Perasaan Ana sedari tadi entah mengapa tak enak. Ia sudah tiba di restoran, semuanya belum pada datang. Ia berjalan mondar-mandir bak setrika, tangannya ia gigit.
"Aduh, gue kenapa sih?"
"Maaf kita terlambat," ucap seseorang. Ana berbalik menetralkan raut wajahnya, dan menyuruh mereka untuk duduk.
"Udah sampai semua?"
"Ana!" panggil Rina, membuat Ana menghela nafas panjang. Ia menatap Stevi, yang kini berbicara lewat tatapan bahwa ia yang menyuruh Rina untuk turut datang.
"Saya mau langsung ke intinya aja," ucap Ana dengan nada dingin.
"Gak dong! Lo harus jelasin dari awal lo ngajak kita ngumpul disini ngapain?" tanya Vancia, membuat Ana menghela nafas panjang.
"Gue mau jelasin ke kalian semua, pertama gue udah maafin kalian semua. Ya walaupun gue sedikit terpaksa, tapi ya gimana? Tugas manusia itu memaafkan, Tuhan aja ngasih maaf ke umatnya."
Ucapan Ana membuat mereka terdiam, menatap tak percaya ke arah Ana.
"Ya walaupun gue udah maafin kalian semua, gue gak bisa ngelupain setitik pun perlakuan kalian ke gue."
"Dan juga, ini menjadi perbincangan antara kita semua. Gue gak mau besok-besok ada yang ngajakin ketemu buat bicarain hal ini," ucap Ana sedikit menyindir.
"Dan juga gue bukan pembunuh Lingga, cowo itu sendiri punya penyakit. Kata dia daripada di mati sia-sia mendingan dia kasih hati dan ginjalnya ke gue," ucap Ana menyindir Ina.
"Dah sih itu aja, gue mau pulang. Seterah kalian mau ngapain disini, mau makan juga gak papa. Ini restoran punya gue, jadi kalian gak usah bayar."
Ucap Ana, namun mereka memilih pergi. Mengikuti langkah Ana dibelakang, hingga saat sudah dilantai bawah. Ana yang ingin mendorong pintu masuk restoran, dibuat berhenti oleh pecahan-pecahan kaca.
Ia berbalik, menatap seseorang yang kini menodongkan pisau lipat ke anak kecil yang ia tahu adalah anak Mentari. Ana berusaha untuk tetap tenang, ia berjalan mendekati orang tersebut.
"Jangan sentuh anak saya!" ucap Mentari, namun penyandera itu tak mendengar kan. Justru orang itu menatap tajam Ana.
"Ada apa ya?" tanya Ana, ternyata ini kegelisahan nya sedari tadi.
"Kasih gue duit 2 milyar, baru gue lepasin anak ini. Kalau gak mau anak ini mati!" ucap orang itu yang ternyata adalah seorang wanita.
"Kerja bodoh! Bukan nyandera, lepasin anak kecil itu. Kalau anda punya masalah sama saya, sini kita bicarakan bukan seperti ini," ucap Ana tenang. Namun membuat emosi wanita itu menggebu-gebu.
"Jangan banyak bacot! Kasih gue duit!"
"Kerja Tante Mona! Bukan nya malak!" ucapan Ana membuat Sigit, Rina, Ina, Stevi dan Rey membelalakkan matanya.
"Oh lo udah tau gue siapa?" tanya Mona, wanita itu melepaskan tudung Hoodie nya.
"Hahaha bodoh," ucap Ana. Mona mendorong anak Mentari itu, kemudian gadis kecil itu berlari memeluk Mentari.
"Santai Tan! Gak usah dorong-dorong anak kecil juga!" Mona langsung mengeluarkan pistol mengarahkan pistol itu ke Ana.
Ana yang memang sudah membawa sebuah pistol pun melakukan hal yang sama. Keduanya saling bertatapan tajam, bedanya Mona yang terlihat marah dan menggebu-gebu namun Ana tetap tenan, wajah gadis berumur 27 tahun itu tetap datar.
"Turunin senjata lo yang legal itu!" ucap Ana, gadis itu menarik pelatuk nya. Begitu juga dengan Mona.
"Kalian semua minggir! Ini urusan saya sama wanita ular ini!" ucap Ana, membuat mereka semua minggir. Begitu juga para pegawai Restoran.
DOR
DORKeduanya sama sama melayangkan tembakan ke atas. "Turunin senjata lo! Kasih gue duit jalang!"
BUGH!
Rey memukul tengkuk leher Mona dengan lengannya. Membuat wanita itu terjatuh, dan pistol yang terlempar kedepan Ana. Ana menatap datar Rey, lalu menganggukkan kepalanya sebagai tanda terima kasih.
"Jangan banyak gaya!" ucap Mona yang masih tersadar.
Ana mendekat, ia berjongkok. Tangannya memegang dagu Mona. "Dasar jalang! Sukanya ngerusak rumah tangga orang!"
"SIGIT JUGA TERIMA TERIMA AJA KOK!" bentak Mona tak suka. Ana terkekeh sini, ia kemudian berdiri.
"Memang sama-samanya bodoh!" ucap Ana tajam, membuat Sigit tersentak. Ana berbalik meninggalkan mereka.
Sepertinya ia akan menyuruh bodyguard nya untuk mengurus permasalahan ini. Namun satu hal yang Ana sekarang lupakan.
Ia melupakan pistol Mona yang tergeletak di lantai, membuat Mona berdiri. Wanita itu menyeimbangkan tubuhnya.
Ia melayangkan tonjokkan ke pipi Rey, namun dengan cepat Rey menepis itu. Ia menatap tajam Mona.
"Dasar ular! Sialan, jangan sentuh wajah gue sama tangan lo yang kotor itu! Gue jijik!" ucap Rey membuat Mona marah.
"Makanya Rina, jangan sibuk sama pekerjaan lo dulu! Ingat, Sigit aja bisa berpaling. Bagaimana dengan Adan?"
PLAK!
"JAGA UCAPAN LO!" bentak Rey, Ana memberhentikan langkahnya. Ia mendengarkan percakapan mereka.
"Itu fakta Rey, ayah lo itu cape karena gak dikasih—"
"Cukup Mona!"
"Dasar jalang banyak gaya!" ucap Mona membuat emosi Ana menggebu-gebu. Namun ia berusaha untuk menahan emosinya itu.
"Hey Ana! Ngapain lo disitu?" tanya Mona ke Ana, gadis itu mengangkat jari tengahnya tanpa berbalik badan.
Emosi Mona keluar, wanita itu berjalan tangannya mengambil pistol yang tergeletak di lantai. Rey yang melihat itu berusaha menahannya, begitu juga dengan Langit.
Keduanya berusaha mengambil pistol yang berada di tangan Mona. Mona dengan cepat menendang benda pusaka milik keduanya.
Hingga keduanya menjauh, dengan wajah yang meringis kesakitan."AWAS ANA!"
DOR!
DOR!***
TBC
Jangan lupa untuk taburkan bintang-bintang manjahhhhh dan tinggalkan jejak di kolom komentar 🐾🤗❤️✨
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART 2 || END
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!! --------------------------- #Heart series 2 Kisahnya belum berakhir..... Start : 15- 09-2021 End : 05 - 12 - 2021