Heh! Seneng banget udah 1k votes and 4k Readers. Gak nyangka bakal rame, karena dari cerita-cerita sebelumnya itu jarang banget yang vote secara cuma-cuma. Malah banyakan pembaca gelapnya, ini wow banget. Semoga aja gak ada yang jiplak juga ya, paling kesel tuh udah capek mikir eh dijiplak, judul sama pemerannya mah ya udah pasaran silakan aja, tapi kalo isi ceritanya jangan:)
Btw untuk anak Rp nih, aku mau buat squad gitu. Nah, setelah cerita ini tamat aku bakal buat cerita yang menggunakan nama squad tersebut (maybe). Eh ada unsur squadnya deng, judulnya mah bukan itu. InsyaAllah gak janji ya hehe, tapi kalo jadi aku bakal pake cast Rp dan nama Rp untuk cerita next time. Yang mau ikutan squadnya boleh langsung chat acc @ririlcenia_ofc. Yang kemarin itu udah ganti hehe. So, kalian akan berkesempatan masuk dalam ceritaku kalau mau.
Oke karena aku lagi seneng aku bakal up sangaaaaaaat panjang hehe, maybe aku bakal butuh waktu beberapa jam atau hari untuk kumpulin ide ini hehe.
Happy Reading🕊️.
-
-
-Hari ini Rosè tengah mengurus surat-surat kepindahan sekolahnya tanpa diketahui orang tuanya. Sebenarnya Rosè sangat ingin memberitahukan ini kepada orang tuanya, tetapi orang tuanya juga tengah sibuk dengan perceraiannya.
Rosè tetap memasang senyum terbaiknya, bukan berarti ia harus terlihat lemah kan? Harus kuat. Itu lah Rosè.
“Rosé, sangat disayangkan meskipun kamu bukan murid pintar. Tapi, kamu termasuk murid berprestasi dalam bidang tertentu.” ucap sang guru yang telah selesai mengurus surat-suratnya.
“Sebelum kamu keluar, ibu boleh bertanya?”
Rosé terdiam sejenak, tetapi setelahnya ia tersenyum kembali lalu mengangguk.
“Tanya aja, Buk,” jawab Rosè.
Panggil saja Buk Yuna, ia adalah guru yang baik sekali. Ia selalu sukses membuat murid yang dirundung masalah mendapat solusi setelah bercerita padanya.
“Kamu, ada masalah?” tanya Yuna dengan hati-hati.
“Tidak ada, Buk,” jawab Rosè tersenyum hangat.
“Ibu tahu kamu berbohong, tetapi jika memang kamu belum siap ibu mengerti.” Yuna tersenyum, senyum yang membuat Rosè tenang. Seperti tengah mendapatkan kata-kata tenang dari orang tua.
Andai ia adalah ibuku batin Rosè.
“Ah, tak ada apapun, Buk. Rosè pamit, ya.”
Setelahnya Rosè keluar dari ruangan itu. Tapi, alangkah terkejutnya saat mendapati Jaehyun dihadapannya. Rosè memasang wajah datar, mulai hari ini ia akan berubah. Meski kemarin ia masih tersenyum pada Jaehyun, kali ini tak akan.
“Mau pergi kemana kamu?” tanya Jaehyun.
Rosè dengan segera menyembunyikan berkas itu ke belakang tubuhnya. Bahkan teman-temannya 'pun tak ia kasih tahu ia akan pergi kemana.
“Bukan urusan anda. Tolong urusi hidup anda, tidak perlu mengurusi hidup orang lain.” tekan Rosè pada tiap kalimatnya.
“Oci, a-aku ...,” sial. Mengapa ia sangat gugup.
Rosè menaikkan sebelah alisnya, masih menunggu lanjutan kata yang akan dilontarkan oleh Jaehyun.
“Jangan pergi.” hanya itu yang bisa terucap dari bibir dan suara Jaehyun.
Rosé menggelengkan kepalanya, hanya buang-buang waktu. Pikirnya.
“Maaf, saya harus segera pulang dan memberitahukan kepindahan saya kepada orang tua saya.” Rosé tetap berbicara dengan wajah datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC [END]
Teen Fiction15+ Warning! Ada adegan kekerasan dalam cerita ini. Mohon bijak. "Lepas Jae, Oci mohon." "Semudah itu? Setelah apa yang lu lakuin ke gua hah?!" Jaehyun itu toxic, egois, dan posesif. Rose tidak boleh dekat dengan lelaki lain, hanya boleh dengan dir...