46¦ Yang sebenarnya, terkuak?

2.4K 197 10
                                    

Holaaa gengssss 👋👋👋

Rindu sama ceritanya, ya?

Rindu sama Nino, sama Lea, atau ... sama Authornya?^^

Eaaa, btw follow authornya juga ya biar tau segala info tentang cerita aku ini, hehe 😄

Eaaa, btw follow authornya juga ya biar tau segala info tentang cerita aku ini, hehe 😄

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Italic/tulisan miring = flashback masa lalu

Selamat membaca :)
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

"Bang Andre! Maaf! Ino minta maaf, huwaaa! Bang Andre, bukain pintu! Ino minta maaf!"

Tangan kecilnya menggedor-gedor pintu. Setia berdiri di luar kamar walau geledek terus menguasai langit. Bahkan rasa takut atas bunyi guntur dari cakrawala rela ditangkis. Dengan butiran bening menghiasi pipi, si bungsu terus-terusan memohon ampun atas kesalahan yang ia sendiri pun tak tahu.

Sementara sang abang duduk bersandar di kepala kasur, mendekap kedua lutut. Sedari tadi mengabaikan tangisan si kecil. Ia terlampau marah, ia terlampau benci. Nuansa gelap kamar disertai penerangan yang samar seolah mendukung suasana hatinya.

"Pergi sana! Tidak usah membujukku! Bukannya kau mau cari perhatian sama bunda ayah terus? Ya sudah cari perhatian sana! Aku capek selalu dimarahi Bunda hanya karena menjagamu!"

Andre kecil berteriak lantang, sarat akan pengusiran. Tangan mengepal kuat, rahang yang mengeras tanda amarah mulai meluap sampai ke ubun-ubun. Hingga karena emosi yang tak terkendali ia menghancurkan kamarnya sendiri.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Cakrawala tampak menggoreskan kelamnya. Warna abu di langit seolah menyiratkan mendung akan tergantikan oleh hujan. Seakan tahu ada amarah, langit dan matahari serta awan tak bersahabat.

Di sisi lain tepatnya di rumah sakit, Ayah terdiam di ambang pintu sewaktu mendapat pemandangan cukup menusuk ulu hati. Terdiam menyaksikan si bungsu meronta. Pun terdiam mendengar erangan kecilnya. Ketika kesadaran mulai hadir ia melangkah cepat.

Haruskah Mati? √PART LENGKAP [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang