Meninggalkan
Apa kepergian akan menyelesaikan masalah? Atau setidaknya memperbaiki keadaan yang tidak baik-baik saja ini.
Aigema tidak pernah berpikir jika ayahnya benar-benar akan membawanya pergi. Apalagi meninggalkan rumah yang memiliki banyak kenangan dengan ibunya. Berat? Tentu saja, bahkan Gema tidak dapat berpikir akan bagaimana jadinya setelah sepeninggalnya dari rumah.
Terutama untuk hatinya, apa akan membaik, atau malah memburuk. Meninggalkan masalah dalam keadaan belum membaik, Gema merasa takut jika dia akan dihantui masa kini yang akan menjadi masa lalu.
"Gem, ayok cepetan! Kemas barang-barang kamu!" Seruan dari ayahnya membuat Gema buru-buru mengemasi barangnya.
"Iya, Yah!"
Gema mencari kardus besar, memasukan boneka beruang putih pemberian Ansel setelah menciumnya lebih dulu.
Sepertinya dia akan meninggalkannya di sana, menjadi barang tertinggal atau malah terbuang nantinya.
"Bocil! Mana yang perlu diangkut?" Pemuda berkaus hitam polos datang setelah sejak pagi membantu sahabatnya berkemas.
"Kardus itu!" Entah mengapa Gema malah menunjuk kardus berisi boneka tadi, seolah dia tidak dapat meninggalkannya sendirian di ruangan dingin ini.
"Oke, biar gue yang bawa."
"Sa!" Gema menghentikan. "Apa ini keputusan terakhir? Apa menurut kamu ini yang terbaik buat aku?"
Melihat gadis manis itu berkaca-kaca, Taksa menghampirinya, kemudian tersenyum. "Bukannya Ayah selalu tau apa yang terbaik buat lo?"
Tidak, Gema rasa ada kalanya keputusan ayahnya tidak baik. Ada kalanya dia juga memiliki harapan lain untuk tidak lari dari kenyataan. Apa ini satu-satunya cara mengobati luka? Gema rasa bukan.
Tetap tinggal bukan berarti akan mati, pergi pun tidak menjamin akan memperbaiki.
Sesak rasanya."Gem, jangan takut. Gue ada di sini buat lo." Taksa berusaha menyemangati, apa pun keputusan Gema, baginya kebahagiaan gadis itu adalah yang utama.
"Makasih, Sa. Semoga kamu bisa jadi sayap buat nganterin aku ke tempat yang terbaik."
~~~~
Putus? Mendengarnya saja rasanya begitu membahagiakan. Baru beberapa pekan lalu Leta Janu merasa resah mendengar kabar pernikahan mantannya. Kini, kabar putus keduanya mendadak membuatnya ingin menemui Ansel.
Kakinya berhenti di depan ruangan Dokter dingin itu. Siapa tahu saja pemuda itu butuh penyemangat atau sekedar orang untuk menemaninya mengobrol.
Leta mengetuk pintu, lalu membukanya sebelum ada sahutan. "Sel?"
Tatapan sinis dari pemilik ruangan mengancam, pasalnya Ansel terperanjat karena tengah fokus melihat foto Gema. "Apa enggak bisa nunggu sahutan baru masuk?"
Leta terkekeh, kemudian duduk di kursi tepat di hadapan pemuda itu. "Kayak sama siapa aja. Emang enggak boleh kalau aku masuk?"
"Kalau enggak ada kepentingan silakan keluar." Ansel memutarkan kursi membelakangi gadis itu.
"Sel, aku tau kabar kamu sama Gema" Suara Leta dibuat pelan dan bernada sendu. "Tapi kamu enggak boleh murung gitu dong. Gimana kalau habis tugas kita makan di luar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMA | End
Любовные романыTidak pernah terpikir sebelumnya oleh Gema, dia mencintai Dokter yang merawat ayahnya sendiri, memacarinya sampai mengikat janji. Namun, apa jadinya jika derajat menjadi sekat baginya dengan dia. "Suka banget sama jas Dokter, kenapa, sih?" tanya An...