"Ma, acara nikahan mbak Dina jadinya tanggal berapa?"
Tante Gita memberikan undangan berwarna pastel sebagai jawaban pertanyaan Adis. Tertera acara dilaksanakan minggu ini.
"Dek, ikut mama cari baju, yuk." Ajak sang mama yang langsung disetujui Adis.
"Tapi Joshua gak bisa nganter ya. Mau latihan." Ujar Joshua yang tiba - tiba muncul masih mengalungkan handuk kecil di lehernya.
"Latihan buat apaan? pensi kan masih lama, kak." tanya Adis heran.
"Lah? Emang lo gak tau gue bakal ngisi acara resepsi mbak Dina?"
Adis menggeleng pelan.
"Sama enam hari?"
Joshua mengangguk.
Pasca dari rumah sakit, tak ada percakapan ketika Sandy mengantar Adis pulang dan Adis pun hanya mengucapkan terimakasih dan masuk ke dalam. Dua hari berlalu, jantungnya masih berdetak tak teratur tiap kali mengingat kejadian tempo hari di rumah sakit.
"Nanti pergi naik apa?" tanya mama Adis.
"Nebeng sama Sandy. Dia yang bawa mobil."Jawab Joshua.
Suara klakson terdengar dari luar. Joshua melirik Adis, sorotan matanya memberi tanda menyuruh membuka pagar. Adis ingin menolak tapi segera mendapat tatapan tajam Joshua. Adis menolak bukan karena tidak mau, tapi masalahnya adalah karena Sandy. Sejak di rumah sakit, perasaannya terkadang jadi kacau balau jika menyangkut Sandy.
Yang pertama kali Adis lihat ketika membuka pagar adalah Sandy yang berada di bangku pengemudi dan Yuda yang tersenyum lebar di samping Sandy.
"Nih, buat lo." Kata Yuda menyerahkan plastik telur gulung yang sudah dicampur dengan saus.
"Wih! Makasih kak! Masuk dulu gih." Ujar Adis. Yuda mengangguk dan masuk lebih dulu, menyisakan Sandy yang baru memencet tombol mengunci mobil.
"Jajan terusss. Sakit baru tau rasa." Kata Sandy berdecak pelan. Bukan cuma Adis yang dapat omelan dari Sandy, tadi pun Yuda juga mendapatkan hal yang sama.
"Gak boleh nolak rejeki tau." Balas Adis cekikikan.
"Iyain biar cepet. Yok masuk." Kata Sandy. Adis kembali gugup, bukan karena ucapan Sandy, tapi karena telapak tangan besar Sandy dengan yang santainya menepuk puncak kepala Adis. Demi tuhan, Adis sejak tadi berusaha membangun tembok pertahanan namun hancur seketika karena hal kecil.
"Ih! Pegang pegang. Bukan muhrim." Protes Adis.
"Kemaren juga lebih dari ini, Dis. Gakpapa tuh." Balas Sandy tak mau kalah, ditambah dengan ekspresi mengejeknya. Adis melotot tajam ke arah Sandy. Yang ditatap malah tertawa, tak bisa menyembunyikan rasa gemasnya pada lawan bicaranya sekarang.
"Eh! Mau kemana? Gue belom selesai ngomong. Ada pr ga?" Tanya Sandy sambil menarik lengan baju Adis.
"Please ya, lo kan kesini mau latihan bukan les. Hishh lepasin ih! Mau pergi gue." Ujar Adis.
"Adis, yuk jalan."
Suara tante Gita menyelamatkan Adis dari Sandy. Dilihatnya sang mama sudah membawa tas dan kunci mobil. Sandy langsung melepas Adis, menunjukkan cengiran lebarnya, "Siang tante!" Sapa Sandy.
"Eh, Sandy. Adis gimana? Nyusahin, gak?" Tanya tante Gita.
"Gak kok. Aman sentosa." Jawab Sandy
"Bagus deh. Marahin aja kalo dia aneh aneh. Gak usah ragu, udah dapet izin dari tante."
KAMU SEDANG MEMBACA
ME, YOU AND US
Fanfiction"Oh... Ya udah. i'm ok, sih. Tapi balik lagi ke anaknya, mau gak kalau gue yang ngajar?" -Arsandy "Lain kali lebih teliti dong. Lo gak mungkin nanya ke gue kalo lo ujian." -Arsandy "Jadi orang tuh jangan galak, nanti gak ada yang mau deket baru tau...