Happy Read.
~~~
Tangannya mengepal kuat, menahan gejolak rasa yang tengah menyerang. Munafik! Gema merutuki dirinya sendiri. Tanpa perasaan, dia meminta Dokter Ansel pergi untuk yang ke dua kalinya. Menjijikkan, Gema membenci sifat yang ada pada dirinya.
Namun, dia melakukan itu semua bukan tanpa alasan. Beberapa hari lalu, ayahnya mengajak diskusi serius dengannya.
Saat itu, rumah yang mereka tempati di daerah yang dekat dengan restoran, mendadak tegang. Fahar menatap Gema dengan pandangan memohon.
"Kalau kamu siap, lebih baik menikah dengan Taksa. Dia laki-laki yang baik, selama ini udah jagain kamu. Kurang apa lagi?"
Setiap kali mengingat ucapan ayahnya, Gema hilang arah. Dia tahu tidak memiliki pilihan lain selain mencari yang baru, tetapi bayangan Ansel selalu melintas di benaknya. Hal itu yang kini menahan segalanya menjadi berhenti di tempat. Tidak dengan Taksa, juga Ansel.
Meski begitu, Gema sudah meminta Ansel pergi, lalu apa lagi yang dapat dia harapkan, selain dia bersama Taksa? Akan tetapi, mengapa itu sangat sulit. Bahkan kata-kata Ansel membuatnya resah, dia mengatakan, 'Yang mundur saat itu cuma kamu, bukan aku. Kali ini aku nggak akan diam.'. Apa maksudnya?
"Bocil!" Teriakan dari arah pintu ruang pribadinya membuat Gema terperanjat. Pemuda yang menjengkelkan itu masih saja menyebalkan, datang tidak ketuk pintu.
"Gue datang enggak perlu ketuk pintu, karena gue bukan tamu, 'kan?" ucapnya dengan percaya diri.
Gema yang ada di dekat jendela hanya mengiyakan. "Gimana sama rencana buat bengkel baru?"
Taksa mengambil posisi duduk di sebelah gadis itu, lalu menjawab, "Gue mau yang deket sini aja. Nanti gue pindah ke sini juga, biar enggak bolak-balik rumah ke sini, sekaligus biar bisa numpang makan di sini."
"Terus?"
"Terus ... lo harus bantu gue nyusun semuanya. Ayah udah bilang tadi, kalau lo harus jadi model bengkel gue, biar satu sama."
Gema mendengkus. "Bukan satu sama. Muka aku emang bakal bikin bengkel kamu laku. Apalagi banner dibuat dengan tulisan, 'Montir cantik'. Aku jamin semua orang bakal nyerbu."
Taksa memekik, "Ide lo bagus banget sumpah. Marketing lo bener-bener jos! Mengandalkan muka."
Gema mengangkat kerah bajunya dengan sok keren, membuat Taksa memeluk leher gadis itu di ketiaknya.
"Ketek kamu bau!" teriak Gema seraya berusaha melepaskan diri.
"Bau kembang tujuh rupa, ya?" Taksa terbahak dan melepaskan gadis itu.
"Bau bunga bangkai!" cela Gema seraya merapikan rambutnya.
"Gem ...."
"Apa?!"
"Lo lihat Ansel di rumah sakit, 'kan?"
Hening, pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir Taksa membuat Gema terdiam. Bagaimana Taksa tahu? Gema pikir tidak ada yang tahu tentang hal ini. Namun, dia sadar kalau gosip kedatangan Ansel tadi siang pasti juga akan segera tersebar.
"Kenapa?" Gema bertanya ingin tahu.
Taksa tersenyum miris. "Lo nggak mau temui dia?"
"Gue udah ketemu."
Apa? Taksa membulatkan matanya tidak percaya. Apa gadis itu serius dengan jawabannya? Kapan mereka bertemu? Dan di mana? Apa saja yang telah mereka lakukan? Ah, Taksa menjadi ingin tahu segalanya, dia harap semuanya sesuai ekspektasinya.
"Terus?" tanya Taksa ingin tahu.
Gema menoleh. "Enggak ada."
Tidak ada apanya? Gema tidak berterus terang, membuat Taksa semakin penasaran.
"Enggak ada yang perlu dibicarain lagi," imbuh Gema.
"Apa kalian ...." Taksa tidak dapat meneruskannya, dia takut salah bicara.
