(9) Joshua - Adistya

1.2K 213 5
                                    


Joshua
Gue gak nyangka oma bakal dateng tanpa ngasih tau kayak gini. Kalau tau beliau mau dateng, gue bakal suruh Adis jangan pulang dulu. Karena kalau mereka ketemu, yang terjadi adalah perang.

"Eh bentar. Jangan masuk dulu." Gue menahan Yuda yang udah lepas sepatu.

"Kel, ngapain lo disini?" tanya Yuda pada Kelvan.

"Tadi abis minta temenin Adis cari kado, ini mau nganterin dia latihan." Jawab Kelvan.

Akhirnya Kelvan dan yang lain mengobrol sementara gue sedang cemas menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya, walaupun gue sudah tau akhirnya seperti apa, rasanya selalu sama, menakutkan.

"Kalau oma mau nunggu kak Josh, terserah. Oma tau kita gak pernah akur karena percakapan bodoh ini."

Suara Adis terdengar keluar. No, please don't. Mereka yang tadinya ngobrol mendadak ikutan diem kayak gue ketika mendengar nama gue disebut.

"Bang, itu Adis kenapa?" tanya Wara. Gue memberi tanda agar mereka diam.

"Percakapan bodoh? Oma bicara seperti ini demi masa depan kamu!"

Sekarang suara oma yang meninggi. This is not good, man. Sifat keras kepala Adis menurun dari oma, jadi mereka sama sama keras kepala. Ekspresi anak anak udah panik semua, gue pun juga panik.

"Fine. Demi masa depan Adis? Oma yang gak mau membuka pikiran. Adis gak kayak oma yang berpikiran sempit."

"Kamu bilang oma berpikiran sempit? Sekarang oma tanya, umur karir atlet tuh berapa lama? Kalau pensiun kamu mau jadi apa?"

"Mama dan papa gak masalah sama pilihan Adis. Kenapa oma selalu gak setuju? Adis udah gede. Adis bebas nentuin pilihan hidup Adis tanpa diatur. Yang jalanin kehidupan ya Adis. Oma gak bisa menghargai keputusan Adis?"

"Iya, Adis tau kalau Adis bodoh. Gak kayak kak Josh yang pinter dari dulu. Kak Josh emang cucu kesayangan oma, sedangkan aku gak berguna. Aku sadar. Cukup sampai disini aja. Adis capek denger oma yang selalu ngajak berantem kayak gini."

Dari cara bicara Adis, gue tau batas kesabarannya udah habis. Selama ini Adis diem aja setiap kali oma bicara perihal beliau gak setuju kalau Adis jadi atlet renang. Tak ada suara balasan dari oma setelah Adis meledak. 

"Dek." Panggil gue. Adis gak angkat kepalanya bahkan ketika gue nahan dia. Adis melepas tangan gue secara paksa, gue gak punya pilihan lain selain membiarkan adek gue pergi. Kelvan dan yang lainnya udah menatap Adis dengan tatapan khawatir.

Tanpa bisa mencegah, gue hanya bisa ngeliat punggung Adis yang menjauh berjalan ke motor Kelvan dan memakai helm, "Kelvan, jalan." Kata Adis.

Kelvan kebingungan, dia sempet mau ngomong tapi udah dipotong duluan biar cepetan jalan. Adis bilang dia muak berada disini. Kelvan sempat menatap gue sebentar, dan gue cuma bisa menggeleng pelan sambil memberi tanda agar menuruti permintaan Adis.

Kelvan pun membawa Adis pergi. Menyisakan gue dan anak enam hari yang menunjukan sorot mata khawatir, sama seperti gue. sebenarnya gue bisa aja jelasin, tapi gue harus mengurus oma yang masih ada di dalam lebih dulu.

"Kalian kalau ditanya bilang aja baru dateng, dan gue pun akan bilang begitu. Nanti gue ceritain kenapa bisa begini. Yuk mulai acting!" ujar gue nge briefing anak anak biar satu pemikiran sama gue. mereka ngangguk.

Gue dan anak anak melangkah masuk langsung disuguhi dengan oma yang langsung tersenyum begitu melihat gue, seakan akan gak terjadi apa - apa barusan. "Eh, Joshua. Oma nunggu dari tadi. Ke mana aja?" tanya oma dengan nada ramah.

ME, YOU AND USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang