Chap 28

754 50 0
                                    

Tetap up walopun tdk ada yg bca, komen ataupun vote. Agak sakit hati sih:)


Terus ada anak lelaki yang bernama Ilham itu.

"Heh, kamu! Aku ganteng gini di bilang jelek, mata kamu buram ya?" tanya Ilham seraya menyugar rambut'nya so ganteng.

Erina berkacak pinggang menatap Ilham kesal. "Tamu itu jeyek, nyadal dili deh, Adnes aja udah noyak tamu tadi di lapanan kan?"

Eh?!

Ilham membisu, ia mengelak. "Gak usah so tau lo bocil."

Hahhh, bocil terik bocil.

Erina menyodorkan bambu'nya ke arah Ilham. "Danan pandil atu anat tecil paman, namaku Tey panggol atu Tey!" sahut Erina menatap tajam Ilham.

"Tayian, pelgi tana! Muta tayian membuat atu mau muntah, melucac pemandanan taman lagi!"

Mereka berlima itu pergi seraya menendang kerikil kecil.

Erina membantu Fazi kecil duduk. "Tamu da papa?"

"Makasih," ujar Fazi.

Erina mengangguk, "Lain tayi kayo meleta dini'in tamu yagi, tamu yawan ya?"

Fazi tak memperdulikan ucapan Erina. Ia malah mengulurkan tangan'nya. "Aku Rizi, kamu siapa?"

Erina membalas uluran tangan Fazi lalu melepaskancnya kembali. "Nama atu Tey, tamu pandil atu Tey!"

Fazi menghernyit. "Key?" Erina mengangguk antusias.

"Kita berteman oke?" ucap Fazi yang di balas acungan jempol oleh Erina kecil.

"Ote, belteman."

Fazi mengangguk, ia beridiri di bantu oleh Erina.

"Kamu orang pindahan, ya?" tanya Fazi sa'at sudah berdiri, seraya menepuk-nepuk baju'nya yang sedikit kotor.

"Iya, betuy,"

"Tamu mawu mampil ke lumahtu ya?" tanya Erina kecil.

Fazi menggeleng, "Enggak deh, aku harus pulang takut Mamah nyari'in, soal'nya." ujar Fazi.

Erina menatap Fazi lalu mengangguk. "Nama tamu Liji ya?"

"Iya, emang kenapa?" tanya Fazi.

"Dapapa, Tey tuma tanya aja,"

Fazi kecil menepuk dahi'nya pelan. Ia melupakan sesuatu. "Aku harus ke rumah dulu, kamu aku tinggal gapapa?"

Erina kecil menghernyit. "Emang Liji mau temana cih? Tadahal Tey macih mau main tama Liji." ujar Erina kecil sedih.

Fazi kecil menepuk kepala Erina yang tubuh'nya lebih pendek dari Fazi. "Aku lupa, tadi Bunda pesen sama aku, buat cepet pulang dan gak boleh terllu lama main, karna kita akan pergi."

Erina kecil mengangguk lugu. "Liji mawu pelgi temana? Nanti tecini ladi da?" tanya Erina seraya meremas jari telunjuk'nya. Mata Erina kecil.berkaca-kaca, "Liji da muntin tan tinggayin Tey?" tanya Erina sedih.

"Key mau Rizi bawain apa?" tanya Fazi, ia sedang mencoba membujuk Erina.

Mata Erina kecil berbinar. "Tey mau Liji jadain Tey campe Tey becal,"

Rizi mengangguk kecil. "Rizi gak janji, tapi Rizi janji buat cari Key keseluruh dunia, kalo Rizi dah kerja itu juga ... " ujar Fazi kecil, di akhiri dengan lirihan.

Erina kecil mengangguk. "Tey akan tunduin tamu campe tamu temuin Tey,"

"Kalo gitu, Rizi pulang dulu. Bye!" ucap Fazi seraya melambaykan tangan kanan'nya ke atas.

"Tatah Liji! Janan tanen cama Tey ya!" ucap Erina kecil sedikit berteriak.

Fazi memberikan jempol pada ucapan Erina kecil. "IYA BOCIL!" teriak'an jawaban dari Fazi kecil sebelum berbelok ke arah kiri menuju perumahan komplek'nya.

