Ch 18.

2.1K 295 121
                                    

Disclaimer: Don't like Don't Read, semua milik orang tua masing masing saya di sini hanya meminjam nama.

Jadi bagi yang tidak suka mohon menjauh, ide cerita ini begitu aneh dan sesuka hati author. Dan hal ini murni Imajinasi ya. Kita bebas berimajinasikan jadi bagi kalian sudah di peringatkan jangan salahkan authornya ya.

Ada beberapa adegan yang tidak pantas, di dalamnya jika di baca anak di bawah umur, jadi aku harap kalian jangan nyalahin aku ya. Dari awal udah di peringati.

Cerita ini aku buat sebagai sequel dari Bullying.

Summary : Roda kehidupan mulai kembali berputar, ada saat nya hidup di atas maupun di bawah tergantung pada takdir yang akan membawamu kemana.

Begitu juga langkah kedua anak kembar itu, ikatan darah tidak akan pernah bisa menghapus semuanya. Bahkan jarak pun akan menghilang begitu Tuhan telah kembali ikut bermain. Sejauh apapun semuanya menolak, tidak akan ada seorang manusia pun bisa menghalangi apa yang di sebut dengan TAKDIR.

.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Melihat Haruto yang kesakitan justru membuat Jeongwoo semakin marah, sama seperti tanda segel klan Huang yang saat ini terlihat begitu jelas di dahi nya. Berbagai macam ingatan Jeongwoo mulai tumpang tindih, baik sebagai Park Jeongwoo, Abiyasa Herdian maupun sebagai Huang Jeongwoo.

"Argh..."ringis Jeongwoo tertahan, kepalanya terasa sangat sakit nyaris seolah mau pecah sekarang. Matanya mulai hampir menutup dengan kesadaran yang berada di ambang batas, Tapi entah kenapa berkat satu sentuhan Haruto semua rasa sakit Jeongwoo seolah reda.

"Jewu."bisik Haruto di sertai ringisan sakit dan darah yang masih terus mengalir dari hidung juga telinga nya.

Dia menyentuh Jeongwoo yang saat ini berbaring kesakitan di atas jalan, sambil terus menatap ke arah nya dengan mata yang mulai hampir menutup. Air mata Haruto kembali turun dia merasa bersalah karena tidak bisa melakukan apapun untuk membantu meredakan sakit Jeongwoo.

Padahal dirinya sendiri juga tidak kalah menahan sakit akibat lagu kematian yang terus di nyanyikan Irene, Secara perlahan terus menghancurkan pembuluh darahnya dari dalam. Jika saja Haruto tidak pernah belajar tenaga dalam maka jelas dia tidak akan pernah bisa bertahan sampai sejauh ini.

"Ru.. Ruru."ucap Jeongwoo pelan di sela ringisan kesakitan yang membuat Haruto terbelalak lebar, Karena panggilan barusan merupakan panggilan khusus dari Jeongwoo untuk nya sejak dulu.

"Gue udah inget."lanjut Jeongwoo sambil tersenyum kecil, kali ini dia mulai menggertakkan rahang nya kuat untuk menahan rasa sakit.

Kemudian mulai berusaha duduk terlebih dulu meski dengan usaha penuh, tatapan matanya berkilat marah meski wajah itu tergolong datar. Ingatan nya telah pulih, jadi dia bisa dengan mudah menggunakan tenaga dalam nya secara maksimal ntuk mengobati seluruh tubuhnya.

Setelah itu Jeongwoo mulai menotok tubuh Haruto beberapa kali pada titik fatal untuk menghentikan pendarahan sejenak akibat lagu kematian, Baru setelah itu dia secara cepat menyebarkan sedikit tenaga dalam nya untuk bantu menuntun tenaga dalam Haruto agar bisa memperbaiki sel tubuh yang rusak.

"Irene."panggil Jeongwoo dingin tanpa sedikitpun menoleh dan masih terus terfokus pada Haruto, berkali kali tangan Jeongwoo mengelus rambut Haruto lembut berharap hal itu bisa meredakan sedikit saja rasa sakit nya.

"Jeongwoo kamu udah inget?"tanya Irene perlahan dan mulai berhenti bernyanyi.

"Kenapa harus kaya gini? Kenapa lo gak bisa ngelepas gue di saat dulu dengan mudahnya lo ngebiarin gue pergi."ucap Jeongwoo yang saat ini menatap Irene dengan rasa kecewa.

Twin Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang