau kalian tiba-tiba menikah dengan musuh bebuyutan di kampus? Marah? Pingin kabur? Atau.... Bakal bisa jatuh cinta beneran? Ini cerita mereka, Defa dan Selvia. 🔞