Film adalah cerminan kehidupan nyata yang diberi bumbu supaya menarik. Bisa dibilang masa SMA gue sama seperti anak anak lainnya, tapi versi gue bumbunya agak mirip seperti di film. Jika biasanya siswa mengharumkan nama sekolah lewat prestasi akademik, gue agak berbeda. akademis gue biasa aja, tapi satu hal yang membuat gue jadi "baik" di mata guru adalah prestasi di bidang olahraga.
Gue punya haters kok di sekolah. Gue kadang suka bolos karena ikut lomba, itu adalah sumber kenyinyiran untuk siswa lain di sekolah. Padahal gue udah mengantongi izin sekolah, tapi ada aja orang yang gak suka sama gue.
Penyebab lainnya adalah karena gue deket sama Kelvan. Kalau di setiap sekolah pasti ada cerita tentang kakak kelas ganteng yang jadi idola semua kelas, di sekolah gue Kelvan lah orang itu.
Gue lagi di perpustakaan, mengerjakan soal latihan yang tiap pertemuan selalu dikasih kak Sandy di sela jam istirahat. Gak jauh dari meja gue, terdengar bisik bisik dari entah siapa, menyebut nama gue.
'Eh, gue denger dari anak kelas dua, kakak kelas kita ada yang jadi atlet renang, tapi di sekolah kerjanya tidur terus.'
'ha? Terus dia ngapain dong di sekolah?'
'gak tau. Tapi untungnya dia nyumbang medali terus. Jadi sekolah masih mau mempertahankan dia di sini. Kalo gak gitu, gue gak tau deh nasib dia gimana dengan nilai yang rendah.'
Terkadang tipe adek kelas gak tau diri kayak gitu mau gue labrak, tapi gue gak mau membuang tenaga gue untuk hal yang gak berguna. Lebih baik gue mengejar pelajaran yang tertinggal daripada ladenin mereka.
Gue menutup buku gue agak keras, hingga dua adek kelas itu menoleh ke meja gue. ekspresinya berubah begitu menyadari gue ada di situ. Gue merapihkan buku gue dan berjalan melewati meja mereka dengan senyum ramah, ada yang bilang kejahatan jangan dibalas dengan kejahatan. Balas dengan kebaikan. Ekspresi gue sih senyum. Tapi dalem otak rasanya ingin menghujat.
Penjaga perpustakaan ada di tempatnya ketika gue keluar, tadi ketika gue masuk beliau entah ada di mana. Gue mampir ke meja penjaga perpustakaan untuk meminjam buku, mbak Riska tersenyum begitu gue menghampiri meja dia. "eh Adis, mau pinjem buku?" tanya mbak Riska.
Gue menangguk, mbak Riska segera memproses peminjaman buku gue, sambil ngetik dia ngajak gue ngobrol, "Renang kamu lancar Dis? Kayaknya aku baru ngeliat kamu lagi deh. Habis ada lomba lagi kah?" ujar mbak Riska.
"Gak kok. Aku masuk terus. Cuma aku aja yang jarang main ke perpus lagi. Belum ada lomba lagi nih, tapi ini lagi persiapan lomba renang antar club se-Jakarta gitu." Jelas gue.
"Wih, semangat ya latihannya! Tumben pinjem buku soal gini? Biasanya pinjem novel."
Gue mengusap tengkuk gue, "Udah mulai intensif nih mbak belajarnya, biar gak ketinggalan banget. Nanti kalo gak lulus kan gawat." Jawab gue sambil terkekeh.
"Yaudah, semangat ya latihan dan belajarnya. Jangan sampai sakit! Nih, bukunya udah boleh dibawa." Mbak Riska menyerahkan buku yang gue mau pinjam. Gue emang sering main ke perpustakaan, selain buat numpang tidur, gue sering pinjem novel keluaran terbaru. Gue lebih pilih pinjem di perpustakaan daripada beli di toko buku.
Sejak gue les sama kak Sandy, waktu kosong gue di sekolah lebih banyak dipakai buat belajar, karena kak Sandy selalu kasih soal latihan di akhir sesi dan gue harus selesai sebelum les selanjutnya.
"Dis, abis darimana?" tanya Kelvan begitu gue masuk kelas.
"Dari perpus, pinjem buku." Gue mengangkat buku yang tadi gue pinjam, Kelvan terdiam, mendadak tangannya mendarat di dahi gue.
"Adis, ini beneran lo kan? Kenapa tiba - tiba rajin belajar?" Ucap Kelvan tak percaya melihat seorang Adis belajar. Gue menyingkirkan tangan Kelvan dari dahi gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
ME, YOU AND US
Fanfiction"Oh... Ya udah. i'm ok, sih. Tapi balik lagi ke anaknya, mau gak kalau gue yang ngajar?" -Arsandy "Lain kali lebih teliti dong. Lo gak mungkin nanya ke gue kalo lo ujian." -Arsandy "Jadi orang tuh jangan galak, nanti gak ada yang mau deket baru tau...