Namun, Gema tahu apa yang pemuda itu pikirkan. "Aku sama Koko udah berakhir dua tahun lalu, Sa. Apa lagi yang perlu diperbaiki?"
'Lalu, mengapa kamu masih menyimpan cincin dan boneka beruang dari Ansel, Gem? Dan kenapa kamu menangisi dia setiap malam?' Ingin sekali Taksa bertanya demikian, tetapi itu hanya dapat berputar di kepalanya saja.
Ketukan pintu membuat keduanya terperanjat. Lagi-lagi Danita datang, si gadis bawel teman Gema.
"Lo mau ganggu orang terus?" omel Taksa.
"Siapa suruh berduaan mulu kayak suami-istri. Noh, nyokap lo datang dari jauh."
Penuturan Danita membuat Gema dan Taksa terkejut. Bunda Taksa datang? Bahkan Taksa saja tidak tahu.
"Gue tebak, kalian mau ngadain pertemuan keluarga? Kalian mau nikah enggak ngasih tau gue?" Danita menggeleng tidak percaya.
Namun, tanpa menghiraukan gadis itu, Gema dan Taksa langsung keluar dan menemui orang yang telah menunggu mereka.
"Kapan Bunda sampai? Kok, gue enggak tau, ya?" gumam Taksa di sela-sela berjalan.
"Kamu yang anaknya aja enggak tau apalagi aku–" Ketika sampai di luar, langkah Gema terhenti, dia melihat orang lain selain bundanya Taksa, dan dia sangat mengenalnya. Namun, bagaimana mungkin Bunda Syahla tahu orang itu?
"Ayok! Nyokap gue nungguin!" seru Taksa lalu menarik gadis itu yang bergeming. Meski sedikit menahan, tetapi Gema tidak dapat menolak untuk menemui Ibu dari sahabat baiknya.
"Bun, datang, kok, enggak bilang-bilang, sih?" Taksa datang dengan omelan.
"Bunda datang juga mendadak rencananya, soalnya sama temen juga."
Taksa langsung memberi salam pada teman mamanya dengan senyuman. Kemudian, dia menarik Gema yang berdiri di belakangnya.
"Bunda baru pertama kali ke sini, jadi belum sempat kasih selamat buat Gema, kan?" Taksa memberi tahu.
Dengan pelukan sayang, Syahla mengucapkan selamat pada sahabat baik putranya itu.
"Bunda nggak nyangka kalau bisnis kamu berkembang lebih baik dari perkiraan," puji Syahla membuat Gema tersenyum tulus.
"Berkat anak preman Bunda juga," balas Gema membuat Taksa merangkul dengan akrab. Syahla sudah biasa melihat keduanya begitu, sejak kecil memang keduanya sudah akrab, sampai Gema memanggilnya Bunda, dan Taksa memanggil Fahar dengan sebutan Ayah juga.
"Ran, ini anak aku namanya Taksa, dan ini Aigema yang punya restoran ini," ungkap Syahla pada wanita bernama Rania, teman arisannya, yang dia ajak ke sana untuk menunjukkan restoran keren milik Gema.
Gema tidak menyapa, melainkan hanya diam dan menatap dengan perasaan campur aduk. Wanita itu yang sudah membuatnya pergi, wanita itu yang sudah melukai hati ayahnya, hingga restoran ini ada. Wanita itu juga yang sudah menghancurkan hatinya dan hati putranya sendiri.
"Apa kabar Tante Rania?" Akhirnya Gema menyapa dengan suara tegas, meski hatinya sama sekali tidak baik-baik saja.
Terlihat wanita yang berstatus Ibu dari Dokter Ansel juga sama terkejutnya.
"Kamu udah kenal?" tanya Taksa dan Syahla bersamaan. Pasalnya, sejak tadi Syahla tidak menyebutkan nama lengkap temannya itu.
"Lebih dari kenal."
****
Menurut kalian ... Gema lebih baik sama siapa?
Taksa?
Ansel?Voment ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMA | End
RomanceTidak pernah terpikir sebelumnya oleh Gema, dia mencintai Dokter yang merawat ayahnya sendiri, memacarinya sampai mengikat janji. Namun, apa jadinya jika derajat menjadi sekat baginya dengan dia. "Suka banget sama jas Dokter, kenapa, sih?" tanya An...