Flashback End.

Fazi mengusap air mata'nya kasar.

Ia bergumam dengan kepala mendongkak ke atas menatap langit-langin rumah sakit.

"Gue baru nemuin lo, Ra."

"Sekarang lo malah mau pergi daari gue."

"Udah cukup. Keluarga gue aja yang misahin kita. Gue gak mau kehilangan lo lagi, Ra ... Hiks ... "

Fazi menundukan kepala'nya, agar tidak terlihat menangis.

Namun semua itu sia-sia.

Widy menyadari'nya.

Widy datang di sa'at Fazi menangis.

Widy mengusap bahu Fazi yang bergetar itu lembut.

Fazi mendongkak, pipi'nya basah oleh air mata'nya sendiri.

Fazi mengusap wajah'nya kasar.

Ia mencoba tersenyum ke arah Widy semanis mungkin.

Widy menatap Fazi sendu.

Entah sudah berapa lama ia tak melihat Fazi menangis.

Terakhir seingat Widy, sa'at Fazi di seret oleh orang tua'nya.

Widy melihat'nya.

Dengan jelas. Bagaimana anak itu memohon untuk tetap tinggal di perumahan komplek yang baru saja Widy tempati.

Widy melihat jelas sa'at Ayah'nya Fazi menyeret kasar tangan anak'nya hingga memerah.

Widy pun melihat ibu'nya yang membantu Ayah'nya menyeret Fazi kecil,yang terus meronta di tarikan sang ayah.

Widy membawa Fazi ke dalam pelukan'nya. "Sssst, jangan nangis. Nanti Lara ikutan nangis lho, Fazi gak mau kan Lara sedih?" ujar Widy seraya mengelus punggung Fazi dengan gerakan naik turun.

Di dalam pelukan'nya Fazi mengangguk, ia melepaskan pelukan'ny dan menyenderkan kepala'nya di bahu Widy.

"Udah, jangan sedih lagj, Key kuat." ujar Widy menyemangati Fazi yang sedang menyenderkan kepala'nya.

Fazi mengangguk lemas, tanpa sadar ia menutup mata dan tertidur.

Widy tersenyum kecil, ia mengelus kepala Fazi pelan dan menyingkirkan rambutcnya yang menenutupi mata.

"Rizi'nya Key udah ketemu." ucap Widy menatap pintu UGD.

"Ra? Kamu mau tinggalin mama ya?" lanjut Widy dengan mata tertuju pada pintu UGD.

"Bertahan buat, Mamah, sama Rizi'nya Key."

Fazi mengigau. "Rizi kembali buat Key."

"Rizi milik Key,"

"Rizi'nya Key udah kembali," Fazi terus mengigau seraya bergumam.

Air mata Widy lolos lagi, ia mengelus kepala Fazi.

"Sabar, ya. Kita doakan semoga Key'nya Rizi bisa sembuh dari penyakit'nya."

'Meskipun itu gak mungkin terjadi.' batin Widy menangis.

Air mata Widy kembali menetes sa'at mengingat-ngingat masa lalu.

"Bimo, jangan bawa Key."

"Kalo Key dibawa, Widy sama siapa disini?" gumam Widy. Widy terisak memikirkan nasib kedepan'nya hidup tanpa Erina, anak'nya.

Membayangkan'nya saja membuat Widy ingin berteriak. Bagaimana jika itu semua terjadi? Widy tak bisa membayangkan betapa prustasinya ia di masa mendatang.

Pintu UGD terbuka, menampilkan Dokter yang sedang membuka masker.

Widy menepuk pelan pipi Fazi. Fazi terbngun, ia mengucek mata'nya pelan.

"Kenapa, Mah?" tanya Fazi serak. Khas orng bangun tidur, suara Fazi terdengar seral-serak basah.

Widy berdiri ia mendekati dokter.

Fazi melirik Widy dan Dokter itu sedang mengobrol lalu mereka pergi.

"Pasti mau ngebahas tentang penyakit Erina."

"Gue gak nyangka, hm." lanjut Fazi bergumam.

Gadis Chilldish [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang