"Adis! Gaya bebas 5 set ya!"
Baru selesai bubble* gue mengacungkan jempolnya ke arah coach. Bisa dibilang air adalah teman gue setiap hari, sepulang sekolah gue pergi ke kolam renang tempat club biasa berlatih. Kalau dihitung hitung, gue udah berkecimpung di dunia renang sejak gue kelas 5 SD, sekarang gue kelas 3 SMA jadi udah 7 tahun gue menyandang status sebagai atlet renang.
Walaupun udah se lama itu, gue masih harus banyak belajar kok. Kalau dibandingin sama senior di club, gue masih dibawah mereka.
Renang itu.... adalah segalanya buat seorang Adistya. Hampir setengah umur gue dihabiskan untuk latihan dan latihan. Hasil dari latihan bertahun tahun gak sia – sia, sejauh ini gue udah pernah dapet medali emas tapi ya gue belum cukup beruntung untung masuk ke lomba setara asian games.
Selesai main 5 set, suara peluit berbunyi tanda latihan hari ini selesai. Pikiran gue udah kebayang empuknya kasur di rumah. Gue keluar dari kolam dan berkumpul bersama temen temen yang lain untuk briefing sebentar dari coach. Terlalu lama di air sampai gue gak sadar ternyata sekarang udah jam 10 malam.
"Latihan hari ini cukup sampai disini. Karena besok hari minggu, kalian libur. Jangan lupa nutrisi dijaga, vitamin diminum. Oke, kalian boleh bubar." Ucap coach
"Ahhh, gila sih akhirnya libur juga." Nana menghela napas lega. Gue pun ikut mengeha napas panjang, kata libur itu adalah sebuah kata yang jarang diucapkan oleh coach, terutama ketika musim pertandingan. Yang ada malah kita semua di push untuk terus latihan.
"Netflix menanti di rumah. Duh bahagia aku tuhhh." Sambung Rena dengan nada bicara yang membuat gue dan yang lainnya tertawa.
Kalau remaja seumuran gue yang lain biasanya menghabiskan waktu malam minggunya dengan pergi jalan – jalan, sedangkan kami semua menghabiskan waktu di kolam renang, berlatih sampai malam. Walaupun begitu bukan berarti gue merasa iri, justru gue bersyukur menghabiskan waktu dengan kegiatan yang berguna, disini juga menyenangkan, kok.
Berlatih bersama teman – teman, menghadapi galaknya coach yang berujung bergosip ria membicarakan betapa galaknya coach kami ketika sedang di ruang ganti, semua itu juga menyenangkan.
"Dis, nanti kak Josh jemput lagi, gak?" Tanya Rena dengan senyum lebar. Anak klub sepertinya gak ada yang gak kenal kak Joshua, karena dia sering ke sini untuk jemput gue mereka jadi hapal, sekaligus agak terpesona. Kalau liat muka bangun tidurnya kak Joshua, gue yakin mereka akan berpikir ulang untuk ngefans sama kak Joshua.
Gue melempar senyum jahil, "Jemput kok, ini orangnya baru ngabarin kalo dia udah sampai di parkiran. Cieee Rena jangan salting gitu, dong." Gadis itu tersipu malu sambil terkekeh pelan.
Gue buru buru membalas pesan kak Josh, manusia itu terkadang suka marah – marah sendiri kalau gue terlalu lama.
Josh
Udah selesai belom? Gue udah masuk ke dalem nih. Cepetan keluar napa, lampunya udah mau dimatiin.Adistya
Yeeee sabar. Takut ya? Haha penakut lo ah. Ini udah selesai.Josh
Berisik bocah. Gue ninggalin temen gue nih di rumah gara – gara jemput lo doang.Read
"Gue duluan, ya. Udah ada yang ngomel." Ucap gue pamit pada Rena dan teman teman yang lain sembari mengangkat ponsel gue yang masih menampilkan isi percakapan gue dengan kak Josh. Sosok Joshua dengan ciri khas badannya yang menjulang tinggi terlihat di bangku penonton ketika berjalan keluar ruang ganti. Serius, dia terlihat mirip slenderman kalau pakai hoodie warna hitamnya itu.
"Oy, slenderman! Ayo pulang." Teriak gue, sontak kak Josh langsung mengangkat kepalanya, sambil terlihat setengah menggerutu. Mungkin karena gue panggil slenderman. Tapi kenyataannya memang mirip, kan?
"Heh, lama lu! Tugas gue masih banyak, nih." Keluh kak Josh.
Gue melingkarkan tangan di lengan Kak Josh untuk meredam misuh misuhnya, dalam hitungan detik gerutunya hilang.
"Eh, dek. Bentar lagi ada lomba, kan? Lo ikut?" Tanya kak Josh.
Gue diam sejenak, "Kayaknya... iya. Kenapa, kak?"
"Gue khawatir sama ujian lo, sih." Ucapnya tanpa mengalihkan pandangan dari jalan raya.
"Oh itu... hehe nanti diomongin deh. Ngantuk nih."Kak Josh menggeleng pelan, "Bukan gitu, dek. Lo udah kelas 12, lo harus siapin ujian juga."
"Ih nanti aja, kak."
"Gue tau akademik lo gak terlalu bagus. Makanya gue ngomong gini. Ini gue khawatir sebagai kakak, lho." Nada bicara kak Josh berubah menjadi serius, membuat gue terdiam. Ya... yang dibilang kak Josh sih bener.
Gue akui, di bidang akademis gue memang agak tertinggal karena sering 'cabut' sekolah karena sibuk mempersiapkan lomba, dari pihak sekolah juga memberikan keringanan mempertimbangkan karena gue berprestasi dan mengharumkan nama sekolah, tapi gue juga dituntut harus mengejar pelajaran yang tertinggal.
Tiba – tiba kak Josh menjentikkan jarinya, "Gue tau! Lo les sama Waradana atau Sandy aja. Mereka kan pinter. Gimana?"
Baru gue mau jawab, kak Josh membelokkan setir dan berhenti di depan rumah. Kalau dipikir lagi, saran kak Josh bagus juga, tapi... sama kak Waradana? Dia... baik sih, tapi gue gak terlalu deket sama dia, karena dia terlalu diem. Kak Sandy? Agak menyeramkan ya.... gak ada pilihan lain?
Dari luar gue melihat ada 4 motor yang terparkir di halaman rumah dan juga sepatu yang berserakan, diikuti suara berisik dari masing-masing pemilik suara.
"Eh, hai Adis!" Kak Yuda adalah orang pertama yang menyapa ketika gue buka pintu. Diikuti dengan senyuman dari kak Dimitri, Waradana, dan Sandy.
"Halo, kak." Jawab gue pelan.
Gue duduk di samping kak Josh yang lagi makan martabak, sambil mencolek kak Josh memberi tanda meminta tolong mengambil martabak.
"Latihannya lancar, Dis?" Ujar kak Dimitri.
Diantara semua teman kak Josh, kak Dimitri dan kak Yuda yang paling sering ajak gue ngobrol. "Lancar kok, kak. Gitu gitu aja, sih. Hehe." Jawab gue sambil cengengesan.
"Eh, San, War, diantara lo berdua ada yang bisa ngajarin Adis, gak? Dia udah kelas 12 jadi butuh bimbingan." Ucap kakak gue tiba-tiba, membuat semua mata menatap gue dan kak Joshua. kak Sandy dan Kak Wara melongo, kak Sandy mengangkat alisnya sebelah dan mata kak Wara membulat. Gue dalam diam mencoba membaca air muka kedua orang itu. Tak ada yang membuka suara, hanya mata mereka yang saling melirik satu sama lain.
"Gue bisa aja sih, tapi bang Sandy aja, dia lebih pinter dari gue." kata Kak Waradana.
"Oh... Ya udah. i'm ok, sih. Tapi balik lagi ke anaknya, mau gak kalau gue yang ngajar?" Ujar kak Sandy.
Lalu tiba-tiba semua mata tertuju pada gue (lagi), "Oke. gue sama siapa aja bebas. Asal kuat ngadepin gue ya, mohon bimbingannya kak." Kata gue sembari cengengesan.
"Oh iya, gue lupa bilang... Ni anak agak rada rada. yang sabar ya, San." tambah kak Joshua sembari menepuk pundak kak Sandy seakan memberi semangat untuk menghadapi gue. Padahal, gue gak separah itu kok. Cuma sedikit.... lemot. hehe.
Tbc
Bubble : buang napas dalam air, ambil napas di darat (ngerti kan?) makin banyak bubble, makin bagus pernapasan di dalem air.
KAMU SEDANG MEMBACA
ME, YOU AND US
Fanfiction"Oh... Ya udah. i'm ok, sih. Tapi balik lagi ke anaknya, mau gak kalau gue yang ngajar?" -Arsandy "Lain kali lebih teliti dong. Lo gak mungkin nanya ke gue kalo lo ujian." -Arsandy "Jadi orang tuh jangan galak, nanti gak ada yang mau deket baru tau...