19¦ Rumor

1.2K 175 6
                                    

Kalau udah baca, jangan lupa Vote dan komennya ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau udah baca, jangan lupa Vote dan komennya ya. Sekadar Vote aja dah bikin aku senang lhozapalagi komen :)

  😊😇Selamat membaca
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Angin gemuruh memperlihatkan betapa mendungnya langit, tapi tak meluluhluntahkan semangat Luna bersekolah. Di dalam kamar dengan nuansa abu-abu putih tersebut, ia berdiri di depan cermin.

Penampilannya sudah rapi. Rambut dikucir, dibukanya dan dibiarkan tergerai. Pun dibiarkan bergerak searah sepoi-an angin. Tak lupa, tangannya mengoles lip balm di bibir, juga sedikit bedak di wajah. Sejenak menatap diri, Luna menyunggingkan kecil bibirnya.

Senyum itu berubah menjadi senyum berseri, namun, tak terdefinisikan. Seolah tersimpan guratan kebencian walau samar. Dia berkata pelan, "Terima kasih, Nino."

"Luna, cepat berangkat sekolahnya! Nanti terlambat, ini dah mau jam tujuh lewat sepuluh, lho!"

Suara Ibu dari dapur mengganggu Luna. Hingga berakhir dengan tangan Luna meraih tasnya di kasur, kemudian menyahuti suara Ibu yang  memanggil.

Sementara di kediaman Wiyoko, si bungsu juga tengah mengancing ujung lengan blazer hitamnya. Tak lupa menepuk pelan seragam dari debu yang menempel. Setelahnya, menggandeng tas dan mulai menggerakkan kaki ke sekolah.

Setibanya di depan gerbang neraka itu, desahan berat terdesis dari bibirnya. Lagi dan lagi tatapan benci ia dapatkan. Tapi Nino bodoh amat, ia memantapkan diri 'tuk masuk ke sekolah.

Namun, kerutan di dahu mulai timbul kala tatapan benci yang ia dapatkan, amat berbeda dengan tatapan-tatapan benci sebelumnya. Tak tahu apa alasannya, tapi Nino merasakan ada yang janggal. Menciptakan sikap tak acuh, Nino masih setia melangkah ke kelas.

"Yang aku dengar nih ya, dia ditembak sama Luna terus dia nolak lho!"

"Hah? Luna anak IPA 1 yang cantik itu? Dia nembak si cupu ini? Yang betul saja?!"

"Iya, aku dengar-dengar seperti itu, terus dia nolak si Luna, lho!"

"Memang selera Luna rendah banget ya. Cowok pemalu, culun, kutu buku lagi!"

"Satu lagi, B-A-N-C-I, banci! Hahahaha."

Baru saja gelora semangat penuh berani memenuhi jiwa, nyalinya seketika menciut begitu perkataan pedas murid-murid sekitar dengan mudah menerobos gendang telinganya. Akan tetapi, Nino dari tadi berusaha menahan ketakutan sendiri. Ia tetap menegakkan kepala, berjalan angkuh, serta berusaha 'tuk mengabaikan radio rusak itu.

Nino sendiri tidak sadar, seorang gadis berbando merah maroon dengan name-tag Luna itu berada dan berjalan angkuh di belakangnya. Dengan tampang sinis, Luna melipat kedua tangannya. Jangan lupakan mulutnya tengah mengunyah permen karet lalu dibuangnya begitu saja layaknya orang meludah.

Haruskah Mati? √PART LENGKAP [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang