33¦ Kasih Sayang

1.3K 165 15
                                    

Holaaa gengsss
Udah pada follow belum?

Nungguin gak, nih?

Makanya, vote dan komen dulu gih

Selamat membaca _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Hawa sejuk melintasi tiap inci tubuh mereka sewaktu mereka tengah sarapan sebelum melakukan aktivitas. Namun, mereka memakan sarapan mereka dalam diam. Tak seperti biasanya, di mana salah satu antara Ayah dan Ibu akan membuka percakapan. Entah mau memuji sang kakak dan abang atau malah mengucilkan Nino. Hanya suara denting sendoklah yang mengisi suasana saat ini.

"Aku sudah siap, aku mau siap-siap dulu ya, Sayang." Ibu berdiri sambil membawa piringnya ke wastafel. Meletakan begitu saja, lalu berbalik menuju kamar seraya berkata pada suaminya, "Aku ada urusan sama teman kerja aku. Kami ada shift tambahan. Oh ya, aku mungkin pulangnya agak malam, ya."

Nona besar keluarga Wiyoko mengecup pipi cemas suaminya, kemudian masuk ke dalam kamar. Ayah sendiri termenung di tempat tanpa niatan melanjutkan makannya. Ia mencoba menghapus segala pikiran negatif.

"He-he-heii! Habiskan makan kalian, setelah itu kita berangkat!" perintah Ayah ketika Nino dan Andre tak sengaja melihat raut wajah Ayah yang sulit diartikan.

Sembari memasukkan sesendok nasi ke dalam mulut, kepala Nino memutar kembali kejadian semalam. Kejadian di mana sang abang membuatnya terpuruk.

"Kautahu? Kau itu sebenarnya anak adopsi dan malah kau yang disayang di keluarga ini dibanding aku!" tegas Andre menatap Nino penuh nanar.

Perkataan tajam Andre membuat Nino membeku di tempat. Pikirannya kalut. Lagi dan lagi kejadian di mana ia mendapat surat adopsi anak di gudang terlintas di kepala.

"Te-terus, jika-jika, aku anak adopsi, kenapa aku tak ingat kalau aku diadopsi?" Suara Nino serak.

Andre berdecih. "Kau pasti lupa, sejak kau kecelakaan, kau lupa ingatan. Semua ingatanmu hilang!"

Diam bagai patung sesaat sang abang melontarkan beberapa kalimat. Tiba-tiba, kepalanya sakit. Semua kejadian yang ia alami dari kecil hingga remaja ini kembali tayang menghantui. Dan saat sebuah kejadian mengenaskan terlintas di kepalanya, tangan Nino refleks menjambak rambut sambil mengerang frustrasi. Bahunya bergetar, air matanya mengelos pelan membasahi pipi.

Andre memutar bola mata malas. Bergumam kalau Nino hanya bersandiwara. Lantas membuatnya memilih tuk meninggalkan sang adik.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Haruskah Mati? √PART LENGKAP [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang