Author's PoV
Draco meringis kesakitan, sayatan di dadanya mengeluarkan darah yang sangat banyak hingga menggenang di lantai manor.
"Cissy! Help!" jeritan Hermione terngiang di telinganya.
Samar-samar, Draco dapat melihat Hermione dan ibunya berlari ke arahnya. Pandangannya memburam, dan tangisan Hermione adalah hal terakhir yang ia lihat sebelum pandangan milik pria pirang platina itu sepenuhnya menggelap.
*
Hermione menangis, bersama Narcissa. Mereka sedang menunggu healer keluarga Malfoy untuk memeriksa keadaan putra tunggal Malfoy tersebut. Mereka tak tahu pasti dari mana sayatan tersebut datang, siapa yang menorehnya, dan mengapa Draco menjadi sasarannya. Pertanyaan tersebut memenuhi kedua wanita bersurai hitam-blonde dan brunette yang kini menunggu cemas di depan pintu kamar Draco karena sebelum mereka meminta penjelasan kepada Draco, lelaki tersebut sudah kehilangan kesadarannya.
"Oh, Merlin. Mengapa ini semua bisa terjadi," ujar Narcissa ditengah tangisannya yang belum mereda.
Hermione tak mengeluarkan sepatah kata apapun untuk menenangkan Narcissa. Pasalnya, pahlawan perang tersebut juga tak kunjung menemukan cara untuk menenangkan dirinya sendiri. Semua yang ada dipikirannya kali ini adalah apakah semua ini berhubungan dengan penyerangannya? Apa semua ini berhubungan dengan Bellatrix? Pansy? Death Eater? Pertanyaan demi pertanyaan terus memenuhi kepala Hermione.
ckrekk
Suara pintu kamar bernuansa Slytherin tersebut akhirnya terbuka.
"Oh, god. Healer Leena, bagaimana kondisi anakku?" tanya Narcissa dengan tergesa-gesa begitu melihat Healer tersebut keluar dari kamar Draco.
"Draco baik-baik saja. Ia kehilangan banyak darah, itu sebabnya ia pingsan. Aku sudah memberikannya ramuan untuk menghentikan pendarahan yang terjadi. Sayatan di dadanya merupakan sayatan yang berasal dari benda tajam, bukan mantra atau apapun yang berhubungan dengan sihir. Ia dilukai secara manual." ujar Healer Leena.
"Dilukai secara manual?" Hermione memastikan sambil mengerutkan alis matanya.
"Yeah, Miss Granger. Ia dilukai secara manual dan besar kemungkinan bahwa benda tersebut adalah pedang." Healer Leena menjawab.
"Apa kami dapat masuk ke dalam?" tanya Narcissa dengan nada yang lebih tenang dari sebelumnya.
"Tentu. Namun, ia tak akan sadar dalam jangka waktu dekat. Paling singkat 2 sampai 3 jam lagi. Aku memberikannya ramuan tidur tanpa mimpi." jawab Healer Leena.
"Baik, terima kasih banyak atas bantuanmu. Kau dapat pulang." Narcissa mempersilahkan Healer yang umurnya kurang lebih berkepala 5 tersebut untuk meninggalkan manor karena tugasnya telah selesai.
Healer Leena tersenyum, mengangguk lalu melangkahkan kaki jenjangnya menjauh dari Hermione dan Narcissa.
Kedua wanita tersebut kemudian masuk ke kamar Draco, melihat kondisi pria yang terbaring lemah dengan lilitan perban dan lebam yang semakin jelas terlihat di beberapa bagian tubuhnya.
Hermione tak mampu melihat Draco tak berdaya seperti ini. Air matanya mulai menetes kembali. Rasa sakit menjalar ke hati gadis Gryffindor itu melihat orang yang ia cintai tergeletak tak berdaya di atas kasur.
"Cissy, aku akan pergi ke The Burrow. Terlalu sakit melihat Draco seperti ini." ujar Hermione yang dijawab anggukan kecil oleh Narcissa.
"Hati-hati, Mione." Narcissa berkata.
Hermione melangkahkan kakinya keluar dari kamar Draco, berjalan menuju teras manor dan ber-apparate menuju The Burrow. Ia tak sanggup untuk melewati saluran floo karena peri rumah masih membersihkan darah menggenang milik Draco disana.
*
"Mione?" tanya seorang wanita tua dengan rambut ginger miliknya yang sudah memutih.
"Molly!" Hermione berlari ke arah Molly, menghambur ke pelukannya, mencari kehangatan dan ketenangan yang tak bisa ia dapatkan.
"Merlin, ada apa denganmu? Kau terlihat sangat berantakan." ujar Molly sambil berusaha menenangkan Hermione yang sudah dipenuhi dengan isak tangis.
"Draco," lihir Hermione
"Draco?" Molly mengerutkan alisnya, berfikir keras tentang kemungkinan apa yang terjadi pada pewaris keluarga Malfoy tersebut.
"Ia menyakitimu?" tanya Molly karena Hermione tak kunjung menjawab.
"Tidak. Ia tidak menyakitiku." jawab Hermione.
"Lalu apa yang-"
"Hi, Mom!" suara laki-laki menggema dari ruang tamu keluarga Weasley. Kedua wanita yang masih berpelukan tersebut mengalihkan pandangannya ke arah suara. Ron. Itu adalah suara Ron.
"Mione? Ada apa denganmu? Bajingan Malfoy itu menyakitimu?" ujar Ron dengan tergesa-gesa, tak lupa dengan hinaan miliknya.
"God, damn, Weasley. Aku tak datang kemari untuk mendengar caci makimu tentang Draco." ujar Hermione kesal.
"Ron, kau sebaiknya naik ke kamarmu." tegas Molly.
Ron memutar matanya, lalu naik ke kamarnya dengan hentakan kakinya yang terdengar jelas.
"Guess you just yelled at your best friend just because that damn ferret, Mione." samar-samar, suara Ron terdengar yang membuat Hermione mengeluarkan tongkat miliknya, bersiap untuk megutuk sahabatnya tersebut.
"Hermione, stop." ujar Molly menangkis tongkat milik Hermione.
"Aku juga tak tahu mengapa anak itu sangat membenci Malfoy, Mione." lanjutMolly sembari menggelengkan kepalanya.
Hermione menghembuskan nafasnya kasar, beranjak dari tempatnya.
"Thankyou, Molly, atas pelukan hangatnya. Namun Ron sangat membuat mood-ku hancur. Aku pergi dulu, Molly." ujar Hermione yang dijawab anggukan oleh Molly.
Dalam sekejap, tubuh Hermione ber-apparate.
*
"Umhh," suara lemah laki-laki bersurai platina terdegar.
"Drake?"
"Mione?" Draco sadar, ia mulai mengerejapkan matanya, menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk menusuk pupil mata miliknya.
Draco mencoba duduk tetapi-
"Ouchh-"
Draco lupa bahwa sayatan besar kini mengukir dada bidang miliknya. Sepertinya motif sayatan di dadanya akan bertambah setelah luka bekas Sectumsempra yang dilemparkan Harry pada tahun ke-6 sembuh.
"Drake, berbaringlah. Luka itu cukup parah." ujaar Hermione kemudian mengelus puncak kepala Draco dengan sayang.
Draco mengangguk, memejamkan matanya menikmati sentuhan lembut milik gadis yang ia cintai.
"Apa yang terjadi padamu, Draco?" tanya Hermione.
"A-aku tak tahu. Kejadian itu terjadi dengan sangat cepat. Aku keluar dari ruanganku untuk pulang melalui saluran floo, lalu seseorang dengan topeng dan pedang menebasku. Aku bahkan belum sempat menghindar." jelas Draco.
"Topeng? Apa itu topeng Death Eater?" tanya Hermione mengerutkan alisnya.
"Bukan, topeng tersebut bukan topeng besi seperti milik para Death Eater. Topeng tersebut merupakan topeng rajut, menutupi seluruh wajah dan kepala dari orang tersebut kecuali mata dan mulut." lanjut Draco.
Hermione menghembuskan nafasnya kasar. Belum selesai kasus Bellatrix, kasus penyerangannya, kasus Pansy, dan masih banyak lagi hal yang belum terselesaikan, sudah timbuh kasus penyerangan Draco.
"Istirahatlah, Drake. Aku akan mengambilkan ramuanmu." ujar Hermione lalu melangkahkan kakinya ke luar kamar Draco untuk mengambil ramuan di dapur Manor.
tbc
HI! Been a while since my last update! Lately lagi pusing banget sama FK's life dan baru sempet nyentuh wattpad sekarang! hihihi semoga suka yaaa..
KAMU SEDANG MEMBACA
Until I Fall Again - Dramione
أدب الهواةKisah tak terduga ini berawal dari ditugaskannya Hermione Granger, pahlawan perang yang terhormat untuk menjaga tahanan rumah keluarga Malfoy. Siapa sangka, musuh bebuyutan di Hogwarts itu kini menumbuhkan benih-benih cinta satu sama lain? ALL OF TH...