Selvia keluar dari lift dan segera berjalan menuju unitnya. Dia sampai didepan unitnya dan hendak membuka pintu tapi, tangannya terhenti. Gadis itu berdiri kaku didepan pintu unitnya. Dengan perlahan, Selvia menoleh kearah unit sebelah saat tak sengaja mendengar suara gaduh seperti terpentok pintu.
Jiwa penasarannya mulai tergugah. Tidak sekali-dua kali dia mendengar kegaduhan seperti tadi, ini kali kelimanya dan itu sudah cukup membuat dia kepalang penasaran. Saat dia menceritakan hal ini pada Defa, respon suaminya itu hanya cuek. Defa bahkan menasehatinya untuk tidak ikut campur, apalagi mereka memang jarang bertegur sapa dengan tetangga unit mereka sendiri. Bukan apa-apa, tapi kebanyakan tetangga disebelah unit mereka sudah usia dewasa dan hampir semuanya bekerja. Hal itu yang membuat keduanya jarang bertegur sapa dengan tetangga.
Dia yang hendak menghampiri unit sebelah pun harus tertunda karena ponselnya berdering dengan nyaring, bahkan dia sendiri terlonjak kaget. Dengan cepat Selvia mengangkat telepon masuk itu yang ternyata dari Defa. Lagi-lagi kekasihnya itu menghentikan segala tindakannya saat berkaitan dengan unit sebelah.
"Lagi sibuk gak, yang?"
Selvia mendengus tertahan, "gak sibuk, kenapa?"
"Bisa tolong anterin laptop aku yang silver?"
"Oke." Jawabnya cepat.
"Makasih princess, i love you."
Selvia terkikik, "bye!" dan langsung memutuskan sambungan secara sepihak. Gadis bermata sipit itu sekali lagi menatap pintu unit sebelah dan langsung pergi dari sana untuk mengambil barang Defa yang tertinggal.
***
Selvia celingukan dilantai dasar agensi nan megah tempat kekasihnya bekerja itu. Sudah sekitar 5 menit sejak dia mengabari kekasihnya lewat whatsapp tapi, batang hidung Defa tak kunjung terlihat.
Gadis itu sudah malas berdiri, dia berjalan kesamping dengan tatapan lurus kedepan, kearah cafetaria. Kadang Selvia bersyukur karena cafeteria di agensi ini letaknya dibawah, jadi dia tak perlu susah-susah untuk naik ke lantai lainnya.
Hampir semua sudah dia rasakan, mulai dari makanan ringan, makanan berat, hingga dessert pun pernah masuk ke perutnya. Selain rasanya yang enak dan sesuai selera, dia tak perlu repot-repot untuk mengeluarkan uang sepeserpun karena biasanya Brian atau Defa yang membayarnya.
Oh iya? Ngomong-ngomong soal membayar, dia sampai lupa jika sekarang dia hanya seorang diri, tanpa Brian ataupun Defa. Itu berarti dia harus mengeluarkan uang untuk biaya jajannya. Sekedar informasi, harganya kurang ramah untuk kantong mahasiswa.
Dia sudah ada didepan gerai waffle, Selvia dengan cermat mengamati menu dan menimang harga mana yang akan dia bayar. Dia mau perutnya puas tapi, uangnya tak keluar terlalu banyak. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk memilih menu paling ujung karena tampilannya yang lezat dengan harga yang mendingan.
Namun saat ingin membayar, saku tasnya tak terlihat dompetnya. Dia meraba-raba saku celananya tapi sial, tak ada uang sepeserpun. Ingin hati membatalkan pesanan tapi, wajah penjualnya sudah sangat tidak enak. Saat dia hendak meminta maaf, dari samping seseorang menyodorkan sebuah id card. Dia kira itu adalah Defa tapi ternyata, bukan.
"Bin-bin?" Ucap Selvia terkejut. Namun demikian, dia langsung tersenyum. Selvia lupa bahwa Bin-bin juga pegawai agensi ini. Huft, dirinya terselamatkan.
Bintang tersenyum, lelaki itu mengarahkan pandangannya kembali ke penjual, "bayar pake ini ya."
Setelah menyelesaikan pembayaran, keduanya duduk disofa paling ujung dan juga dekat dengan jendela. "Long time no see, Selvia." Bintang membuka percakapan diantara keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Enemy || Jaebum ● Seulgi
FanfictionGimana rasanya, kalau kalian tiba-tiba menikah dengan musuh bebuyutan di kampus? Marah? Pingin kabur? Atau.... Bakal bisa jatuh cinta beneran? Ini cerita mereka, Defa dan Selvia. 🔞