Adistya"Oh iya, gue lupa bilang... Ni anak agak rada rada. yang sabar ya, San." Ingin rasanya gue protes tapi apa yang dikatakan kak Joshua tuh benar.
"Kak, gue ke kamar ya, capek." Gue ngambil tas gue dan berdiri, kelima manusia itu mengangguk pelan setelah itu kembali pada kegiatan masing – masing, lebih tepatnya tugas mereka. Emangnya kuliah se capek itu, ya? Gue lihat tuh ya tugas mereka gak ada abisnya. mati satu tumbuh seribu.
"Eh tunggu, Dis. Bagi kontak lo dong, nanti biar gampang ngomongin mau mulai kapan." Baru gue mau pergi, kak Sandy manggil nama gue. Dia ngeluarin ponselnya dan dikasih ke gue. Tangan gue dengan cepat mengetik id line gue habis itu ngasih lagi ponselnya ke pemiliknya. Gak lama, ponsel gue sendiri bunyi.
"Udah masuk nih, kak. Yaudah, gue naik ya. Semangat kakak kakak nugasnya!" gue mengepalkan kedua tangan gue memberi semangat.
Rasanya ketemu kasur itu.... surga banget. Tangan gue rasanya pegel banget habis latihan. Sebenernya itu sudah jadi makanan sehari hari. Biasanya kalau rajin latihan gak akan terlalu pegel karena otot udah terbiasa, sepertinya sih ini karena gue sempet bolong sehari karena waktu itu perut gue lagi kram.
Besok libur latihan di club, tapi bukan berarti gue libur berenang, besok pagi gue tetap harus latihan 'ringan'. Biasanya latihan di rumah ini durasinya setengah dari durasi latihan di klub. Kira-kira ya.... 1,5 jam?
Oh iya, karena totalitasnya bokap dalam mendukung apa yang gue lakukan, kami pindah ke rumah yang ada kolam renangnya. Lebih tepatnya setahun setelah memilih aktif berenang lebih tepatnya ketika gue kelas 6 SD, katanya biar gue bisa tetep latihan di rumah. Gue bersyukur punya orang tua yang mendukung kemauan anaknya.
Masa paling berat adalah masa – masa ketika gue kelas 6, 9 dan 12 seperti sekarang. Ujian Nasional. Gue harus bisa mengimbangi antara renang dan belajar, walaupun bokap nyokap gak menuntut nilai gue bagus, seengaknya harus diatas rata rata. Di saat seperti sekarang gue harus bisa belajar tapi renang gak boleh putus. Caranya? Bayangin aja gimana gue harus rela menghapus waktu menonton drama gue dengan belajar. Kalau dulu gue bisa bertahan, sekarang pasti gue juga bisa bertahan.
Mata gue memicing melihat pop up message line yang muncul di layar hp gue.
Arsandy
Test
Ini gue Sandy.Adistya
Halo kakArsandy
Gue mau test doang kok. Selamat istirahatRead
Dahi gue mengerut, baik dari secara langsung maupun di pesan, auranya sama aja. Serem. Pertanyaan gue, apakah cara ngajarnya sama seperti guru gue di sekolah? Jadi takut duluan gue. Ya tapi gimana ya, demi masa depan yang lebih baik.
Rutinitas gue tuh padat, saking padatnya gak bisa kabur. Pagi sampai sore sekolah, pulang sekolah lanjut ke GOR. Begitu siklus kehidupan gue dari senin sampai jumat. Sabtu? Berhubung sekolah gue kalau hari sabtu libur jadi gue stay di rumah sampai jam latihan di club tiba dan minggu adalah hari bebas!
Ada kalanya gue gak masuk sekolah selama 4 hari karena lomba di luar kota, tentu udah dapat surat dispensasi dari sekolah. Pokoknya kehidupan seorang atlet yang merangkap jadi pelajar itu susah susah gampang. Gue pernah terpikir mau homeschooling karena jam belajarnya lebih renggang dari sekolah reguler, tapi ternyata gak dibolehin sama nyokap, takut anaknya jadi unsocial katanya yang hidupnya cuma rumah – club bolak balik itu aja.
**
Joshua
Hai, gue Joshua. Berhubung si adek udah di alam mimpi, lebih baik kalian baca cerita gue. Anw, gue mahasiswa semester 5 sastra inggris. Harusnya sih semester 6, berhubung gue pernah gap year jadilah gue masih di semester 5. Better late than never, right?
Akhir – akhir ini, kekhawatiran gue perihal pendidikan adek gue makin menjadi. Gue tau gak mudah jadi Adis yang harus menyeimbangkan hidupnya antara jadi pelajar dan atlet, tapi mau gak mau kita terima fakta bahwa bocah itu udah kelas 12, dimana itu adalah fase penting.
Adis bukan seperti Yuda yang tidur di kelas pun ujiannya tetap lancar. yang ada dia sering ketiduran di kelas dan ketinggalan materi. Yah... gue kadang juga suka begitu pas kelas, tapi setidaknya kesibukan gue gak seperti Adis jadi masih bisa catch up dari catatan temen gue.
Pernah Adis mendaftar ke bimbingan belajar, ujung – ujungnya sering bolos karena bentrok latihan. Maka dari itu gue mengusulkan temen gue sendiri sebagai guru les privat Adis, selain udah terjamin, waktunya pun bisa fleksibel mengikuti jadwal Adis yang padat merayap. Gak kebayang gue kalo jadi Adis, gue yang udah kurus mungkin bakal tersisa kulit dan tulang aja kali, ya?
"San, lo beneran bisa ngajarin adek gue, kan?" tanya gue.
Arsandy, atau lebih sering dipanggil Sandy itu mengalihkan padangannya dari laptop ke gue, "Iyaa. Dia anak IPS, kan?"
Gue mengangguk. Saat ini kami berlima memang di satu tempat yang sama, tetapi pikiran kami kemana mana karena tugas masing – masing. Jangan heran kalau tidak ada salah satu dari kami yang bersuara, bahkan Yuda yang biasa menjadi partner in crime gue dalam hal jokes tidak berusara sedikit pun karena fokus dengan buku tebalnya.
"Beneran ngajarin ya, San. Jangan aneh aneh." Celetuk Wara.
"Apaan sih, War. Gue mah bukan Yuda atau Josh yang tukang modus sana sini." Protes Sandy tak terima.
Eh bentar. Tadi nama gue disebut?
"Bangke."
"Sialan ya"
Ucap gue dan Yuda bersamaan.
"Adis tuh anaknya pelor. Sama kayak Yuda. Gak usah heran kalo nanti dia tiba – tiba merem. Bangunin aja." Lanjut gue.
"Okedeh. Siap." Ujar Sandy.
"Eh. Gue laper. Boleh nginep disini aja, gak? Di kosan gak ada makanan. Hehe"
Bisa tebak siapa yang barusan berbicara? Iya, Yuda. Akhirnya semua anak enam hari menginap di rumah gue. Keren kan nama geng kita? Sebuah geng sekaligus band kecil kecilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ME, YOU AND US
Fanfiction"Oh... Ya udah. i'm ok, sih. Tapi balik lagi ke anaknya, mau gak kalau gue yang ngajar?" -Arsandy "Lain kali lebih teliti dong. Lo gak mungkin nanya ke gue kalo lo ujian." -Arsandy "Jadi orang tuh jangan galak, nanti gak ada yang mau deket baru tau...