(20) Prioritas

200 25 0
                                    

Mungkin cuma perasaan Adis atau memang sudah dua minggu belakangan, Adis merasa sosok Sandy menghilang bak ditelan bumi. Waktu itu, Sandy bilang kalau ia izin tidak mengajar selama 2 minggu kedepan karena ada urusan yang harus diurus. Adis ingin bertanya namun segan bertanya lebih jauh mengingat cara bicara Sandy yang serius.

Sejak itu, Adis tak melihat kehadiran Sandy tiap kali enam hari datang ke rumah. Adis pun enggan bertanya lebih jauh. Lagipula, dirinya juga disibukkan dengan tugas sekolahnya yang juga kadang membuatnya lupa kalau Sandy sedang absen. Bertanya ke Joshua? Adis malas kalau nanti Joshua malah berasumsi yang aneh - aneh karena ia pun sedang tidak yakin dengan perasaannya sendiri. Karena itu selama dua minggu belakangan Adis tidak pernah menyebut perihal Sandy. 

"Dek. Gak penasaran Sandy kemana?"

Kini Adis tengah bersama Joshua, kakaknya itu sedang bolos kuliah karena terlambat bangun dan akhirnya berada disini menjemput Adis pulang sekolah.

"Katanya dia ada urusan kan?" tanya Adis balik.

"Lo gak kangen diomelin Sandy?"

Adis menghela napas pelan, benar, sih. Akhir - akhir ini telinganya bersih dari suara Sandy yang mengomel kalau ia membuat kesalahan. kangen? Entah. Bisa jadi.

"Iyasih, hidup gue agak damai bebas dari omelan dia." jawab Adis membenarkan.

"Mau ketemu dia gak? Seengaknya kasih semangat biar dia ada harapan hidup." Ujar Joshua yang mana membuat Adis bertanya tanya.

"Emang... Dia kenapa?"

Joshua tersenyum kecil. Akhirnya, pertanyaan yang dia tunggu keluar dari mulut adiknya. Tangan Joshua mengusap puncak kepala Adis. Alih alih mejawab pertanyaan Adis, Joshua menjawabnya dengan menancapkan gas kebih kencang, menuju ke tempat dimana Sandy berada selama 2 minggu belakangan.

Rumah sakit.

Adis bingung setengah mati begitu Joshua memasuki area rumah sakit. Apa Sandy sakit? Kalau iya, bagaimana bisa? terakhir kali bertemu, Adis masih ingat Sandy sangat sehat. Tapi... kalau bukan Sandy yang sakit, lalu apa? Banyak spekulasi tergiang di kepala Adis hingga Joshua menyadarkan lamunan Adis.

"Heh! Bengong aja, kesambet baru tau rasa. Yuk, turun. Anaknya udah nungguin." Kata Joshua sambil melepas sabuk pengamannya.

"Siapa yang sakit?" Tanya Adis.

"Nanti juga tau. Makanya cepetan, nanti jam besuk keburu abis." 

Adis tak bertanya lagi, memilih bungkam dan mengikuti langkah Joshua memasuki rumah sakit. tapi Adis sudah menyiapkan dirinya kalau tiba - tiba dugaannya benar. Joshua berhenti di depan kamar VIP, tak lupa mengetuk sebelum menggeser pintu itu. 

"Sore tante, makin cantik aja, nih. San, nih anak murid lo."

Perlahan Adis mengangkat kepalanya, menemukan Sandy yang terduduk di sofa dan seorang wanita yang terbaring di atas tempat tidur dengan mata terpejam. Ekspresi Sandy sendu, terlihat jelas dari kantung mata Sandy kalau pemuda itu kurang tidur. Namun, senyum itu masih ada kala ia menatap Sandy.

"Eh, Adis." Ujar Sandy.

"Adis doang yang disebut? Wah gak tau terimakasih ini orang." Protes Joshua.

"Lo mah gak usah. Kemaren abis dari sini juga, kan."

Adis menjawab dengan lambaian tangannya. Ia bingung harus berkata apa ditengah kondisi seperti sekarang. Di kepalanya banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan namun tertahan karena kondisi yang tidak memungkinkan.

"Baju lo masih sama kayak kemaren, belom mandi ya lo?" Tanya Joshua yang memicingkan matanya.

"Enak aja. Udah kali." Elak Sandy. Sesekali mata Sandy melirik Adis yang masih bungkam sejak kedua kakak beradik itu masuk.

ME, YOU AND USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang