BAB 7 : Teka-Teki

35 32 23
                                    

[Edited]

"Maaf datang terlambat. Saya harus singkirkan gadis itu tanpa harus menyakitinya terlebih dahulu," ujar Veronica. Nada suaranya berubah dingin. Tentu saja... berkata kepada kepala desa.

"Nggak apa," jawab kepala desa.

Wirya melotot. "V-Ver?" sebutnya dengan nada terperangah. Sangat-sangat terperangah.

"Sekarang bisa kembalikan Arya?"

"Bisa." Kepala Desa menjawab. Membuat kedua mata Wirya melotot semakin lebar.

"Ver? Kamu—

"Ya, saya pilih Arya untuk hidup," cetus Veronica cepat. Sedetik setelahnya, ia dorong tubuh Wirya kuat-kuat hingga membuat laki-laki itu langsung jatuh terhuyung ke depan sesembahan.

Di luar.

Esther kaget tatkala pintu tiba-tiba tertutup. Gadis itu pun berusaha memukul-mukulnya dan mendobraknya.

"Wirya!" teriaknya seraya memukul-mukul pintu tersebut.

"Wirya!"

Lagi, Esther berteriak sekencang yang ia bisa. Anehnya, selama beberapa saat ia berteriak, tetapi tidak ada satu pun warga yang memprotes teriakannya barusan.

Padahal seharusnya warga desa terganggu akan itu. Terlebih rumah-rumah terhalang anyaman bambu itu mampu membuat suara Esther masuk dengan jelas.

Seolah telinga mereka sengaja dibutakan oleh sesuatu yang bersifat supranatural. Sehingga membuat suara Esther tidak terdengar di telinga mereka.

"Wirya!" teriak Esther. Tak henti-hentinya memukul dinding-dinding rumah itu sekuat yang ia bisa.

Esther yakin, tadi Veronica yang melakukannya. Ya, gadis itu dengan sengaja menutup pintu saat dirinya mencoba akan masuk!

Esther tidak tahu harus berpikir apa. Tapi sejak awal gelagat Veronica memang mencurigakan.

Terlebih saat ketika Esther mengatakan bahwa mereka harus mencaritahu lebih dalam tentang informasi yang diberikan oleh Veronica tadi.

Yeah. Kecurigaannya terbukti!

Gadis itu ternyata punya maksud terselubung di balik penyusunan rencana ini.

"Veronica!" teriak Esther, menggebu-gebu. Bahkan suaranya terdengar sangat lantang.

"Buka! Buka pintunya!!"

Esther tidak mau kehabisan akal. Gadis itu berhenti mendobrak pintu. Ia putar tubuhnya menghadap ke segala arah di luar pekarangan itu.

Linggis atau parang. Ya, ia hanya butuh itu untuk merusak dinding rumah ini.

Tapi bagai sebuah keberuntungan, sebuah parang ia lihat tampak tergeletak tak jauh dari dirinya berdiri.

Tanpa banyak membuang waktu, segera saja Esther berlari untuk mengambil benda tajam itu.

Gadis itu angkat tinggi-tinggi parang tersebut dan melayangkannya ke arah dinding yang terbuat dari anyaman tersebut.

Bruggh!

Satu kali percobaan, rupanya tenaganya tidak cukup besar untuk menggoreskan parang itu ke dinding.

Dan yeah, satu kali percobaan lagi. Kali ini mempan. Sebuah baret panjang membentang tegak lurus di dinding. Gadis itu coba sekali lagi, berkali-kali hingga kini robekan-robekan tidak beraturan itu tampak membuat wajah lega langsung terpatri di wajah baby facenya.

Esther pun segera merangsek masuk. Merobeknya asal dan kini tibalah dirinya di dalam.

"Wirya," sebutnya dengan nada tersengal-sengal lelah.

The RevelationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang