17¦ Sweet Seventeen

1.2K 173 6
                                    

Hola gengsss 👋👋👋

Ada yang kangen gak?

Hehe, jangan lupa follow akun Author-nya ye. Vote dan komen ditunggu :)

Dan, kalau suka sama ceritanya jangan lupa bagikan ke teman-temannya. Ajak mereka buat baca kisah Nino :")

Selamat membaca ^_^

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _


Sejak pagi tadi sampai sekarang, Lea tak berkomunikasi dengan Nino. Bukan karena enggan. Ia melihat tampang Nino dari pagi hingga sekarang seolah tidak bersahabat. Lea takut, kalau dia mengajak Nino berkomunikasi, Nino akan membentaknya lagi, atau memusuhinya?

Denting lonceng yang diidamkan pun menggema. Senyum para penghuni sekolah merekah, sorak-sorainya memenuhi ruang, dan mereka berbondong-bondong merapikan buku dan tas, lalu berjalan keluar dari gerbang sekolah dengan girangnya.

Berbeda dengan mereka, Nino sendiri masih terdiam di tempat usai memasukkan peralatan tulis miliknya ke dalam tas. Kepalanya sedikit menunduk, bola matanya memandang tasnya yang terletak di atas meja, sedangkan pikirannya masih berkalut. Dari tampangnya, amat sendu walau tersamarkan oleh raut datar.

Nino menghela napas berat sembari memejam mata. Sedetik dua detik, tubuhnya bangkit berdiri. Menggandeng tas dan hendak pulang. Namun, baru ingin melangkah, geng Josua datang menghadang. Mengundang decakan kesal dalam hati. Tak bisa apa mereka membiarkan Nino tenang sehari saja?

"Hei, banci. Tubuhmu bau banget! Mandi sana ke rumah!" Josua dan kawan membuat gestur ingin muntah sambil menutup hidung.

'Kalau bukan karena kalian, tubuhku tak akan bau!' batin Nino menggeram. Sorot matanya menajam, pun kepalan tangan yang tak bisa dilihat mereka.

Mencoba meredam emosi, Nino tak menghiraukan mereka. Kakinya pun melangkah, ingin melewati mereka, tapi Josua lagi-lagi menyenggolnya hingga terjatuh. Dan hal itu mengundang gelak tawa dari Josua dan kawan-kawan.

"Cup, cup, cup. Jangan nangis ya anak mami. Nanti mamimu kasihan, terus malu punya anak yang cengeng."

Lea yang baru kembali dari kamar mandi terbelalak saat melihat pemandangan menyesakkan ini. Lantas berteriak agar geng Josua berhenti menganggu dan tak lupa, Lea mengancam mereka. Setelahnya, Lea mencoba membantu Nino untuk berdiri, tapi lelaki berjaket hitam dan berkacamata itu menepis kasar tangannya. Lea tak kaget, ia sudah paham perangai Nino.

Nino memaksakan tubuhnya agar bangkit berdiri. Tangannya menepuk-nepuk baju dari debu, dan sebelum Nino pergi, ia melayangkan tatapan tajam tanpa takut pada Josua, Santo, dan Sintong. Sesudahnya, ia berlalu pergi meninggalkan Josua yang mungkin tersulut api amarah. Rupanya Nino mulai berani?

Setibanya di rumah, Nino mengernyit ketika mendapati keadaan rumah begitu sepi, sunyi juga senyap. Hendak berteriak dan mencari sebelum kepalanya kembali memutar kejadian pagi tadi. Di mana tadi pagi sempat menguping kalau Abang dan orang tuanya akan pergi ke rumah nenek. Sedangkan Karina kakaknya masih kuliah.

Haruskah Mati? √PART LENGKAP [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang